Langit senja mulai memerah di ufuk
Barat. Semilir angin berhembus lembut membuat hamparan bunga matahari
yang tumbuh dengan indah itu ikut meliuk-liuk pelan. Mahkota bunganya
yang kuning menantang menambah kesan elegan di bawah siraman sinar
matahari senja.
Sambil
memandang lepas ke arah hamparan bunga matahari di hadapannya, Nenek
memulai ceritanya. Cerita yang tidak akan pernah mungkin bisa Ariel
lupakan meski Nenek telah meninggalkannya hampir delapan tahun.
“Ariel pernah dengar kisah tentang Legenda Bunga Matahari?” tanya Nenek lembut. Angin senja memainkan rambutnya yang telah memutih di makan usia.
Ariel menggeleng pelan, menatap neneknya dengan penuh rasa ingin tahu.
“Di desa Nenek, orang-orang, terutama para gadisnya mempercayai kisah Legenda Bunga Matahari. Legenda Bunga Matahari menceritakan kisah seorang gadis yang memiliki cinta yang setia.” Nenek menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan sebelum ia melanjutkan ceritanya. “Gadis itu jatuh cinta pada seorang pria. Namun pria itu tidak pernah membalas cintanya. Bukan karena dia tidak mau mencoba mencintai gadis itu, tetapi karena dia tidak pernah tahu kalau gadis itu mencintainya. Namun gadis itu sama sekali tidak pernah berhenti mencintai sang pria. Dia rela melakukan apa saja demi pria itu. Membantu sebisanya apa yang dapat dilakukannya demi pria itu meskipun hanya secara diam-diam. Begitulah cara sang gadis mengungkapkan perasaannya pada pria itu sekian lamanya…. Kemudian, ketika pria itu diketahui mengidap penyakit mematikan, gadis itu sangat sedih. Dia kemudian memohon dalam setiap doanya agar tidak merenggut nyawa pria yang amat dicintainya itu. Sekian lamanya dia berdoa, sampai pada suatu malam, jawaban itu datang dalam mimpinya.
“Gadis itu harus menanam 1000 kuntum bunga matahari hanya dengan menggunakan kedua tangannya tepat di hari ulang tahunnya yang ke-17. Satu kuntum diantaranya tidak akan tumbuh sempurna. Sekuntum bunga itu hanya akan berupa kuncup dan tidak akan pernah mekar apabila pria yang dia cintai tidak membalas cintanya. Jika pria itu berhasil menyadari bahwa perasaannya pada gadis yang sangat mencintainya itu adalah tulus dan mulai mencintainya sebelum ajal menjemputnya, maka nyawa pria itu akan terselamatkan digantikan dengan nyawa gadis itu. Namun jika pria itu tidak membalas cinta gadis itu sampai pada hari kematiannya, maka kedua nyawa mereka akan direnggut bersamaan, dan 1000 kuntum bunga matahari itu akan mati layu seketika.”
Ariel mengerutkan keningnya.
“Nek, gadis itu bodoh ya?”
Nenek tersenyum, katanya, “Gadis itu tidak bodoh. Dia hanya sangat mencintai pria itu sampai rela mengorbankan nyawanya.” Kemudian ketika dilihatnya Ariel tidak lagi memberi tanggapan, Nenek melanjutkan ceritanya. “Beberapa hari kemudian, ketika dia seharusnya berbahagia untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-17, dia malah pergi menanam 1000 kuntum bunga matahari di sebuah bukit sampai kedua tangannya menjadi lumpuh. Dia berdoa sepanjang hari di perbukitan itu. Tidak peduli biar kian hari tubuhnya kian melemah. Dengan penuh ketulusan dia berdoa, memohon kesembuhan pria itu yang rela ditukarnya dengan nyawanya.”
Nenek membetulkan posisi duduknya, kemudian dihelanya nafas panjang.
