Pages

Subscribe:
Tampilkan postingan dengan label CERITA WAYANG. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label CERITA WAYANG. Tampilkan semua postingan

Selasa, 18 Agustus 2015

25. PRABU KRESNA.


  Gambar-207: KRESNA (BOTOH)
 
Gambar-208: KRESNA (SURAK)
 
Gambar-209: PRABU KRESNA (RONDON)
   
Gambar-210: PRABU KRESNA (MANGU)
  
Gambar-211: PRABU KRESNA (JAGONG)

 Gambar-212: PRABU KRESNA (MAWUR)
 
Gambar-213: KRESNA (BOTOH PRADAN)
Nama lain dari Prabu Kresna adalah Harimurti, Padmanaba. Sebelum menjadi raja di negara Dwarawati bernama Raden Narayana. Mempunyai beberapa senjata antara lain Cakra sebagai bukti titisan Batara Wisnu Dewa yang berwenang membagi kebahagiaan. Kembang Wijayakusuma yang bisa menghidupkan orang mati bukan takdir. Jika murka Prabu Kresna bisa bertriwikrama berubah menjadi Brahalasewu seperti Batara Wisnu.
Dalam lakon “Kresna Gugah” Brahala yang sedang tidur membawa senjata Cakra diceritakannya, siapa yang dapat membangunkannya akan menang dalam perang Baratayuda. Maka berusahalah pihak Korawa maupun Pandawa, namun pihak Korawa sia-sia belaka karena jiwa Kresna telah meninggalkan badan wadaknya dan naik ke Kahyangan untuk berunding dengan para Dewa perihal perang Baratayuda. Hanya Arjuna saja yang tahu dan bisa menyusul ke Kahyangan. Jiwa Prabu Kresna kembali ke tubuhnya yang berupa Brahala dan terbangunlah ia dari tidurnya. Terbukti juga Pandawa yang menang dalam perang Baratayuda.
Dalam lakon "Kresna Duta". Prabu Kresna murka pada waktu dikeroyok oleh Korawa di Alun-alun Astina. Bertriwikrama menjadi Brahala juga, dan akhirnya diredakan oleh Batara Surya Dewa Matahari.
            Masih banyak lakon-lakon lain yang disanggit oleh para Dalang, umpamanya lakon “Kresna Boyong”. Jalannya pakeliran dapat didengarkan dalam rekaman kaset wayang yang dibawakan oleh seorang Dalang yang sudah cukup terkenal.
Senjatanya yang lain berwujud Sangkala/terompet yang bernama Pancajanya, kaca paesan untuk melihat peristiwa yang sedang terjadi dan akan terjadi. Aji yang dimiliki antara lain Aji Pameling, Aji Pangabarandan Aji Kawrastawan.
Empat orang permaisurinya antara lain Dewi Jembawati berputra Raden Samba dan Gunadewa (berwujud kera dan ikut kakeknya Jembawan), Dewi Rukmini berputra Saranadewa (berwujud raksasa) dan Partadewa, Dewi Setyaboma berputra Raden Setyaka, Dewi Pertiwi berputra Bambang Suteja dan Dewi Sundari.
Wayang Prabu Kresna yang dikeluarkan waktu sore bermuka agak tunduk disungging warna hitam badan diprada, yang dikeluarkan pada waktu pagi badannya disungging warna hitam. Ini semua tergantung Ki Dalang yang membawakannya. Prabu Kresna berwanda: 1.Gendreh, 2.Rondon, 3.Mawur, 4.Mangu, 5.Botoh, 6.Surak dan 7.Jagong. Di sini ditunjukkan tujuh macam wayang Prabu Kresna,  dengan wanda yang berbeda, yaitu Botoh, Surak, Rondon, Mangu, Jagong dan Mawur.

Selasa, 27 Mei 2014

KESETIAN DEWABRATA


Bharatayudha (5) Timpalan – Burisrawa Gugur

l and Intangible Heritage of Humanity
Prabu Matswapati Tanya kepada Raden Wrekudara bagaimana dalam menghadapi Prabu Partipa, Raden Wrekudara bilang bahwa Prabu Pratipa sudah gugur beserta gajahnya Kyai Jayamaruta. Belum nyampai selesai dalam berbicara, Patih Udakawara datang, melaporkan bahwa Ngastina sudah ada senopati lagi yaitu raden Harya Burisrawa dan Senopati Pendamping Raden Windandini.

Prabu Matswapati minta petunjuk kepada Prabu Kresna, siapa tandingannya, tiada lain adalah raden Harya Sencaki Romo Prabu. Sebetulnya Raden Harya Wrekudara tidak setuju bila Raden Harya Sencaki yang mnejadi tandingannya. Sebaiknya saya saja, karena yang sama-sama tingginya, perkasanya. Tetapi Bathara Kresna tetap menunjuk Raden Harya Sencaki, karena sebelumnya keduanya sudah ada perjanjian, bila Baratayuda terjadi akan saling ketemu sebagai tandingannya. Akhirnya Raden Wrekudara setuju tapi dengan satu syarat asalkan kuat menerima lemparan gada dari Raden Wrekudara.
Akhirnya antara Raden Wrekudara dengan Raden Harya Sencaki terjadi lempar-lemparan gada. Raden Harya Sencaki dinilai kuat menerima lemparan gada dari Harya Wrekudara dan kuat melempar, akhirnya Raden Harya Wrekudara setuju bila sebagai tandingannya Raden Burisrawa Raden Sencaki. Setelah minta do’a restu kepada Prabu Matswapati dan yang hadir, Raden Harya Sencaki segera berangkat ke medan perang.
Dari kejauhan sudah terdengar tantangan-tantangan dari prajurit-prajurit Ngastina, raden Janaka yang kadang masih lupa ingatannya karena masih sedih akibat kematian abimanyu, ketemu dengan Senopati Pendamping Raden Windandini, terjadi pertempuran, sama-sama kuatnya, tetapi Raden Janaka melepaskan Jemparing, gugurlah Raden Windandini.
Raden Sencaki sudah saling menyapa dengan Raden Harya Burisrawa. Sama-sama puasnya bisa ketemu untuk bertanding sesuai dengan janjinya.
Terjadi pertempuran sengit, Raden Sencaki semakin lama semakin menurun staminanya, kewalahan menghadapi keerkasaannya Raden Burisrawa.
Prabu Bathara Kresna melihat Adindan Raden Harya Sencaki kerepotan dalam menghadapi musuh, lalu memerintahkan kepada Raden Janaka supaya Njemparing rambut yang dipegangnya, tapi rambut yang dipegang sejajar dengan lehernya Raden Burisrawa.
Akhirnya Raden Janaka melepaskan jemparing pasopati, karena Raden Janaka kadang masih lupa ingatan, jemparing meleset kena pinggir tidak kena tengah-tengah, rambut tatas putus bablas mengenai bau Raden Burisrawa sampai timpal, maka tema ini juga disebut TIMPALAN.
Sesudah Raden Burisrawa kena pasopati, Raden Sencaki melepaskan jemparing kena lehernya Raden burisrawa sampai putus, akhirnya gugur di palagan Raden Burisrawa.
Raden Sencaki besar kepala karena bisa membunuh Raden Burisrawa akhirnya sombong tidak tahunya pada waktu Raden Sencaki kerepotan dalam perang telah dilepasi pasopati oleh Raden Janaka, yang membuat Raden Burisrawa lemah karena timpal baunya. Lalu Raden Sencaki mudah keluar dari cengkraman musuh akhirnya melepaskan jemparing sampai gugur Raden Burisrawa terkena lehernya. Padahal sebelumnya sudah mendapat perhatian dari Bathara Kresna, jangan sombong. Tetapi karena merasa menang dalam pertandingan melawan Raden Burisrawa, sampai tidak ingat kata welingnya Prabu Bathara Kresna jangan sombong.
Setelah tahu Raden Sencaki sombong Prabu Bathara Kresna mendekati dan menceritakan apa adanya tentang gugurnya Burisrawa. Raden Sencaki merasa malu, diam saja lalu pergi meninggalkan Prabu Bathara Kresna tanpa minta ijin.
Para prajurit dari Ngastina tahu yang tadinya Raden Burisrawa unggul dalam peperangan tapi baunya bisa timpal lalu pada bilang kalau Pandawa curang dalam peperangan.
Prabu Bathara Kresna mendengar berita bahwa pandawa curang dalam peperangan, akhirnya mendekati para Kurawa memberi keterangan bahwa timpalnya bau dari harya Burisrawa tidak ada unsur kesengajaan. Itu kena pasopati pada waktu Raden Janaka gladi melepas jemparing.
Prabu Salya marah akan membunuh para Pandawa, tetapi dihalang-halangi Patih Harya Sengkuni, supaya mundur melaporkan bahwa Raden Burisrawa gugur di medan perang.
SUMBER:WAYANG.WORDPRES.COM

