Gambar-160: RADEN WERKODARA (HITAM/LINTANG)
Gambar-161: RADEN WERKODARA (HITAM/MIMIS)
Gambar-163: RADEN WERKODARA (JAGONG)
Gambar-164: RADEN WERKODARA (BEDIL)
Gambar-166: RADEN WERKODARA (KETUG)
Raden Werkodara adalah putra Prabu Pandudewanata raja negara Astina setelah Prabu Kresnadwipayana atau Wiyasa. Ibunya bernama Dewi Kunti/Prita. Ia adalah putra kedua walaupun kelahirannya ke dunia lebih dahulu dari pada Yudistira. Karena waktu lahir berupa bungkus, bungkus tersebut dapat dipecah setelah dihunjam gading Gajahsena. Terlahirlah anak bayi yang kemudian dapat membinasakan Gajahsena sendiri, sehingga sukmanya menyatu dengan anak bayi yang lahir keluar dari bungkus tersebut. Oleh karena itu oleh Batara Narada ia diberi nama Bratasena yang berarti kelahirannya terjadi karena tapa brata dan bantuan Gajahsena. Nama lain dari Werkodara adalah: Bayusuta, Bimangalaga, Pandusiwi, Kusumadilaga, Gandawastraatmaja, Jodipati, Jayalaga, Wijasena.
Raden Werkodara berbusana: 1.Gelung Minangkara Cinandi Rengga, rendah depan tinggi belakang. 2.Pupuk mas reneka jaroting asam. 3.Sumping pundak sinumpet. 4.Anting-anting panunggal maniking warih, 5.Sangsangan naga banda (ular besar). 6.Kelat bahu reneka blibar manggis, binelah hingga kedaganya. 7.Gelang candra kirana. 8.Kampuh poleng bang bintulu adi, merah, hitam, kuning, putih dan hijau maya-maya. 9.Paningset cinde bara binelah numpang betis kanan dan kiri. 10.Porong dapur naga raja sebagai kancing.
Nafas Raden Werkodara: kendel, bandel, kumandel, tetep, mantep, madep, sregep, ajeg, jejeg, kuat dan sentosa, awas dan waspada, taberi, berbudi luhur, dan lahir tembaga batin kencana.
Pada waktu muda tidak bersanggul/gelung tetapi bergaruda membelakang besar rambut terurai di pundak. Wayang tersebut akan ditunjukkan dalam nomor Raden Bratasena. Setelah melalui rintangan-rintangan dan ujian-ujian yang berat antara lain: mencari "kayugung susuhing angin" dan "tirta perwitasari mahening suci" di mana Raden Werkodara harus mengalahkan dua raksasa penjelmaan Batara Indra dan Batara Bayu yang bernama Rukmuka dan Rukmakala di hutan Tribasara di gunung Reksamuka atau Candramuka, harus mencebur Samudra Selatan dan mengalahkan Naga Nabatnawa akhirnya Werkodara dapat berjumpa dengan Dewa Ruci dan diajarkanlah semua ilmu kesempurnaan sejati yang ia cari. Sejak saat itu Werkodara bergelung, tidak bergaruda membelakang lagi.
Dalam perang Baratayuda Werkodara dapat membunuh senopati Korawa antara lain: Jayawikata, Bomawikata, Gardapati, Bogadenta, Dursasana, Sengkuni dan bahkan Prabu Duryudana pun tewas olehhya.
Werkodara bermata telengan, berhidung dempak, bermulut keketan, kumis dibludri, muka di sungging warna hitam, berpupuk di dahi, bersanggul/gelung supit udang disebut minangkara, rambut dada lengan betis semua dibludri, berkuku pancanaka, kain disungging poleng. Sama halnya dengan Batara Bayu, Werkodara dapat digunakan sebagai wayang penutup pakeliran tanda kemenangan yang disebut "Tayungan". Wanda wayang Raden Werkodara ini banyak sekali antara lain: 1.Bambang, 2.Bedil, 3.Bugis, 4.Gandu, 5.Panon, 6.Gurnat, 7.Jagong, 8.Jagor, 9.Kedu, 10.Lintang, 11.Mimis, 12.Ketug, 13.Lindu dan mungkin masih ada yang lain lagi. Yang bermuka dongak biasa disungging hitam seluruh tubuhnya. Di sini ditunjukkan hanya tujuh wayang saja, walaupun wayang koleksi Werkodara ini sebenarnya masih ada yang lain lagi, mengingat sempitnya ruangan dalam buku ini.