“Selang beberapa bulan kemudian, bunga matahari itu tumbuh dengan subur, mekar indah dengan mahkota kuningnya yang indah. Sementara ada satu kuntum dintaranya yang selalu berupa kuncup. Dan di lain pihak, keadaan pria itu semakin memburuk. Ibu gadis itu memohon kepada putrinya untuk menyudahi saja pengorbanannya yang sia-sia itu. Tapi gadis itu tetap tidak pernah putus asa. Dia terus menerus berdoa dan memohon. Sampai suatu hari, ketika ibu sang gadis tidak tahan lagi melihat putrinya yang selalu menyiksa diri demi pria yang tidak penah tahu demikian besarnya cinta putrinya padanya itu, memutuskan untuk mengungkapkan semua pengorbanan yang telah dilakukan putrinya kepadanya itu. Dia menceritakan semua kejadian yang dialami putrinya kepada pria itu
“Ariel pernah dengar kisah tentang Legenda Bunga Matahari?” tanya Nenek lembut. Angin senja memainkan rambutnya yang telah memutih di makan usia.
Ariel menggeleng pelan, menatap neneknya dengan penuh rasa ingin tahu.
“Di desa Nenek, orang-orang, terutama para gadisnya mempercayai kisah Legenda Bunga Matahari. Legenda Bunga Matahari menceritakan kisah seorang gadis yang memiliki cinta yang setia.” Nenek menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan sebelum ia melanjutkan ceritanya. “Gadis itu jatuh cinta pada seorang pria. Namun pria itu tidak pernah membalas cintanya. Bukan karena dia tidak mau mencoba mencintai gadis itu, tetapi karena dia tidak pernah tahu kalau gadis itu mencintainya. Namun gadis itu sama sekali tidak pernah berhenti mencintai sang pria. Dia rela melakukan apa saja demi pria itu. Membantu sebisanya apa yang dapat dilakukannya demi pria itu meskipun hanya secara diam-diam. Begitulah cara sang gadis mengungkapkan perasaannya pada pria itu sekian lamanya…. Kemudian, ketika pria itu diketahui mengidap penyakit mematikan, gadis itu sangat sedih. Dia kemudian memohon dalam setiap doanya agar tidak merenggut nyawa pria yang amat dicintainya itu. Sekian lamanya dia berdoa, sampai pada suatu malam, jawaban itu datang dalam mimpinya.
“Gadis itu harus menanam 1000 kuntum bunga matahari hanya dengan menggunakan kedua tangannya tepat di hari ulang tahunnya yang ke-17. Satu kuntum diantaranya tidak akan tumbuh sempurna. Sekuntum bunga itu hanya akan berupa kuncup dan tidak akan pernah mekar apabila pria yang dia cintai tidak membalas cintanya. Jika pria itu berhasil menyadari bahwa perasaannya pada gadis yang sangat mencintainya itu adalah tulus dan mulai mencintainya sebelum ajal menjemputnya, maka nyawa pria itu akan terselamatkan digantikan dengan nyawa gadis itu. Namun jika pria itu tidak membalas cinta gadis itu sampai pada hari kematiannya, maka kedua nyawa mereka akan direnggut bersamaan, dan 1000 kuntum bunga matahari itu akan mati layu seketika.”
Ariel mengerutkan keningnya.
“Nek, gadis itu bodoh ya?”
Nenek tersenyum, katanya, “Gadis itu tidak bodoh. Dia hanya sangat mencintai pria itu sampai rela mengorbankan nyawanya.” Kemudian ketika dilihatnya Ariel tidak lagi memberi tanggapan, Nenek melanjutkan ceritanya. “Beberapa hari kemudian, ketika dia seharusnya berbahagia untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-17, dia malah pergi menanam 1000 kuntum bunga matahari di sebuah bukit sampai kedua tangannya menjadi lumpuh. Dia berdoa sepanjang hari di perbukitan itu. Tidak peduli biar kian hari tubuhnya kian melemah. Dengan penuh ketulusan dia berdoa, memohon kesembuhan pria itu yang rela ditukarnya dengan nyawanya.”
Nenek membetulkan posisi duduknya, kemudian dihelanya nafas panjang.