Jati Diri Kepemimpinan Kresna (15) Permusuhan Narayana dengan Kangsa


Dewi Maherah yang sedang hamil tua tidak jadi dibunuh oleh
Harya Prabu Rukma. Ia ditolong Bagawan Anggawangsa
dan diajak ke pertapaan Wisarengga. (karya herjaka HS 2008)

Kresna banyak terlibat dalam beberapa cerita, berkedudukan sebagai tokoh sampingan, tokoh pelengkap dan tokoh utama. Berikut ini beberapa cerita yang melibatkan Kresna sabagai tokoh utama. Cerita permusuhan Narayana dengan Kangsa dimuat dalam beberapa cerita atau lakon. Antara lain dalam cerita Kangsadewa, Kangsa Adu Jago dan Kangsa Adu-adu. Isi ketiga cerita itu hampir sama, yaitu cerita sejak Kangsa merebut atau meminta Kerajaan Mandura dari kekuasaan Basudewa. Kemudian kerajaan itu berhasil direbut kembali oleh Kakrasana (nama Baladewa sewaktu muda) dan Narayana (nama Kresna sewaktu muda). Isi ringkas yang dimuat dalam cerita Kangsadewa sebagai berikut:
Pada suatu ketika Raja Basudewa pergi berburu ke Hutan Kumbina. Sepeninggal raja ke hutan, datanglah raja Gorawangsa dari Negara Guwabarong yang menyamar wujud Basudewa masuk ke istana Mandura. Basudewa palsu tersebut berhasil memikat isteri Basudewa asli yang bernama Maherah.
Dikisahkan bahwa Basudewa yang sedang dalam medan perburuan di hutan berhasil membunuh harimau putih dan naga. Namun hati Sang Raja merasa tidak enak, lalu menyuruh Harya Prabu Rukma kembali ke istana untuk menyelidiki jika ada hal-hal yang tidak beres. Ternyata benar apa yang dikhawatirkan Raja Basudewa. Istana keputrian kemasukan penjahat yang menyamar sebagai Basudewa dan berhasil menggauli Maherah. Basudewa palsu berhasil dimusnahkan oleh Harya Prabu Rukma sehingga kembali berwujud Gorawangsa.
Harya Prabu Rukma kembali ke hutan Kumbina, melapor peristiwa yang terjadi di istana. Setelah mengerti perbuatan Gorawangsa dengan Maherah, raja Basudewa menyuruh agar Maherah dibunuhnya. Harya Prabu Rukma mendapat tugas untuk membunuhnya. Maherah dibawa ke hutan. Namun setelah sampai di hutan, Harya Prabu Rukma tidak sampai hati membunuh Maherah, lalu ditinggalkannya ia di tengah hutan.
Sepeninggal Harya Prabu Rukma, Bagawan Anggawangsa datang dan membawa Maherah ke Pertapaan Wisarengga. Di pertapaan, Maherah melahirkan bayi laki-laki berujud raksasa. Setelah melahirkan, Dewi Maherah meninggal dunia. Bayi itu diberi nama Kangsa, yang dipelihara sampai dewasa.
Setelah dewasa Kangsa menanyakan ayahnya kepada Bagawan Anggawangsa. Sang Begawan menerangkan bahwa Kangsa adalah anak Maherah, isteri raja Mandura. Diceritakan bahwa ibu Kangsa meninggal setelah melahirkan, dan Kangsa dipungut oleh Bagawan Anggawangsa. Kemudian Kangsa diminta pergi ke Mandura.
Suratimantra yang berkuasa di Guwabarong hendak membalas kematian Gorawangsa, ingin menghancurkan kerajaan Mandura. Ia kemudian menyiapkan prajurit untuk menyerang kerajaan Basudewa.
Kangsa sampai di Gowardana dan berjumpa dengan Ugrasena. Kangsa berkata ingin menghadap raja Basudewa. Dengan kata-kata manis Ugrasena berjanji akan menghantar Kangsa menghadap raja, tetapi diminta supaya mengusir musuh yang menyerang kerajaan Mandura. Kangsa menyanggupinya. Ia lalu pergi melawan perajurit Suratimantra. Setelah Suratimantra tahu yang dihadapi Kangsa, ia mengira Kangsa adalah anak Gorawangsa. Suratimantra menyerah tanpa berperang, lalu dibawa menghadap Basudewa. Ugrasena bercerita tentang musuh yang datang dan pimpinan perajurit bernama Suratimantra menyerah kalah. Basudewa gentar menghadapi Kangsa. Kangsa diaku anak dan dinobatkan menjadi Adipati Sengkapura bergelar Kangsadewa, sedangkan Suratimantra diangkat menjadi patih di Sengkapura.
Adipati Kangsadewa tahu bahwa raja Basudewa mempunyai tiga anak bernama Kakrasana, Narayana dan Bratajaya. Mereka diasuh oleh Demang Antagopa dan Nyai Sagopi di Widarakandang. Adipati Kangsadewa menyuruh Kala Akura dan para prajurit untuk menyerang Widarakandang, dan menangkap tiga anak Basudewa.
Prajurit Sengkapura yang dipimpin oleh Kala Akura menyerang Widarakandhang. Kebetulan Kakrasana dan Narayana sedang pergi ke pertapaan. Demang Anantagopa ditangkap dan dibunuh, namun Bratajaya dan Larasati berhasil dibawa lari oleh Nyai Sagopi. Nyai Sagopi, Bratajaya dan Larasati berjumpa Arjuna. Mereka minta perlindungan. Raksasa yang mengejar mereka musnah oleh Arjuna. Setelah bebas dari serangan raksasa mereka sepakat untuk mencari Kakrasana dan Narayana.
Kangsadewa ingin merebut tahta kerajaan Mandura. Suratimantra menyarankan agar mengajak mengadu manusia. Suratimantra sanggup menjadi jago, dan taruhannya negara. Kangsadewa menyetujui usul Suratimantra, lalu berkirim surat kepada raja Basudewa. Dalam surat itu Kangsadewa mengajak mengadu jago, taruhannya negara. Basudewa gentar menghadapi Kangsadewa, sehingga tanpa dipertimbangkan permintaan Kangsadewa disanggupinya. Harya Prabu Rukma diminta pergi mencari jago. Harya Prabu Rukma menyanggupinya, lalu mohon pamit akan mencari anak Pandhu. Di tengah perjalanan ia berjumpa dengan Bratasena yang sedang mencari Arjuna. Bratasena dibujuk oleh Harya Prabu Rukma untuk menjadi jago melawan Suratimantra. Bratasena pun sanggup diajak ke Mandura.
R.S. Subalidinata
sumber:wayang.wordpres.com

