Kedatangan bangsa Belanda di Kepulauan Maluku dan pendirian persekutuan dagang VOC hingga pemberlakuan sistem monopoli perdagangan banyak menimbulkan penderitaan, kegelisahan, dan permusuhan untuk rakyat Maluku. Penindasan VOC terhadap rakyat Maluku terasa semakin berat, apalagi ketika sistem monopoli diawasi dengan pelayaran Hongi dan diberlakukannya hak esktirpasi*.
Pada bulan Mei 1817, meletus
perlawanan rakyat Maluku di Saparua yang dipimpin oleh Thomas Mattulessy
atau Kapitan Pattimura. Benteng kompeni Duurstede di Saparua diserbu dan direbut rakyat Maluku hingga banyak pasukan dan penghuni di benteng terbunuh.
Perlawanan rakyat Maluku berikutnya
meluas hingga ke Ambon dan ke pulau-pulau sekitarnya, yang berlangsung
hingga beberapa bulan lamanya dan dikuasai oleh rakyat yang dipimpin
oleh Kapitan Pattimura, Anthony Rybok, Paulus-Paulus Tiahahu, Martha
Christina Tiahahu, Latumahina, Said Perintah, dan Thomas Pattiwael.
Pasukan Belanda mengalami
kewalahan dalam menghadapi perlawanan rakyat Pattimura hingga pada bulan
Juli 1817 dan bulan September 1817, Belanda mendatangkan pasukan
Kompeni dari Ambon yang dipimpin oleh Kapten Lisnet.
Pada bulan Oktober 1817, pasukan
Belanda mulai menyerang rakyat Maluku secara besar-besaran hingga dapat
memadamkan perlawanan rakyat dan menangkap Kapitan Pattimura (tahun
1817) yang kemudian dihukum mati pada tanggal 16 Desember 1817.
Sebelum menghadapi eksekusi
hukuman gantung, Pattimura masih sempat memberi semangat perlawanan
terhadap rakyat Maluku, yaitu "Pattimura tua boleh mati, tetapi akan
muncul Pattimura-Pattimura muda."
* Salah satu contoh bentuk
pelaksanaan hak ekstirpasi adalah penanaman pohon cengkih yang hanya
boleh dilakukan di Pulau Ambon dan sekitarnya, serta penanaman pohon
pala yang hanya boleh dilakukan di Pulau Banda.
0 comments:
Posting Komentar