“Selang beberapa bulan kemudian, bunga matahari itu tumbuh dengan subur, mekar indah dengan mahkota kuningnya yang indah. Sementara ada satu kuntum dintaranya yang selalu berupa kuncup. Dan di lain pihak, keadaan pria itu semakin memburuk. Ibu gadis itu memohon kepada putrinya untuk menyudahi saja pengorbanannya yang sia-sia itu. Tapi gadis itu tetap tidak pernah putus asa. Dia terus menerus berdoa dan memohon. Sampai suatu hari, ketika ibu sang gadis tidak tahan lagi melihat putrinya yang selalu menyiksa diri demi pria yang tidak penah tahu demikian besarnya cinta putrinya padanya itu, memutuskan untuk mengungkapkan semua pengorbanan yang telah dilakukan putrinya kepadanya itu. Dia menceritakan semua kejadian yang dialami putrinya kepada pria itu
>“Pria itu tersentuh atas ketulusan
cinta gadis itu. Dengan tubuhnya yang sudah sangat lemah karena
digerogoti penyakit, dia mencoba menemui gadis itu. Saat dia melihat
betapa sungguh-sungguhnya gadis itu berdoa memohon kesembuhannya,
terbit suatu perasaan dalam hatinya. Dia merasakan suatu kehangatan
yang berbeda dari yang pernah dirasakannya selama ini. Ironis, karena
beberapa detik berselang, sekuntum bunga matahari yang senantiasa dalam
kuncup itu, mekar dengan indahnya. Warnanya paling indah diantara 999
kuntum bunga matahari lainnya. Namun sayangnya, belum sempat gadis itu
menyadari bahwa perasaan cintanya selama ini telah mendapat balasan
dari pria itu, Malaikat Maut telah merenggut nafasnya.”
“Gadis itu meninggal, Nek?” Ariel menatap Neneknya dengan mata berkaca-kaca.
Nenek menggangguk pelan.
“Ya, gadis itu meninggal. Setelah gadis itu meninggal, perlahan-lahan penyakit pria itu membaik. Dia sangat bersedih karena tidak pernah menyadari perasaan gadis itu. Karena itulah, dia memakamkan gadis itu di antara 1000 kuntum bunga matahari yang ditanam gadis itu… dan mengenang gadis itu seumur hidupnya.”
“Pria itu cinta nggak sama gadis itu?”
“Tentu saja…” Nenek mengangguk. Dipandanginya Ariel dengan penuh kasih. “Ariel suka kisah ini nggak?”
Ariel mengangguk cepat dan secepat itu pula dia kemudian menggeleng.
“Tapi Ariel nggak suka gadis itu meninggal…”
“Nenek juga tidak.” Nenek mengangguk lagi, menyetujui pendapat cucunya. “Tapi ini kan cuma legenda.”
“Nek, kalau Ariel sudah besar nanti, kalau Ariel suka sama seseorang, Ariel nggak akan diam aja. Ariel mau orang itu tahu kalau Ariel suka sama dia. Ariel nggak mau kayak gadis itu.”
Nenek mengusap pipi Ariel dengan lembut. Tak sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya.
“Nek, Nenek tanam bunga matahari nggak buat Kakek?”
“Iya, tapi tidak 1000 kuntum seperti dalam legenda.” Nenek tersenyum lembut. “Dan Nenek tidak menanamya sendirian. Nenek menanamnya bersama Kakek.”
“Kenapa? Apa karena cerita di dalam legenda itu berakhir tragis?”
“Bukan. Karena Nenek jauh lebih beruntung dari pada gadis itu. Kakek tahu kalau Nenek mencintainya. Nenek juga tahu kalau Kakek mencintai Nenek. Jadi, Nenek tidak perlu menanam 1000 kuntum bunga matahari seperti dalam kisah itu buat membuktikan perasaan Nenek.
“Nenek juga tidak tahu, kisah ini benar-benar nyata atau tidak. Tetapi yang jelas, Nenek sangat menghargai pengorbanan gadis itu untuk cintanya.”
“Nek, Nenek sayang nggak sama Kakek?”
Nenek tidak menjawab. Ia hanya tersenyum. Senyum paling indah yang pernah Ariel lihat di wajah neneknya selama ini. Dan Ariel sama sekali tidak perlu bertanya sekali lagi dan meminta Nenek mengartikan senyumannya itu.
“Nek, waktu Kakek meninggal, Nenek sedih nggak?”
“Sedih…” jawab Nenek sabar. “Tetapi kematian kan bukan manusia yang mengatur. Manusia adalah milik Tuhan. Cepat atau lambat, pada akhirnya manusia juga akan tetap kembali kepada Tuhan.”