Jati Diri Kepemimpinan Kresna (12) Mendapat Menantu

Rukmini merasa tentram di dalam pelukan
Narayana atau Kresna, seorang Raja titisan Wisnu
(karya Herjaka HS 2008)
Raja Bismaka duduk di atas singgasana, dihadap oleh Yudhistira, Bima, Nakula, Sadewa serta para menteri Negara Kumbina. Tidak beberapa lama, datanglah raja Duryodana mengawal Pendeta Drona, untuk melamar Dewi Rukmini. Raja menerima kedatangan mereka dengan hormat. Setelah mengutarakan maksudnya, Raja Bismaka memohon agar wakil dari pelamar yang dipimpin oleh Duryodana menebak makna teka-teki sayembara. Pendeta Drona menjelaskan makna teka-teki. Jawaban Pendeta Drona dianggap benar oleh raja Bismaka. Pendeta Drona disambut oleh raja, supaya masuk ke Taman Keputren, dikawal oleh Rukmana.
Rukmini menjadi kebingungan dan bersedih hati. Ia menganggap jawaban Pendeta Drona tidak benar, maka ia menangis di hadapan ibunya. Ia tidak bersedia dikawinkan dengan pendeta tua itu. Rukmana datang menghantar Pendeta Drona, Rukmini lari ketakutan. Rukmana kembali menghadap raja. Pendeta Drona hendak memeluk permasuri raja yang dikiranya Rukmini. Permaisuri pun lari menyembunyikan diri.
Rukmini meninggalkan istana Keputren, masuk ke Taman. Di Taman ia melihat Narayana, lalu didekatinya untuk minta perlindungan. Rukmini bercerita bahwa dirinya tidak bersedia diperisteri Pendeta Drona, karena ia telah jatuh cinta kepada Narayana. Narayana menyambut dengan senang hati dan sanggup melindunginya.
Pendeta Drona tiba di Taman. Narayana menyongsongnya dalam wujud raksasa besar. Narayana tiwikrama, melangkah menyergap sang pendeta. Pendeta Drona lari ketakutan, menghadap raja Bismaka dan berkata bahwa raksasa besar masuk di Taman dan membawa lari Rukmini.
Raja Bismaka mendengar laporan peristiwa dalam istana, lalu meminta bantuan Yudhistira dan Duryodana. Warga Korawa dan Pandhawa berusaha melawan raksasa besar itu. Raksasa mengamuk, Patih Sengkuni lari bersama warga Korawa. Yudhistira didorong-dorong maju menyerang, tetapi hanya diam, berdiri memandang lawannya. Bima cepat-cepat menyambut raksasa, sehingga sang raksasa mundur sembunyi di Taman. Bima pun menyerang tapi raksasa menghilang. Bima merusak Taman, mencari raksasa. Pandhawa dan Korawa yang hadir di Kumbina tidak mampu melawan raksasa besar itu.
Raja Bismaka berunding dengan Yudhistira, mereka menyayangkan ketidak hadiran Harjuna. Nakula disuruh mencarinya lalu kembali ke Ngamarta. Arjuna sedang menghadap Kunthi, lalu diberitahu oleh Nakula hal-ikhwal yang terjadi di Kumbina. Arjuna diminta menolong keselamatan negara Kumbina. Arjuna dan Nakula pin berangkat bersama menuju Kumbina.
Raja Bismaka menyambut kedatangan Arjuna. Setelah diberitahu maksud panggilannya, Arjuna pergi ke taman, tempat raksasa bersembunyi. Terjadilah perkelahian antara Arjuna dan Raksasa. Raksasa menghilang, dan dikabarkan mati oleh Arjuna..
Raja Duryodana tahu bahwa raksasa itu sebenarnya Kresna, lalu menyuruh agar Korawa menggempur Randhukumbala di Dwarawati. Sumbadra dan Udawa sedang asyik membicarakan kepergian Narayana. Warga Korawa datang menyerang, tetapi diusir oleh Udawa. Kemudian Arjuna datang menemui mereka berdua. Arjuna minta agar Udawa mencari Narayana, sebab akan dikawinkan dengan Rukmini di Kumbina. Sepeninggal Udawa ke Kumbina, Arjuna bercerita kepada Sumbadra bahwa Narayana mati dibunuhnya, karena melakukan pencurian di Kumbina. Sumbadra marah, lalu Arjuna diserangnya. Arjuna menyerah lalu diikat dan dibawa ke Kumbina. Sumbadra hendak menuntut kematian Narayana. Arjuna dan Rukmini harus dihukum mati karena mereka penyebab kematian kakaknya
Udawa menemui Kakrasana, lalu diajak pergi ke Kumbina, menunggui perkawinan Narayana dan Rukmini. Mereka menuju ke Kumbina.
Sumbadra menghadap raja Bismaka, menyerahkan Arjuna. Ia menuntut hukuman mati bagi Arjuna dan Rukmini. Raja menerima tuntutan Sumbadra, lalu disuruh menghadap permaisuri raja, minta agar Rukmini diserahkan kepadanya. Permaisuri raja menjawab bahwa Rukmini bersembunyi di Taman. Sumbadra datang ke Taman membawa keris terhunus. Dilihatnya Rukmini sedang duduk bersedih hati di Taman. Sumbadra mendekatinya, minta agar Rukmini menyerahkan diri. Setelah mengerti kedatangan dan maksud Sumbadra, Rukmini menyerah dan minta segera dibunuh. Ketika keris hendak ditikamkan ke dada Rukmini, Narayana datang menahannya. Sumbadra tercengang, Narayana ternyata tidak mati. Narayana minta agar Sumbadra dan Rukmini meninggalkan Taman.
Raja Duryodana datang menemui raja Bismaka, minta agar Pendeta Drona segera dikawinkan dengan Rukmini. Permaisuri berkata bahwa Rukmini tinggal di Taman. Warga Korawa pergi ke Taman tetapi tidak menemukan Rukmini, karena Rukmini dibawa lari Narayana. Warga Korawa mengamuk, Bima diminta memadamkan amukan itu. Warga Korawa berhasil diusir pergi dari Kumbina. Arjuna disuruh mencari Rukmini. Setelah bertemu, maka Arjuna, Rukmini dan Sumbadra menghadap raja Bismaka. Raja telah dihadap oleh Kakrasana, Yudhistira, Bima, Nakula, Sadewa dan warga Kumbina. Rukmini ditanya oleh raja, sungguhkah ia jatuh cinta kepada Narayana. Permasuri bercerita, bahwa telah lama anak perempuannya menerima balasan cinta dari Narayana. Permaisuri menginginkan menantu jelmaan Wisnu.
Kakrasana atas nama orang tua dan saudara minta maaf atas kesalahan adiknya. Kemudian, minta kerelaan raja untuk memperisterikan Rukmini dangan Narayana.
Raja Bismaka berkenan, Rukmini dan Narayana disambut dengan pesta perkawinan di Kumbina. (Sumber: Serat Padhalangan Ringgit Purwa. Jilid 23:3-8)
(RS. Subalidinata)
sumber:wayang.wordpres.com

Jati Diri Kepemimpinan Kresna (10) Mendung Kelabu di Langit Mandura


Dewi Mahera dibuang di hutan (karya ke-1.840, Herjaka HS, 2008)