7. BIMA SUCI.
Gambar-168: BIMA SUCI
Gambar-169: BIMA SUCI (BERBAJU DAN BERKAIN BRAHMANA
Bima Suci sebenarnya adalah Raden Bima/Bratasena/Werkodara. Setelah bertemu dengan Dewa Ruci di tengah-tengah Samodra Selatan dan memperoleh ajaran ilmu kasampurnanjati, ilmu manunggaling kawula lan Gusti, kemudian mendirikan pertapaan di wilayah Negara Astina yang disebut pertapaan Arga Kelasa. Karena ilmu tersebut sangat mulia bagi kehidupan umat manusia di dunia, maka banyak kaum muda, kaum ksatria dan kaum tua pun yang berkeinginan menyerap ilmu tersebut, termasuk Pendeta Kendalisada Begawan Kapiwara atau yang lebih terkenal disebut Resi Anoman. Mungkin kalau di masa sekarang dapat dipersamakan dengan timbulnya seorang motivator, seorang psikolog atau psikiater, seorang konsultan, yang banyak membantu memecahkan kesulitan-kesulitan hidup di masyarakat.
Oleh karena pertapaan Arga Kelasa berada di wilayah Negara Astina, maka tidak mengherankan bila Prabu Duryudana raja Astina dalam persidangannya membicarakan perihal keadaan tersebut di atas. Prabu Duryudana sangat resah hatinya, karena banyak para warga negara Astina yang terpengaruh oleh ajaran tersebut di atas, sehingga semua warga akan memihak kepada Sang Bima Suci yang sebenarnya Raden Bratasena atau Werkodara, salah satu dari Pandawa. Prabu Duryudana khawatir akan jatuh kewibawaannya, semua warganya akan memihak kepada Sang Bima Suci, dan lebih khawatir lagi Negara Astina akan jatuh di bawah kekuasaan Raden Werkodara yang memang sebenarnya berhak atas negara Astina menggantikan ayahanda Prabu Pandudewanata. Maka diutuslah Adipati Karna dengan membawa prajurit ke Arga Kelasa untuk mengusir Buma Suci dan menghancurkan pertapaannya. Tetapi karena Arga Kelasa dijaga oleh Anoman dan para putra-putra Pandawa, maka utusan tersebut dapat dikalahkannya.
Kekhawatiran tidak saja terjadi di Arcapada, bahkan di Kahayangan Suralaya, Batara Guru merasa juga kehilangan kewibawaannya, oleh karena itu diutusnya Para Dewa untuk menguji sampai di mana tingkat kebrahmanaan Sang Bima Suci.
Meskipun bertubi-tubi hambatan yang dialami, Bima Suci tetap mengajarkan ajaran manunggaling kawula lan gusti, termasuk kepada Raden Arjuna adiknya. Prabu Pandudewanata ayahnya dan Dewi Madrim ibu tirinya yang dipersalahkan oleh Para Dewa karena membunuh kijang jelmaan Resi Kinindama dan dimasukkan ke neraka dapat diampuni oleh Dewata dan dinaikkan ke Surga Abadi oleh amal-baik Bima Suci. Demikian pula seorang raja raksasa bernama Prabu Karungkala dapat diruwat sehingga mati sempurna. Akhir cerita Begawan Bima Suci kembali menjadi Raden Werkodara berkumpul kembali dengan para Pandawa di Amarta membangun negara, mensejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyatnya. Cerita ini tentunya tidak ada dalam kitab Mahabarata yang dari India, cerita ini gubahan atau sanggit murni pujangga atau Dalang di Nusantara ini.
Wayang Bima Suci mirip Raden Werkodara, hanya saja berbaju, berkain, bersampir di pundak dan bersepatu Dewa, memakai keris di depan. Tetapi ditunjukkan juga satu wayang berupa Werkodara hitam.
0 comments:
Posting Komentar