“Jadi sekarang Nenek nggak sedih lagi? Biar Kakek sudah nggak bisa sama-sama Nenek lagi?”
Nenek menggeleng, ditatapnya mata Ariel dalam-dalam. “Semua bunga matahari ini adalah pengganti Kakek. Orang lain mungkin nggak menyadarinya, karena cuma Nenek yang tahu arti bunga matahari ini dalam hidup Nenek dan Kakek.”
“Memangnya apa arti bunga matahari bagi Kakek?”
“Ketika Kakek tahu hidupnya tidak akan lama lagi, Kakek bilang, Kakek ingin sekali jadi bunga matahari. Ariel tahu kenapa? Karena Kakek bilang, bunga matahari seperti mengajarkan ketegaran dalam hidup. Mengajarkan bahwa kita harus selalu mendongakkan kepala menatap Sang Mentari, menyongsong hari esok, seberat apa pun perkara hidup yang kita hadapi dalam hidup kita.
“Karena itulah, Nenek tidak sedih lagi ketika Kakek meninggal. Lagipula, Kakek sebenarnya tidak pernah sekali pun meninggalkan Nenek. Kakek selalu bersama-sama dengan Nenek. Karena Kakek selalu hidup di sini…” Nenek menunjuk dadanya. “Kakek senantiasa hidup di hati Nenek, asalkan Nenek tidak akan pernah melupakannya.”
Ariel merangkul neneknya dengan penuh kasih sayang.
“Suatu hari nanti, Ariel juga mau menanam bunga matahari. Biar Ariel bisa menemukan orang yang Ariel sayangi. Selain itu, Ariel juga mau belajar seperti Kakek yang selalu berani menyongsong hari depan biar seberat apapun masalah yang Ariel hadapi.”
“Gadis itu meninggal, Nek?” Ariel menatap Neneknya dengan mata berkaca-kaca.
Nenek menggangguk pelan.
“Ya, gadis itu meninggal. Setelah gadis itu meninggal, perlahan-lahan penyakit pria itu membaik. Dia sangat bersedih karena tidak pernah menyadari perasaan gadis itu. Karena itulah, dia memakamkan gadis itu di antara 1000 kuntum bunga matahari yang ditanam gadis itu… dan mengenang gadis itu seumur hidupnya.”
“Pria itu cinta nggak sama gadis itu?”
“Tentu saja…” Nenek mengangguk. Dipandanginya Ariel dengan penuh kasih. “Ariel suka kisah ini nggak?”
Ariel mengangguk cepat dan secepat itu pula dia kemudian menggeleng.
“Tapi Ariel nggak suka gadis itu meninggal…”
“Nenek juga tidak.” Nenek mengangguk lagi, menyetujui pendapat cucunya. “Tapi ini kan cuma legenda.”
“Nek, kalau Ariel sudah besar nanti, kalau Ariel suka sama seseorang, Ariel nggak akan diam aja. Ariel mau orang itu tahu kalau Ariel suka sama dia. Ariel nggak mau kayak gadis itu.”
Nenek mengusap pipi Ariel dengan lembut. Tak sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya.
“Nek, Nenek tanam bunga matahari nggak buat Kakek?”
“Iya, tapi tidak 1000 kuntum seperti dalam legenda.” Nenek tersenyum lembut. “Dan Nenek tidak menanamya sendirian. Nenek menanamnya bersama Kakek.”
“Kenapa? Apa karena cerita di dalam legenda itu berakhir tragis?”
“Bukan. Karena Nenek jauh lebih beruntung dari pada gadis itu. Kakek tahu kalau Nenek mencintainya. Nenek juga tahu kalau Kakek mencintai Nenek. Jadi, Nenek tidak perlu menanam 1000 kuntum bunga matahari seperti dalam kisah itu buat membuktikan perasaan Nenek.
“Nenek juga tidak tahu, kisah ini benar-benar nyata atau tidak. Tetapi yang jelas, Nenek sangat menghargai pengorbanan gadis itu untuk cintanya.”
“Nek, Nenek sayang nggak sama Kakek?”
Nenek tidak menjawab. Ia hanya tersenyum. Senyum paling indah yang pernah Ariel lihat di wajah neneknya selama ini. Dan Ariel sama sekali tidak perlu bertanya sekali lagi dan meminta Nenek mengartikan senyumannya itu.