Di antara tiga isteri Basudewa yang cantik-cantik, yaitu Dewi Rohini, Dewi Dewaki dan Dewi Mahera, Dewi Maheralah yang paling mempunyai daya tarik. Oleh karenanya banyak raja yang mengincar Dewi Mahera. Dewi Mahera meyadari akan hal itu, namun ia tidak tahu pasti kejadian yang akan menimpa dirinya. Di suatu sore ketika sedang berbincang-bincang dengan para abdi, Dewi Mahera mengatakan sedih, selalu berdebar-debar, cemas dan khawatir akan keselamatan suaminya, raja Basudewa, yang sedang berada dalam perburuan. Dalam suasana yang demikian itu tiba-tiba datang Basudewa palsu. Mahera terkejut, sebab kedatangan raja tidak seperti biasanya yang memakai upacara penyambutan. Rasa heran Dewi Mahera belum terjawab, ketika Basudewa palsu berkata, bahwa ia tiba-tiba ingat isterinya dan merindukannya, ia ingin segera pulang dan mencumbu sepuasnya. Dewi Mahera tidak dapat berbuat banyak, walaupun perasaannya mengatakan lain, namun yang dihadapi adalah Basudewa, suaminya. Maka akhirnya mereka berdua melepas rasa rindu sebagai suami isteri.
Harya Prabu Rukma, yang diperintah raja untuk pulang dan mengawasi istana, datang mengelilingi istana. Ketika sampai di Keputren ia menjadi heran sebab raja Basudewa berada di istana Keputren. Lama ia berpikir, kemudian tumbuh rasa curiga. Harya Prabu Rukma berseru, memanggil-manggil isteri raja dari luar. Maka terjadilah pertengkaran mulut antara Basudewa palsu dengan Harya Prabu Rukma. Setelah yakin bahwa Basudewa yang masuk di Keputren tersebut adalah Basudewa palsu atau penjahat, menyeranglah Harya Prabu Rukma. Terjadilah perkelahian hebat. Harya Prabu Rukma melepaskan anak panah. Terkena anak panah tersebut, seketika hilanglah wujud Basudewa dan menjadi Gorawangsa. Maka Gorawangsa mengamuk di kerajaan Mandura. Namun pada akhirnya raja rasaksa itu mati terbunuh oleh panah Harya Prabu Rukma. Ditya Suksara turun dari angkasa, menyerang Harya Prabu Rukma. Tapi raksasa itu terkena panah rantai, tidak dapat bergerak, lalu menyerah kepada Harya Prabu Rukma. Harya Prabu Rukma memanggil patih Yudawangsa, lalu melaporkan peristiwa yang telah terjadi di istana tersebut. Patih Yudawangsa heran dan merasa bersalah karena sampai tidak tahu bahwa negara telah kedatangan musuh yang menyamar. Selanjutnya Harya Prabu Rukma mengikat dan membawa Ditya Suksara ke hutan perburuan untuk menghadap raja Basudewa.
Raja Basudewa sedang berbicara dengan Ugrasena tentang ilham dari dewa. Tidak lama kemudian datanglah Harya Prabu Rukma dengan membawa tawanan Ditya Suksara. Segala yang terjadi di kerajaan diceritakan kepada raja. Raja mengusut kehadiran Ditya Suksara di kerajaan Mandura. Ditya Suksara menceritakan kedatangan raja Gorawangsa yang ingin memperisteri raja Basudewa yang bernama Dewi Mahera. Ia minta ampun dan minta hidup. Bila ia tidak dibunuh, ia berjanji akan menyerahkan pusaka gada besi kuning kepada raja Basudewa. Raja Basudewa berkenan di hati. Ditya Suksara diberi ampun dan disuruh kembali ke negaranya. Kemudian raja segera pulang ke negara Mandura. Harya Prabu Rukma dan prajurit berbondong-bondong meninggalkan hutan untuk kembali ke kerajaan.
Raja Basudewa dihadap oleh para abdi istana. Para abdi dimintai keterangan tentang kejadian di dalam istana Keputren. Akhirnya diketahui hanya Mahera yang terkena kejahatan Gorawangsa. Raja menugaskan Harya Prabu Rukma untuk membunuh Mahera. Mahera dibawa ke hutan, diikuti dua abdi. Setelah sampai di hutan, Harya Prabu Rukma tidak sampai hati untuk membunuhnya. Mahera tidak bersalah, maka hanya ditinggalkannya di dalam hutan.
Harya Prabu Rukma kembali ke istana menghadap raja Basudewa. Dilaporkannya bahwa Mahera telah dibununhnya. Tiba-tiba datang Ditya Suksara menyerahkan gada pusaka. Raja berkenan. Ditya Suksara kembali ke negaranya.
Prajurit Gorawangsa kemudian datang menyerang kerajaan Mandura. Ugrasena ditugaskan memusnahkan para prajurit raksasa itu. Maka musuh pun tidak ada lagi.
Raja Basudewa hidup tenteram bersama dua isteri serta sanak saudaranya di Mandura.
RS Subalidinata. (Sumber : Lampahan Ringgit Purwa. Naskah Perpustakaan Reksapustaka Surakarta nomor D.79)
sumber:wayang.wordpres.com

Jati Diri Kepemimpinan Kresna (11) Cerita Perkawinan Kresna

Drona jatuh cinta kepada Rukmini, putri Prabu Bismaka,
raja Kumbina, hingga terbawa dalam mimpinya.
(karya herjaka HS 1842/2008)
Kresna dikenal mempunyai tiga isteri, yaitu Rukmini, Setyaboma dan Jembawati. Namun ada sebuah cerita yang menyebutkan bahwa Kresna juga beristeri Pertiwi. Rupanya pendapat itu berbaur dengan cerita perkawinan Wisnu dengan Pertiwi.
Dalam bab ini akan dibeberkan tiga cerita perkawinan Kresna, yaitu perkawinan Kresna dengan Rukmini, yang dikenal dengan judul Narayana Maling atau Kresna Kembang. Perkawinan Kresna dengan Setyaboma yang dikenal dengan judul Kresna Pujangga atau Alap-alapan Setyaboma. Perkawinan Kresna dengan Jembawati, yang sering diberi judul Narayana Krama.
Berikut ini ringkasan isi cerita tentang perkawinan Kresna.
1. Perkawinan Kresna dengan Rukmini.
Bismaka, raja Kumbina, mempunyai anak perempuan bernama Rukmini. Rukmini gadis cantik rupawan, sehingga banyak raja dan ksatria yang datang melamarnya. Namun lamaran itu belum diterima olehnya, sebab Rukmini jatuh cinta kapada Narayana yang sampai saat itu belum melamarnya. Rukmini dilamar juga oleh Pendeta Drona melalui Drona jatuh cinta kepada Rukmini, putri Prabu Bismaka, raja Kumbina, hingga terbawa dalam mimpinya. (karya herjaka HS 1842/2008) raja Duryudana, tetapi Rukmini berkeberatan. Untuk menolak lamaran Duryudana, Rukmini mengajukan sayembara. Bila Pendeta Drona dapat menjelaskan makna ungkapan “Sejatining Lanang” dan “Sejatining Wadon,” Rukmini sanggup diperisterinya. Rukmini berpendirian siapa yang mengerti makna ungkapan itu, itulah suaminya. Raja Bismaka mengumumkan pendirian Rukmini itu sebagai sayembara kepada semua pelamar, termasuk raja Duryodana.
Rukmana, anak raja Bismaka, disuruh memberi tahu kepada raja Duryudana di Ngastina. Setelah mendengar sayembara yang diminta oleh Rukmini, Pendeta Drona ingin menjelaskan ungkapan sayembara itu. Pendeta Drona berkata, bila ia berhasil mempersunting Rukmini, kerajaan Kumbina akan bersatu dengan Ngastina. Keluarga Pandhawa tidak akan minta bagian kerajaan Ngastina, karena hubungan persaudaraan mereka semakin erat. Raja Duryudana amat senang, maka keinginan Pendeta Drona didukung sepenuhnya. Pendeta Drona diijinkan pergi ke Kumbina, sejumlah warga Korawa disuruh membantunya. Pendeta Drona dan warga Korawa datang di Kumbina. Mereka dipimpin oleh raja Duryudana.
Raja Bismaka duduk di atas singgasana, dihadap oleh Patih Bisawarna, para menteri, hulubalang dan pembesar negara. Tengah mereka berbicara datanglah putra raja yang bernama Rukmana, kembali dari Ngastina dan Ngamarta. Rukmana melapor bahwa telah menjalankan tugas perintah raja, memberi tahu tentang sayembara kepada raja Duryudana dan mengundang kehadiran keluarga Pandhawa. Tidak lama kemudian Yudhistira, Bima, Nakula dan Sadewa datang menghadap raja. Arjuna tidak ikut hadir, karena bertugas menjaga negara.
Raja Bismaka memberitahu rencana perkawinan Rukmini dengan Pendeta Drona. Raja berkata, Rukmini sanggup diperisteri Pendeta Drona, bila teka–tekinya tepat ditebak maknanya. Sebelumnya warga Pandhawa telah tahu rencana perkawinan Rukmini dengan Pendeta Drona itu, maka kedatangan mereka telah membawa harta pesumbang berupa emas, ratna manikam dan pakaian kebesaran putri saja buatan Arjuna. Setelah selesai penyambutan, raja Bismaka dan Yudhisthira masuk ke istana. Bima, Nakula dan Sadewa diantar Rukmana ke balai peristirahatan. Mereka berjauhan dengan tempat tinggal warga Korawa. Kemudian Rukmana naik kuda memeriksa persiapan perhelatan, penghiasan istana dan kota sekitarnya.
Narayana berbincang-bincang dengan adiknya, Sumbadra. Sumbadra menyatakan kesedihan hatinya karena telah beberapa malam kakaknya selalu pergi sampai jauh malam. Narayana menjawab bahwa kepergiannya untuk berkunjung ke rumah para pegawai dan terhibur oleh macam-macam pertunjukan. Setiap Narayana hendak pergi, menangislah Sumbadra. Narayana menghiburnya, berlagu tembang kawi, bercerita kecantikan bidadari dan cerita yang lain. Setelah Sumbadra lengah tertidur, pergilah Narayana ke Kumbina, sedng Udawa disuruh menjaga adiknya.
Bagawan Abyasa di Wukir Retawu, duduk di wisma Wiyatasasana, dihadap para siswa. Sang Bagawan sedang menguraikan Aji Jaya Kawijayan. Tiba-tiba Arjuna datang bersama panakawan. Arjuna menghormat, lalu menyampaikan berita tentang sanak saudara dan rencana perkawinan putri Kumbina. Diceritakan bahwa sanak saudara telah hadir di Kumbina, dan Arjuna ingin menyepi di Wukir Retawu. Bagawan Abyasa tidak menyetujui sikap Arjuna itu. Disuruhnya Arjuna supaya menyusul ke Kumbina. Sang Bagawan yang bijaksana itu berkata, bahwa tidak lama lagi akan terjadi perang saudara. Arjuna terkejut mendengar kata sang bagawan, dikiranya akan terjadi perang Baratayuda. Ia mohon diri, Bagawa Abyasa merestuinya.
Arjuna dan panakawan meninggalkan pertapaan Wukir Retawu, menuju ke Kumbina. Di tengah hutan, mereka berjumpa dengan dua raksasa besar lagi dahsyat. Raksasa itu disuruh raja Wanasasomah untuk mencari dging manusia atas keinginan isteri raja yang hamil muda. Arjuna hendak ditangkap, sehingga terjadilah perkelahian hebat. Arjuna melepaskan panah, dua raksasa musnah, menjadi dewa Kamajaya dan bidadari Ratih. Arjuna datang menyembahnya. Kamajaya memberi tahu tentang perang yang akan terjadi. Yang terjadi bukan perang Baratayuda, tetapi Pandhawa dan Korawa akan terlibat di dalamnya. Setelah berpesan, Kamajaya dan Ratih naik ke Kahyangan.
(R.S. Subalidinata)
sumber:wayang.wordpres.com

