Di dalam pembicaraan dengan Harya Prabu Rukma dan Ugrasena, Raja Basudewa menyatakan kesedihannya karena memikirkan dambaan ketiga isterinya yang sangat ingin segera melahirkan anak. Karena rasa prihatin tersebut, sang raja semakin tekun bersemadi. Pada suatu saat Dewa memberi petunjuk agar raja berburu ke hutan Kumbina. Di hutan itulah raja akan memperoleh sarana bagi isteri-isterinya agar segera mengandung dan berputra. Patih Yudawangsa mempersiapkan segala sesuatunya yang berkaitan dengan perburuan. Sementara Harya Rukma dan Ugrasena diperintahkan mempersiapkan prajurit pengawal raja.
Setelah semuanya siap, patih dan prajurit diperintah supaya mendahului berangkat ke hutan. Raja meninggalkan singgasana, masuk istana menemui keiga isterinya yaitu, Rohini, Dewaki atau Mahendra dan Mahera. Setelah memberi tahu mengenai rencana perburuan ke hutan Kumbina, kepada semua isteri-isterinya, raja segera berpamitan berangkat berburu diiringi para senapati dan prajurit.Sementara Raja Basudewa berangkat berburu, dikisahkan di negeri Gowagra daerah pulau Nusabarong, seorang raja raksasa bernama Gorawangsa, bercerita perihal mimpinya kepada Suratrimantra, Ditya Suksara dan manggala negara. Raja bermimpi tidur bersama dengan isteri Basudewa, raja Mandura, yang bernama Mahera. Ditya Suksara diminta ke negara Mandura, menyelidiki kebenaran mimpinya, apakah di negara Mandura ada putri bernama Mahera, isteri raja yang sangat cantik dan memikat. Ditya Suksara menjunjung perintah raja, lalu berangkat ke Mandura diiringi barisan prajurit raksasa menuju ke negara Mandura.
Di tengah perjalanan prajurit Gowagra bertemu dengan prajurit Mandura yang menuju ke hutan. Maka terjadila perang. Prajurit raksasa tidak mampu melawan, lalu mereka menyimpang jalan. Selanjutnya prajurit Mandura berkumpul di pesanggrahan.
Di tempat lain, Pandhu bersama punakawan menghadap Bagawan Abyasa di pertapaan Saptaharga. Pandhu bertanya kepada sang bagawan tentang ilham dari dewa yang diterimanya. Diceritakan bahwa Pandhu akan memperoleh anak jelmaan Wisnu. Dijelaskan oleh Bagawan Abiyasa bahwa penjelmaan Hyang Wisnu ke dunia tersebut dapat dibaratkan bunga jatuh ke bumi. Mahkota bunganya jatuh pada putra Basudewa, sedangkan sari bunganya jatuh pada putra Pandhu.
Selain menjelaskan mengenai hal penjelmaan, Bagawan Abyasa memberikan banyak nasihat dan ajaran kepada Pandhu, yang intinya agar Pandhu meninggalkan pertapaan dan kembali ke negara karena sesungguhnya pertapaan bukan tempat raja. Bagi seorang raja yang senang tinggal di hutan, ibarat burung gagak menjenguk tempat pengasingan, tidak baik akibatnya. Pandhu dan punakawan minta pamit, meninggalkan pertapaan, dan kembali ke negara.
Ditya Suksara datang ke tengah hutan Gowagra. Ia membeberkan rencana kerja kepada prajurit yang mengiringnya. Para raksasa disuruh mengganggu prajurit Basudewa yang berburu di hutan Kumbina. Setelah membagi tugas, Ditya Suksara masuk ke istana Mandura untuk menyelidiki keberadaan Mahera, isteri Basudewa. Setelah penyelidikannya dianggap cukup, Ditya Suksara kembali ke negara Gowagra, melapor kepada raja tentang isteri Basudewa.
Sepeninggal Ditya Suksara datanglah Pandhu bersama punakawan. Raksasa-raksasa mencegat mereka, tetapi dapat dihalau Pandhu.
Di Kahyangan Hyang Narada dihadap oleh Hyang Endra, Hyang Brahma, Hyang Bayu, Hyang Sambo, Hyang Wisnu dan Hyang Basuki. Hyang Narada menyampaikan perintah Hyang Gurunata, agar supaya Hyang Wisnu menjelma ke dunia bersama Bathara Laksmanasadu. Karena dahulu kala sewaktu Rama memerintah Ngayodya telah dijanjikan kelak akan menjelma ke dunia bersama Laksmana maka sekarang janji itu digenapi. Hyang Wisnu menjelma bersama Hyang Laksmanasadu.
Namun penjelmaan mereka tidak bisa langsung, harus dengan perantara. Untuk itu Hyang Wisnu menjelma dalam wujud harimau putih, sedangkan Hyang Laksmanasadu dalam wujud ular naga. Hyang Basuki ingin ikut menjelma bersama Hyang Laksmanasadu. Hyang Brahma dan para dewa menyetujuinya. Lalu mereka bertiga turun ke dunia menuju hutan Kumbina.
Raja Basudewa bersama Harya Prabu Rukma dan Ugrasena yang sudah berada di tengah daerah perburuan sedang membicarakan keberadaan dan perilaku binatang di tempat tersebut.. Tiba-tiba datang prajurit memberi tahu, bahwa di daerah perburuan datang harimau putih bersama ular naga. Raja Basudewa turun mendekat ke tempat harimau dan ular naga. Tanpa diduga, cepat bagai kilat, harimau dan ular naga tersebut menyerangnya dengan berani. Raja menghindar, lalu melepaskan panah. Panah tepat mengenai sasaran, dan tubuh harimau tersebut tergolek. Keajaiban terjadi, tubuh harimau segera menghilang. Jasmaninya merasuk ke tubuh Mahendra, isteri Basudewa, dan ruhnya masuk ke tubuh Kunthi, isteri raja Pandhu. Kemudian ular naga menyerang tapi mati terkena panah. Tubuh ular juga menghilang berubah wujud menjadi Hyang Basuki dan Hyang Laksmanasadu, dan merasuk kepada Rohini, isteri Basudewa.
Raja Basudewa heran karena peristiwa itu. Ia berdiri dan bermenung, ada sesuatu yang mengusik hatinya bahwa di istana terjadi sesuatu. Tanpa membuang waktu, Raja Basudewa menugaskan Harya Prabu Rukma supaya kembali ke istana dan memeriksa dengan teliti apa yang terjadi di istana.
Ketika pada suatu sore, Raja Gorawangsa sedang berbincang-bincang dengan Suratimantra tentang Ditya Suksara yang diutus ke Mandura, tiba-tiba Ditya Suksara datang, memberi hormat, lalu bercerita tentang kecantikan Mahera, isteri Basudewa. Diceritakan bahwa sekarang saat yang tepat untuk melakukan siasat, karena raja Basudewa dan prajurit tidak sedang di istana, namun tengah berburu di hutan.
Raja Gorawangsa amat gembira lalu ingin segera pergi ke kerajaan Mandura. Namun sebelum berangkat, tiba-tiba Togog dan Sarawita datang dan melaporkan bahwa banyak prajurit raksasa mati di tangan Pandhu. Raja Gorawangsa tidak menghiraukan kematian para prajurit raksasa. Yang ada dalam pikirannya hanyalah isteri raja Mandura, yaitu Mahera. Maka Gorawangsa segera menyamar dalam rupa dan wujud Basudewa, dan pergi ke istana Mandura. Ditya Suksara mengikutinya dan mengawasi dari kejauhan.
sumber:wayang.wordpres.com
0 comments:
Posting Komentar