“Nek, waktu Kakek meninggal, Nenek sedih nggak?”
“Sedih…” jawab Nenek sabar. “Tetapi kematian kan bukan manusia yang mengatur. Manusia adalah milik Tuhan. Cepat atau lambat, pada akhirnya manusia juga akan tetap kembali kepada Tuhan.”
“Jadi sekarang Nenek nggak sedih lagi? Biar Kakek sudah nggak bisa sama-sama Nenek lagi?”
Nenek menggeleng, ditatapnya mata Ariel dalam-dalam. “Semua bunga matahari ini adalah pengganti Kakek. Orang lain mungkin nggak menyadarinya, karena cuma Nenek yang tahu arti bunga matahari ini dalam hidup Nenek dan Kakek.”
“Memangnya apa arti bunga matahari bagi Kakek?”
“Ketika Kakek tahu hidupnya tidak akan lama lagi, Kakek bilang, Kakek ingin sekali jadi bunga matahari. Ariel tahu kenapa? Karena Kakek bilang, bunga matahari seperti mengajarkan ketegaran dalam hidup. Mengajarkan bahwa kita harus selalu mendongakkan kepala menatap Sang Mentari, menyongsong hari esok, seberat apa pun perkara hidup yang kita hadapi dalam hidup kita.
“Karena itulah, Nenek tidak sedih lagi ketika Kakek meninggal. Lagipula, Kakek sebenarnya tidak pernah sekali pun meninggalkan Nenek. Kakek selalu bersama-sama dengan Nenek. Karena Kakek selalu hidup di sini…” Nenek menunjuk dadanya. “Kakek senantiasa hidup di hati Nenek, asalkan Nenek tidak akan pernah melupakannya.”
Ariel merangkul neneknya dengan penuh kasih sayang.
“Suatu hari nanti, Ariel juga mau menanam bunga matahari. Biar Ariel bisa menemukan orang yang Ariel sayangi. Selain itu, Ariel juga mau belajar seperti Kakek yang selalu berani menyongsong hari depan biar seberat apapun masalah yang Ariel hadapi.”
Nenek tersenyum dan mengecup kening
Ariel dengan penuh kasih sayang. Lambat-lambat air mata menitik dari
kedua sudut matanya, mengalir membasahi pipinya yang dipenuhi banyak
kerutan. Namun senyum belum hilang dari wajahnya yang berlumur
keletihan. Senyum yang penuh kehangatan dan cinta kasih.
Ariel tahu senyum itulah yang senantiasa terukir di wajah Nenek sampai selang seminggu kemudian Nenek meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Ariel tidak menangis. Karena dia percaya apa yang pernah dikatakan Nenek kepadanya saat itu. Dia tidak akan pernah kehilangan Nenek. Nenek cuma tidak bisa lagi dilihat langsung olehnya, tetapi Nenek akan senantiasa tetap hidup di dalam hatinya asalkan dia tidak pernah melupakan Nenek.
Tatkala menghadiri upacara pemakaman Nenek, Ariel semakin merasakan seberapa besar cinta Nenek pada Kakek, karena Nenek dimakamkan tepat di samping makam Kakek dengan hamparan bunga matahari di sekeliling makam mereka sebagai pelambang cinta mereka yang tidak akan pernah usai meski maut jadi pemisah….
Ariel tahu senyum itulah yang senantiasa terukir di wajah Nenek sampai selang seminggu kemudian Nenek meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Ariel tidak menangis. Karena dia percaya apa yang pernah dikatakan Nenek kepadanya saat itu. Dia tidak akan pernah kehilangan Nenek. Nenek cuma tidak bisa lagi dilihat langsung olehnya, tetapi Nenek akan senantiasa tetap hidup di dalam hatinya asalkan dia tidak pernah melupakan Nenek.
Tatkala menghadiri upacara pemakaman Nenek, Ariel semakin merasakan seberapa besar cinta Nenek pada Kakek, karena Nenek dimakamkan tepat di samping makam Kakek dengan hamparan bunga matahari di sekeliling makam mereka sebagai pelambang cinta mereka yang tidak akan pernah usai meski maut jadi pemisah….
http://sasakala.wordpress.com
0 comments:
Posting Komentar