Jati Diri Kepemimpinan Kresna (9) Penjelmaan Wisnu



macan putih jelmaan Hyang Wisnu menyerang Basudewa
(karya Herjaka.HS 2008)

Di dalam pembicaraan dengan Harya Prabu Rukma dan Ugrasena, Raja Basudewa menyatakan kesedihannya karena memikirkan dambaan ketiga isterinya yang sangat ingin segera melahirkan anak. Karena rasa prihatin tersebut, sang raja semakin tekun bersemadi. Pada suatu saat Dewa memberi petunjuk agar raja berburu ke hutan Kumbina. Di hutan itulah raja akan memperoleh sarana bagi isteri-isterinya agar segera mengandung dan berputra. Patih Yudawangsa mempersiapkan segala sesuatunya yang berkaitan dengan perburuan. Sementara Harya Rukma dan Ugrasena diperintahkan mempersiapkan prajurit pengawal raja.
Setelah semuanya siap, patih dan prajurit diperintah supaya mendahului berangkat ke hutan. Raja meninggalkan singgasana, masuk istana menemui keiga isterinya yaitu, Rohini, Dewaki atau Mahendra dan Mahera. Setelah memberi tahu mengenai rencana perburuan ke hutan Kumbina, kepada semua isteri-isterinya, raja segera berpamitan berangkat berburu diiringi para senapati dan prajurit.
Sementara Raja Basudewa berangkat berburu, dikisahkan di negeri Gowagra daerah pulau Nusabarong, seorang raja raksasa bernama Gorawangsa, bercerita perihal mimpinya kepada Suratrimantra, Ditya Suksara dan manggala negara. Raja bermimpi tidur bersama dengan isteri Basudewa, raja Mandura, yang bernama Mahera. Ditya Suksara diminta ke negara Mandura, menyelidiki kebenaran mimpinya, apakah di negara Mandura ada putri bernama Mahera, isteri raja yang sangat cantik dan memikat. Ditya Suksara menjunjung perintah raja, lalu berangkat ke Mandura diiringi barisan prajurit raksasa menuju ke negara Mandura.
Di tengah perjalanan prajurit Gowagra bertemu dengan prajurit Mandura yang menuju ke hutan. Maka terjadila perang. Prajurit raksasa tidak mampu melawan, lalu mereka menyimpang jalan. Selanjutnya prajurit Mandura berkumpul di pesanggrahan.
Di tempat lain, Pandhu bersama punakawan menghadap Bagawan Abyasa di pertapaan Saptaharga. Pandhu bertanya kepada sang bagawan tentang ilham dari dewa yang diterimanya. Diceritakan bahwa Pandhu akan memperoleh anak jelmaan Wisnu. Dijelaskan oleh Bagawan Abiyasa bahwa penjelmaan Hyang Wisnu ke dunia tersebut dapat dibaratkan bunga jatuh ke bumi. Mahkota bunganya jatuh pada putra Basudewa, sedangkan sari bunganya jatuh pada putra Pandhu.
Selain menjelaskan mengenai hal penjelmaan, Bagawan Abyasa memberikan banyak nasihat dan ajaran kepada Pandhu, yang intinya agar Pandhu meninggalkan pertapaan dan kembali ke negara karena sesungguhnya pertapaan bukan tempat raja. Bagi seorang raja yang senang tinggal di hutan, ibarat burung gagak menjenguk tempat pengasingan, tidak baik akibatnya. Pandhu dan punakawan minta pamit, meninggalkan pertapaan, dan kembali ke negara.
Ditya Suksara datang ke tengah hutan Gowagra. Ia membeberkan rencana kerja kepada prajurit yang mengiringnya. Para raksasa disuruh mengganggu prajurit Basudewa yang berburu di hutan Kumbina. Setelah membagi tugas, Ditya Suksara masuk ke istana Mandura untuk menyelidiki keberadaan Mahera, isteri Basudewa. Setelah penyelidikannya dianggap cukup, Ditya Suksara kembali ke negara Gowagra, melapor kepada raja tentang isteri Basudewa.
Sepeninggal Ditya Suksara datanglah Pandhu bersama punakawan. Raksasa-raksasa mencegat mereka, tetapi dapat dihalau Pandhu.
Di Kahyangan Hyang Narada dihadap oleh Hyang Endra, Hyang Brahma, Hyang Bayu, Hyang Sambo, Hyang Wisnu dan Hyang Basuki. Hyang Narada menyampaikan perintah Hyang Gurunata, agar supaya Hyang Wisnu menjelma ke dunia bersama Bathara Laksmanasadu. Karena dahulu kala sewaktu Rama memerintah Ngayodya telah dijanjikan kelak akan menjelma ke dunia bersama Laksmana maka sekarang janji itu digenapi. Hyang Wisnu menjelma bersama Hyang Laksmanasadu.
Namun penjelmaan mereka tidak bisa langsung, harus dengan perantara. Untuk itu Hyang Wisnu menjelma dalam wujud harimau putih, sedangkan Hyang Laksmanasadu dalam wujud ular naga. Hyang Basuki ingin ikut menjelma bersama Hyang Laksmanasadu. Hyang Brahma dan para dewa menyetujuinya. Lalu mereka bertiga turun ke dunia menuju hutan Kumbina.
Raja Basudewa bersama Harya Prabu Rukma dan Ugrasena yang sudah berada di tengah daerah perburuan sedang membicarakan keberadaan dan perilaku binatang di tempat tersebut.. Tiba-tiba datang prajurit memberi tahu, bahwa di daerah perburuan datang harimau putih bersama ular naga. Raja Basudewa turun mendekat ke tempat harimau dan ular naga. Tanpa diduga, cepat bagai kilat, harimau dan ular naga tersebut menyerangnya dengan berani. Raja menghindar, lalu melepaskan panah. Panah tepat mengenai sasaran, dan tubuh harimau tersebut tergolek. Keajaiban terjadi, tubuh harimau segera menghilang. Jasmaninya merasuk ke tubuh Mahendra, isteri Basudewa, dan ruhnya masuk ke tubuh Kunthi, isteri raja Pandhu. Kemudian ular naga menyerang tapi mati terkena panah. Tubuh ular juga menghilang berubah wujud menjadi Hyang Basuki dan Hyang Laksmanasadu, dan merasuk kepada Rohini, isteri Basudewa.
Raja Basudewa heran karena peristiwa itu. Ia berdiri dan bermenung, ada sesuatu yang mengusik hatinya bahwa di istana terjadi sesuatu. Tanpa membuang waktu, Raja Basudewa menugaskan Harya Prabu Rukma supaya kembali ke istana dan memeriksa dengan teliti apa yang terjadi di istana.
Ketika pada suatu sore, Raja Gorawangsa sedang berbincang-bincang dengan Suratimantra tentang Ditya Suksara yang diutus ke Mandura, tiba-tiba Ditya Suksara datang, memberi hormat, lalu bercerita tentang kecantikan Mahera, isteri Basudewa. Diceritakan bahwa sekarang saat yang tepat untuk melakukan siasat, karena raja Basudewa dan prajurit tidak sedang di istana, namun tengah berburu di hutan.
Raja Gorawangsa amat gembira lalu ingin segera pergi ke kerajaan Mandura. Namun sebelum berangkat, tiba-tiba Togog dan Sarawita datang dan melaporkan bahwa banyak prajurit raksasa mati di tangan Pandhu. Raja Gorawangsa tidak menghiraukan kematian para prajurit raksasa. Yang ada dalam pikirannya hanyalah isteri raja Mandura, yaitu Mahera. Maka Gorawangsa segera menyamar dalam rupa dan wujud Basudewa, dan pergi ke istana Mandura. Ditya Suksara mengikutinya dan mengawasi dari kejauhan.
sumber:wayang.wordpres.com

