Kisah ini terjadi pada masa Dinasti Qin
(清朝 Chao Qing, 221SM-206SM). Ada seorang tua bernama Meng (孟 meng) yang
hidup bersama istrinya di Negara bagian selatan Tingkok. Pada musim
semi, Meng menabur biji benih labu di halaman rumahnya. Labu tumbuh
sedikit demi sedikit, merambat sampai dinding dan masuk halaman
tetangga.
Tetangganya yang bernama Jiang, juga
sama dengan Meng yaitu sama-sama tidak mempunyai anak. Mereka
bersama-sama menyiram dan merawat pohon labu setiap hari sehingga pohon
ini tumbuh besar dan menghasilkan buah yang cantik pada musim gugur.
Kemudian Jiang memetik buah Labu
tersebut dan membaginya sama rata. Betapa terkejutnya mereka ketika
memotong buah Labu tersebut, dari labu itu muncul seorang gadis cantik
yang sedang berbaring.
Mereka sangat senang karena sekarang
telah memiliki seorang anak, mereka sangat mencintainya dan memberi nama
Meng Jiangnu (nǚ meng jiang 孟姜女), yang berarti putri Meng dan Jiang.
Seiring waktu, Meng Jiangnu tumbuh dan
menjadi gadis muda yang cantik. Dia sangat cerdas dan rajin. Ia merawat
Meng dan Jiang, mencuci pakaian dan melakukan pekerjaan rumah.
Orang-orang tahu Meng Jiangnu adalah gadis baik dan mereka sangat
menyukainya. Suatu hari saat bermain di halaman, Meng Jiangnu melihat
seorang pemuda bersembunyi di kebun. Dia memanggil orang tuanya, dan
pemuda itu akhirnya keluar.
Pada waktu itu, Kaisar Qin Shihuang
(Qin shǐ 秦始皇 Huang, kaisar pertama Qin) mengumumkan untuk membangun
Tembok Besar (长城 chang cheng). Jadi banyak pria ditangkap oleh para
pejabat untuk kerja paksa dalam pembuatan tembok besar tersebut. Fan
Xiliang (Fan xǐ Liang 范喜良) adalah seorang terpelajar dan sangat takut
ditangkap, jadi ia pergi ke kebun penduduk untuk bersembunyi, ternyata
ia ditemukan oleh Meng Jiangu.
Orangtua Meng Jiangnu, yaitu Meng dan
Jiang menyukai pemuda ini, tampan, jujur, dan ramah. Mereka memutuskan
untuk menikahkan putri mereka dengannya. Baik Fan Xiliang dan Meng
Jiangnu menerima dengan gembira, beberapa hari kemudian mereka
melangsungkan pernikahan. Namun, tiga hari setelah perkawinan mereka,
pejabat tiba-tiba datang dan mengambil paksa Fan Xiliang untuk membangun
Tembok Besar di utara Tingkok.
Ini adalah masa yang sulit bagi Meng
Jiangnu, Dia sangat merindukan suaminya, hampir setiap hari dia
menangisi kepergiannya. Ia lalu membuat baju hangat untuk suaminya dan
memutuskan pergi mencarinya. Berpamitan dengan orangtuanya, mengemas
perbekalan dan memulai perjalanan yang panjang. Berjalan siang dan
malam, naik-turun gunung, menyeberangi sungai, tergelincir dan jatuh
berkali-kali. Akhirnya, dia sampai di kaki Tempok Besar, sekarang
bernama Tonggak Shabhaiguan (shan hǎi Guan 山海关).
Saat itu juga, dia bertanya tentang
keberadaan suaminya kepada para pekerja disana. Setelah bertanya
kesana-kesini dia mendapatkan berita buruk bahwa suaminya telah tewas
karena kerja paksa tersebut dan dimakamkan di Tembok Besar! Meng Jiangnu
tidak bisa menahan tangis. Ia terduduk di tanah dan menangis
tersedu-sedu.
Tiba-tiba dengan suara yang luar biasa,
sepanjang 400 kilometer (248 mil) Tembok Besar runtuh bersamaan dengan
ratapan tangis Meng Jiangnu. Para pekerja dan penjaga terheran-heran.
Kaisar Qin Shihuang tepat saat itu sedang meninjau Tembok Besar, dia
marah dan siap menghukum Meng Jiangnu.
Namun, pada pandangan pertama Kaisar
Jiangmu langsung jatuh hati melihat kecantikan Meng Jiangnu. Alih-alih
membunuhnya, Kaisar malah meminta Meng Jiangnu menikah dengannya.
Menahan amarah, Meng Jiangu setuju tapi dengan tiga syarat.
Syarat pertama adalah Kaisar harus
menemukan jenazah Fan Xiliang suaminya. Kedua, mengadakan pemakaman
kenegaraan bagi suaminya dan yang terakhir memakai tanda hitam sebagai
tanda bergabung serta menghadiri pemakaman secara pribadi. Kaisar
berpikir sejenak dan dengan setengah hati menyetujuinya. Setelah semua
persyaratan dilaksanakan oleh Kaisar, ia sudah bersiap untuk membawa
putri cantik ini ke istananya. Namun ketika pengawal lengah, Meng
Jiangnu berbalik dan melompat ke Laut Bohai (bo hǎi 渤海).
Kisah Tangisan Pahit Meng Jiangnu,
menceritakan tentang kerja keras rakyat Tiongkok, memperlihatkan sistem
yang kejam pada masa pemerintahan Qing Shinhuang. Untuk mengenang Meng
Jiangnu, dibangun sebuak kuil bernama Kuil Jiangnu beserta patungnya di
kaki Tembok Besar dan cerita ini telah diwariskan dari generasi ke
generasi. (Erabaru/ngrh)
0 comments:
Posting Komentar