Kamis, 22 Mei 2014

Cerita Wayang Karno Tanding Bahasa Jawa





          

          Dicritakake ndisik ana putri kang ayu , sing jenenge Dewi Kunthi. Dewi Kunthi  nikah karo Prabu Kumojoyo lan urip ing desa kerajaan sing jenenge  “Pandhawa”. Dheweke dikaruniai anak sing jenenge, KARNA . Sakwise Pirang tahun Dewi Kunthi nduwe anak meneh sing dijenengake ARJUNA. Dewi Kunthi  sayang banget marang  Arjuna ,  ndelok kabeh iku Karna ngarasa awake gak diperhatekne marang ibune, Karna sampek nguncali watu marang ibune, Dewi Kunthi utawa ibune iku langsung nesu marang Karna, tanpa gak sadar Dewi Kunthi ngomong kang sing gak apik marang Karna sing nyebabake Karna lara ati. Akhire Karna milih ngaleh saka Kerajaan Pandhawa.
                Sak wise pirang-pirang tahun Karna kalungonan Karna saka kerajaan, ibune mesti nggoleki lan nangisi karna. Ing sawiding dina , pasa ibune mikirne Karna lan njaluk marang para dewa ngge nemokake dheweke karo Karna. Ora suwene wektu , kakrungu swara bocah enom suarane kaya Karna.
                Ing istana Karna ketemu ibune, nanging maksud mbalike Karna ing kerajaan uduk kangge ketemu kaluarga lan dulure. Nanging maksude Karna yaiku kangge ngerti keadaan ibune lan karna njaluk restu kangge dadi Ksatria perang. Ibune ora ngrestuake amergo yen dadi Ksatria perang podo karo Karna nglawan adi adine dhewe. Karna ora nggagas , lan dheweke langsung lunga ninggalake ibune kang nangis amerga kaputusan Karna.


Akhire , peperangan antara  Arjuna  saka kesatrian Madukoro dadi  Ksatria perang Negara Amarta melawan Adipati Basukarno utawa Karna saka Awonggo dadi Ksatria perang Negara Astina.
                Prabu Salyo lan Sengkuri nduwe rencana arep mateni Abimanyu, salah siji anak saka  Arjuna, Amergo  pihak Astina kaweruh Kerajaan Amarta arep diturunake marang Abimanyu, amerga kuwi sasaran utamane yaiku mateni Abimanyu.
Pas wektune perang, Abimanyu wis okeh katusuk anak panah, nanging Abimanyu tetep nahan sampek mati . Sak wise, Mase Semar nemokake mayit Abimanyu sing kagletak kaku. Mase Semar karo Kresna yaiku kakak Arjuna bingung mikirake Kerajaan Amarta. Arjuna sing durung ngerti katiwasan putrane terus nyusun rencana kangge mbinasakake Ngastina.  Sak wise ngerti  katiwasan putrane, Arjuna langsung maju kadewean kanggo nglawan Prajurit Ngastina. Kurawa ngrasa senang, amergo biso mateni Abimanyu. Nanging tanpa diweruhi, Abimanyu ndue garwa sing lagi mbobot, lan mengkone anak iku sing ngantikake Abimanyu.
Karna nantang Arjuna kangge  ndang perang. Nanging Arjuna menolak, amergo dheweke ngerti Karna iku sadulur kandunge dhewe. Karna ngongkon Arjuna njupuk senjatane. Nanging  Arjuna nolak ngge perang. Akhire atine Karna luluh, terus Karna lan Arjuna  saling kapelukan. Karna sadar Arjuna iku adik siji-sijine sing didhuweni. Ibune weruh lan ngrasa seneng.
Nanging Karna nguculake pelukanne, lan nuduh Arjuna sekongkol arep menusuk dheweke saka mburi. Akhire Karno lan Arjuna berkelahi hebat , ibune menangis ngaharep kaloro putrane iku mandekake kagelutan iku. Akhire Arjuna terjatuh. Arjuna sengaja ngalah demi Ibune, lan ngaharep atine Karna bisa luluh. Kaweruhan kuwi Kurowo ngguyu cekakakan  amergo Arjuno kalah.
Nanging kagelutan iku tetep sido, Sampek - sampek saya memanas. Wektu peperangan kalakon hebate ana keanehan loro ksatria sing pinter manah iku pada-pada ngetokake akeh anak panah nanging ora enek siji wae sing ngenei kaloro-lorone. Kadang mandek terus pada pepandang, pada netesake banyu mata. Prabu Salyo(Kusir Karna) lan Prabu Kresno (Kusir Arjuna)kalorone ngerti, kaloro-lorone putra Dewi Kunthi iku ora saling tega mateni sampek ngloroni sitik wae dadi ora enek  sitokae panah pas sasaran.
Wektu sesino pada saling tempur, saling ngetokake senjata saktine, saling ngudanke panah nanging ora enek sitokwae sing ngeneki awak. Prabu Kresno dadi kusir Arjuno lan botohe Amarta (Pandawa) ngerti persis senjata Pasopati sing dipasang ing gandewa Arjuno. Dadi Tali kusir jaran disentak dadi jaran gerak mangarep pas wektu Pasopati wucul saka gandewa sing awale diarahke mung ning ngarep Karno nanging amergo kereta gerak mangarep dadi Senjata Sakti Pasopati pas ngeneki gulu Adipati Basukarno utawa Karna. Anak Dewa Surya iku mencelat kenek kereta sampek kereta ajur.  Kaweruhan kabehiku Dewi Kunthi utawa ibune Karno lan Arjuna, ngerti yen anake kang pertama iku kabener lunga kanggo salawase.

BATARA GURU.


 
Gambar-201: BATARA GURU (WANDA RAMA)
Gambar-202: BATARA GURU SEBELUM KENA TULAH BERTANGAN DUA
 
 Gambar-203: BATARA GURU (WANDA KARNA00
 
Gambar-204: BATARA GURU (KREASI BARU/BLAK MUSEUM SENAWANGI/MADURA)
 
Gambar-205: BATARA GURU (WANDA RECA)
 
Gambar-206: BATARA GURU (WANDA RECA TERSOROT MATAHARI DAN SATELIT)
Batara Guru disebut juga Sang Hyang Manikmaya, Jagatpratingkah, Jagatnata, Hutipati, Lengin, Nilakanta, Pramestiguru, Randuwanda, Caturboja, Girinata, Rudra, Dewaraja, Syiwa dan masih banyak nama lainnya. Ia dilahirkan berupa manik bersama-sama  cahaya/Narada,  Teja/Tejamaya/Antaga,  dan maya/Ismaya. Ia memiliki senjata sakti Cis Kalaminta dan Trisula Cundamanik, di samping memiliki aji Pengabaran, Kemayan dan Kawrastawan. Karena kesaktiannya dan ketampanannya, orang tuanya Hyang Tunggal bersabda bahwa kelak akan menguasai Tribuana yaitu Mayapada/dunia kedewataan, Madyapada/dunia kehalusan/alam jin syaitan, Arcapada/dunia fana/dunia manusia di bumi. Tetapi karena ia takabur merasa dirinya tiada cacat dan Hyang Tunggal mengetahuinya, maka Hyang Tunggal bersabda lagi bahwa ia akan mendapatkan cacat berupa belang di leher, lemah di kaki, caling di mulut, dan bertangan empat. Pada waktu Nabi Isa lahir, Manikmaya datang menyaksikan, dilihatnya bayi yang berumur satu bulan belum bisa jalan sebagaimana layaknya Dewa. Hal ini dianggapnya sebagai sesuatu yang tidak sempurna, seketika itu juga Manikmaya mendapat tulah dan kaki kirinya menjadi lemah. Suatu ketika Manikmaya merasa dahaga, dilihatnya sebuah telaga yang teramat jernih airnya, minumlah ia. Tetapi begitu air yang diteguknya terasa berbisa maka dimuntahkanlah kembali. Pada saat itulah Manikmaya mendapat cacat belang di leher. Karena Manikmaya tidak bisa menahan nafsunya, maka disumpah "seperti raksasa" oleh permaisurinya Dewi Uma. Seketika itu juga bercalinglah Manikmaya. Ketika Hyang Manikmaya melihat orang bersembahyang dengan menyelimutkan bajunya, dia ketawa oleh karena mengira bahwa orang itu bertangan empat. Seketika itu juga tubuh Hyang Manikmaya bertangan empat.
Wayang Batara Guru bermata jaitan, hidung mancung, mulutnya tertutup, tangannya empat dua sedekap dua lagi memegang trisula dan panah. Ia berdiri di atas Lembu Andini.
Beberapa macam wanda dari wayang Batara Guru ini antara lain: 1. Reca, 2.Karna, 3.Rama dan mungkin masih ada yang lain lagi. Oleh karena itu disini ditunjukkan enam macam bentuk wayang Batara Guru. Namun yang jelas terlihat satu wayang yang belum bertangan empat, hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan Barata Guru saat belum mendapatkan tulah dari ayahnya Sang Hyang Tunggal. Wayang Batara Guru ini adalah ciptaan Panembahan Senapati di Mataram dengan sengkalan "Dewa dadi ngecis bumi".  Wayang ini lain dari wayang-wayang lainnya, wayang Batara Guru menghadap orang yang melihatnya, tapi karena wayang kulit adalah satu dimensi saja, maka wayang ini digambarkan mukanya nampak miring.

BIMA/RADEN WERKODARA.


   Gambar-160: RADEN WERKODARA (HITAM/LINTANG)
 
  Gambar-161: RADEN WERKODARA (HITAM/MIMIS)
 
 Gambar-163: RADEN WERKODARA (JAGONG)
 
 Gambar-164: RADEN WERKODARA (BEDIL)
 Gambar-166: RADEN WERKODARA (KETUG)
Raden Werkodara adalah putra Prabu Pandudewanata raja negara Astina setelah Prabu Kresnadwipayana atau Wiyasa. Ibunya bernama Dewi Kunti/Prita. Ia adalah putra kedua walaupun kelahirannya ke dunia lebih dahulu dari pada Yudistira. Karena waktu lahir berupa bungkus, bungkus tersebut dapat dipecah setelah dihunjam gading Gajahsena. Terlahirlah anak bayi yang kemudian dapat membinasakan Gajahsena sendiri, sehingga sukmanya menyatu dengan anak bayi yang lahir keluar dari bungkus tersebut. Oleh karena itu oleh Batara Narada ia diberi nama Bratasena yang berarti kelahirannya terjadi karena tapa brata dan bantuan Gajahsena. Nama lain dari Werkodara adalah: Bayusuta, Bimangalaga, Pandusiwi, Kusumadilaga, Gandawastraatmaja, Jodipati, Jayalaga, Wijasena.
Raden Werkodara berbusana: 1.Gelung Minangkara Cinandi Rengga, rendah depan tinggi belakang. 2.Pupuk mas reneka jaroting asam. 3.Sumping pundak sinumpet. 4.Anting-anting panunggal maniking warih, 5.Sangsangan naga banda (ular besar). 6.Kelat bahu reneka blibar manggis, binelah hingga kedaganya. 7.Gelang candra kirana. 8.Kampuh poleng bang bintulu adi, merah, hitam, kuning, putih dan hijau maya-maya. 9.Paningset cinde bara binelah numpang betis kanan dan kiri. 10.Porong dapur naga raja sebagai kancing.
Nafas Raden Werkodara: kendel, bandel, kumandel, tetep, mantep, madep, sregep, ajeg, jejeg, kuat dan sentosa, awas dan waspada, taberi, berbudi luhur, dan lahir tembaga batin kencana.
Pada waktu muda tidak bersanggul/gelung tetapi bergaruda membelakang besar rambut terurai di pundak. Wayang tersebut akan ditunjukkan dalam nomor Raden Bratasena. Setelah melalui rintangan-rintangan dan ujian-ujian yang berat antara lain: mencari "kayugung susuhing angin" dan "tirta perwitasari mahening suci" di mana Raden Werkodara harus mengalahkan dua raksasa penjelmaan Batara Indra dan Batara Bayu yang bernama Rukmuka dan Rukmakala di hutan Tribasara di gunung Reksamuka atau Candramuka, harus mencebur Samudra Selatan dan mengalahkan Naga Nabatnawa akhirnya Werkodara dapat berjumpa dengan Dewa Ruci dan diajarkanlah semua ilmu kesempurnaan sejati yang ia cari. Sejak saat itu Werkodara bergelung, tidak bergaruda membelakang lagi.
Dalam perang Baratayuda Werkodara dapat membunuh senopati Korawa antara lain: Jayawikata, Bomawikata, Gardapati, Bogadenta, Dursasana, Sengkuni dan bahkan Prabu Duryudana pun tewas olehhya.
Werkodara bermata telengan, berhidung dempak, bermulut keketan, kumis dibludri, muka di sungging warna hitam, berpupuk di dahi, bersanggul/gelung supit udang disebut minangkara, rambut dada lengan betis semua dibludri, berkuku pancanaka, kain disungging poleng. Sama halnya dengan Batara Bayu, Werkodara dapat digunakan sebagai wayang penutup pakeliran tanda kemenangan yang disebut "Tayungan". Wanda wayang Raden Werkodara ini banyak sekali antara lain: 1.Bambang, 2.Bedil, 3.Bugis, 4.Gandu, 5.Panon, 6.Gurnat, 7.Jagong,  8.Jagor, 9.Kedu, 10.Lintang, 11.Mimis, 12.Ketug, 13.Lindu dan mungkin masih ada yang lain lagi. Yang bermuka dongak biasa disungging hitam seluruh tubuhnya. Di sini ditunjukkan hanya tujuh wayang saja, walaupun wayang koleksi Werkodara ini sebenarnya masih ada yang lain lagi, mengingat  sempitnya ruangan dalam buku ini.

7. BIMA SUCI.
Gambar-168: BIMA SUCI
 Gambar-169: BIMA SUCI (BERBAJU DAN BERKAIN BRAHMANA
            Bima Suci sebenarnya adalah Raden Bima/Bratasena/Werkodara. Setelah bertemu dengan Dewa Ruci di tengah-tengah Samodra Selatan dan memperoleh ajaran ilmu kasampurnanjati, ilmu manunggaling kawula lan Gusti, kemudian mendirikan pertapaan di wilayah Negara Astina yang disebut pertapaan Arga Kelasa. Karena ilmu tersebut sangat mulia bagi kehidupan umat manusia di dunia, maka banyak kaum muda, kaum ksatria dan kaum tua pun yang berkeinginan menyerap ilmu tersebut, termasuk Pendeta Kendalisada Begawan Kapiwara atau yang lebih terkenal disebut Resi Anoman. Mungkin kalau di masa sekarang dapat dipersamakan dengan timbulnya seorang motivator, seorang psikolog atau psikiater, seorang konsultan, yang banyak membantu memecahkan kesulitan-kesulitan hidup di masyarakat.
            Oleh karena pertapaan Arga Kelasa berada di wilayah Negara Astina, maka tidak mengherankan bila Prabu Duryudana raja Astina dalam persidangannya membicarakan perihal keadaan tersebut di atas. Prabu Duryudana sangat resah hatinya, karena banyak para warga negara Astina yang terpengaruh oleh ajaran tersebut di atas, sehingga semua warga akan memihak kepada Sang Bima Suci yang sebenarnya  Raden Bratasena atau Werkodara, salah satu dari Pandawa. Prabu Duryudana khawatir akan jatuh kewibawaannya, semua warganya akan memihak kepada Sang Bima Suci, dan lebih khawatir lagi Negara Astina akan jatuh di bawah kekuasaan Raden Werkodara yang memang sebenarnya berhak atas negara Astina menggantikan ayahanda Prabu Pandudewanata. Maka  diutuslah Adipati Karna dengan membawa prajurit ke Arga Kelasa untuk mengusir Buma Suci dan menghancurkan pertapaannya. Tetapi karena Arga Kelasa dijaga oleh Anoman dan para putra-putra Pandawa, maka utusan tersebut dapat dikalahkannya.
            Kekhawatiran tidak saja terjadi di Arcapada, bahkan di Kahayangan Suralaya, Batara Guru merasa juga kehilangan kewibawaannya, oleh karena itu diutusnya Para Dewa untuk menguji sampai di mana tingkat kebrahmanaan Sang Bima Suci.
            Meskipun bertubi-tubi hambatan yang dialami, Bima Suci tetap mengajarkan ajaran manunggaling kawula lan gusti, termasuk kepada Raden Arjuna adiknya. Prabu Pandudewanata ayahnya dan Dewi Madrim ibu tirinya yang dipersalahkan oleh Para Dewa karena membunuh kijang jelmaan Resi Kinindama dan dimasukkan ke neraka dapat diampuni oleh Dewata dan dinaikkan ke Surga Abadi oleh amal-baik Bima Suci. Demikian pula seorang raja raksasa bernama Prabu Karungkala dapat diruwat sehingga mati sempurna. Akhir cerita Begawan Bima Suci kembali menjadi Raden Werkodara berkumpul kembali dengan para Pandawa di Amarta membangun negara, mensejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyatnya. Cerita ini tentunya tidak ada dalam kitab Mahabarata yang dari India, cerita ini gubahan atau sanggit murni pujangga atau Dalang di Nusantara ini.
            Wayang Bima Suci mirip Raden Werkodara, hanya saja berbaju, berkain, bersampir di pundak dan bersepatu Dewa, memakai keris di depan. Tetapi ditunjukkan juga satu wayang berupa Werkodara hitam. 

BATARA BAYU.




Batara Bayu adalah putra keempat Batara Guru dengan Dewi Uma. Batara Bayu disebut juga Batara Pawana, ia adalah Dewa angin dan Dewa kekuatan. Berkedudukan di Kahayangan Swarga Panglawung atau Kahayangan Puserbuwana. Isterinya bernama Dewi Sumi. Batara Bayu berputra: Batara Sumarma, Batara Sangkara, Batara Sadama, dan Batara Bismakara. Di samping keempat putra tersebut, Batara Bayu mempunyai putra-putra angkat yaitu: Raden Werkodara, Maruti/Anoman, Jajahwreka, Gajah Situbanda, Gunung Maenaka dan Naga Kuwera. Oleh karena itu enam putra angkat Batara Bayu ini dapat disebut saudara tunggal Bayu, demikian dalam pedalangan. Batara Bayu dan putra-putra angkat inilah yang ditampilkan dalam akhir pergelaran sebagai tanda penutup yang disebut "tayungan"yaitu menari tanda kemenangan. Dalam lakon zaman Dewa-Dewa tayungan dilakukan oleh Batara Bayu, dalam lakon Ramayana tayungan dilakukan oleh Anoman, dalam lakon Mahabarata tayungan dilakukan oleh Werkodara/Bratasena. Sebagai tanda putra Batara Bayu, Anoman dan Bratasena berkain poleng sebagai tanda memiliki kekuatan angin.
Wayang Batara Bayu berhidung dempak, bermata telengan, kumis dibludri, berjanggut wok, muka disungging warna hitam. Berjamang tiga susun, bermahkota, bergaruda membelakang, bersumping pudak sinumpet. Rambut terurai di pundak, berbaju dan berkalung selendang. Berpontoh candrakirana, bergelang, berkeris terselip di depan, berkain rapekan Dewa disungging poleng sebagai lambang Dewa angin. Berkuku pancanaka, berkeroncong dan bersepatu.
Ada kalanya wayang Batara Bayu ini dipinjamkam wayang Tugu Wasesa, mengingat wayang Batara Bayu dalam perangkat satu kotak wayang yang disediakan tidak dilengkapi dengan wayang ini.

RESI RAMABARGAWA.


  Gambar-156: RESI RAMABARGAWA (MEMBAWA BARGAWASTRA)
 Gambar-157: RESI RAMABARGAWA (MEMBAWA WADUNG/KAMPAK)
 Gambar-158: BATARA RAMAPARASU
Dalam cerita Ramabargawa mempunyai umur yang sangat panjang, sehingga dari zaman lakon Arjuna Sasrabahu, Ramayana sampai dengan Baratayuda masih sering dikeluarkan dalam pergelaran. Dalam cerita tokoh ini tidak mati kalau tidak dengan titisan Batara Wisnu. Pada waktu mencari titisan Batara Wisnu Resi Ramabargawa yang disebut juga Resi Ramaparasu atau Jamadagni  bertemu dengan Prabu Arjuna Sasrabahu.  Karena Prabu Arjuna Sasrabahu telah hilang Wisnunya, maka Prabu Arjuna Sasrabahu kalah dan mati melawan Resi Ramaparasu/Jamadagni. Kemudian Resi Ramabargawa melanglang dunia untuk mencari titisan Batara Wisnu dan akhirnya bertemulah dengan Raden Rama Wijaya yang sedang memboyong putri dari negara Mantilireja/Mantilidirja/Mantiliradya setelah menang dalam sayembara yang diadakan oleh raja Mantilireja Prabu Janaka. Dalam pertemuan ini karena Resi Ramabargawa dengan senjatanya yang terkenal Bargawastra dan Kampak selama ini selalu menang, tetapi karena yang dihadapi adalah benar-benar titisan Batara Wisnu yaitu Raden Rama Wijaya maka kalah dan matilah di tangan Raden Rama Wijaya dan selanjutnya menjadi Dewa di Suralaya dengan sebutan Batara Ramaparasu. Batara Ramaparasu akan keluar di pakeliran bersama Batara Narada, Kanwa, dan Janaka dalam lakon Kresna Duta, hanya saja kostumnya tentunya harus seperti Dewa memakai jubah (terkenal dalam sulukan: lengleng gati nikang hawan sabha-sabha niking Hastina, samantara tekeng tegal Kuru nararya Kresna laku, sirang Paracurama Kanwa Janakadulur Narada, kapanggih irikang tegal miluri karyya sang Bhupati), di sini disajikan dua wayang. Di desa-desa wayang ini biasanya tidak dilengkapi, namun biasanya digantikan dengan wayang Bratasena hitam.
Wayang Ramabargawa berhidung dempak, bermata telengan, kumis dan godek dibludri untuk yang hitam, rambut terurai/bodolan sampai di pundak, selalu membawa gendewa atau wadung oleh karena itu sering disebut juga Rama Wadung, muka/tubuhnya disungging warna hitam atau prada dan bercawat untuk yang masih melanglang buana, berbaju dan berkain rapekan Dewa untuk yang sudah menjadi Dewa.