Definisi Khiyar
Khiyar yaitu mencari dua pilihan yang terbaik antara imdha (melanjutkan transaksi) atau ilgha (membatalkan transaksi).
Macam-Macam Khiyar
1. Khiyar Majelis
Khiyar ini terjadi bagi penjual dan pembeli sejak dilakukannya akad hingga keduanya berpisah, selama mereka tidak berjual beli dengan syarat tidak ada khiyar atau mereka menggugurkan khiyar tersebut setelah akad atau salah satu dari mereka (baik pen-jual atau pembeli) ada yang menggugurkan hak khiyarnya, maka gugurlah haknya namun bagi pihak lain (yang tidak menggugur-kannya) maka hak khiyarnya masih tetap ada.
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِذَا تَبَايَعَ الرَّجُلاَنِ فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا وَكَانَا جَمِيعًا أَوْ يُخَيِّرُ أَحَدُهُمَا اْلآخَرَ فَتَبَايَعَا عَلَى ذلِكَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ وَإِنْ تَفَرَّقَا بَعْدَ أَنْ يَتَبَايَعَا وَلَمْ يَتْرُكْ وَاحِدٌ مِنْهُمَا الْبَيْعَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ.
“Jika dua orang saling berjual beli, maka setiap orang dari mereka memiliki khiyar selama belum berpisah dan mereka bersama-sama (dalam satu tempat), atau salah satu dari mereka memberikan khiyar kepada yang lain, maka jika salah satu dari mereka memberikan khiyar kepada yang lainnya kemudian mereka melakukan transaksi jual beli atas khiyar tersebut sungguh telah (terjadi) jual beli, dan bila mereka berpisah setelah terjadi jual beli, dan salah satu dari mereka tidak mening-galkan jual beli maka telah terjadi jual beli.” [1]
Haram Berpisah Dari Majelis Karena Takut Membatalkan Transaksi
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya Radhiyallahu anhum bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَلْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَفْقَةَ خِيَارٍ وَلاَ يَحِلُّ لَهُ أَنْ يُفَارِقَ صَاحِبَهُ خَشْيَةَ أَنْ يَسْتَقِيلَهُ.
“Penjual dan pembeli memiliki khiyar selama keduanya belum berpisah kecuali bila telah disepakati untuk memperpanjang khiyar hingga setelah berpisah, maka tidak halal baginya untuk meninggalkan sahabatnya karena takut ia akan membatalkan transaksinya.” [2]
2. Khiyar Syart
Yaitu penjual dan pembeli atau salah satu dari mereka memberikan syarat khiyar sampai batas waktu yang jelas. Khiyar seperti ini sah walaupun waktunya lama.
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِنَّ الْمُتَبَايِعَيْنِ بِالْخِيَارِ فِي بَيْعِهِمَا مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ يَكُونُ الْبَيْعُ خِيَارًا.
“Sesungguhnya penjual dan pembeli memiliki khiyar dalam jual beli keduanya selama belum berpisah atau (bila) jual beli tersebut ada khiyar padanya.” [3]
3. Khiyar ‘Aib
Larangan menyembunyikan aib telah lewat (pembahasannya), maka apabila seseorang membeli barang yang cacat sementara ia tidak mengetahui cacatnya hingga keduanya berpisah, ia boleh mengembalikan barang tersebut kepada penjualnya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنِ اشْتَرَى غَنَمًا مُصَرَّاةً فَاحْتَلَبَهَا فَإِنْ رَضِيَهَا أَمْسَكَهَا وَإِنْ سَخِطَهَا فَفِي حَلْبَتِهَا صَاعٌ مِنْ تَمْرٍ.
“Barangsiapa yang membeli kambing musharrah [4], kemudian ia memerahnya, maka jika ridha ia menahannya (tidak mengembalikannya), namun jika ia membencinya maka pada susu yang sudah diperah ia ganti dengan satu sha’ kurma.” [5]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
لاَ تُصَرُّوا اْلإِبِلَ وَالْغَنَمَ فَمَنِ اشْتَرَى مُصَرَّاةً فَهُوَ بِأَحَدِ النَّظَرَيْنِ إِنْ شَاءَ رَدَّهَا وَرَدَّ مَعَهَا صَاعًا مِنْ تَمْرٍ.
“Janganlah kalian membiarkan susu unta dan kambing (dengan tidak memerahnya ketika akan menjual), maka barangsiapa yang membelinya setelah itu, ia memiliki dua pilihan setelah memerahnya, jika mau maka ia memilikinya dan jika mau ia juga boleh mengembalikannya beserta satu sha’ kurma.” [6]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/332, no. 2112), Shahiih Muslim (III/ 1163, no. 1531 (44)), Sunan an-Nasa-i (VII/249).
[2]. Shahih: Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2895), Sunan Abi Dawud (IX/324, no. 3439), Sunan at-Tirmidzi (II/360, no. 1265), Sunan an-Nasa-i (VII/251).
[3]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/326, no. 2107), Shahiih Muslim (III/ 1163, no. 1531), Sunan an-Nasa-i (VII/248)
[4]. Kambing musharrah adalah kambing yang susunya tidak diperah agar kan-tung susunya terlihat besar dan penuh untuk menarik pembeli, demikian pula halnya dengan unta dan sapi.-penj.
[5]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/368, no. 2151) ini adalah lafazhnya, Shahiih Muslim (III/1158, no. 1524), Sunan Abi Dawud (IX/312, no. 2428), Sunan an-Nasa-i (VII/253).
[6]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 7347)], Shahiih al-Bukhari (IV/361, no. 2148), Sunan Abi Dawud (IX/310, no. 3426) dengan tambahan di awal-nya, demikian pula an-Nasa-i (VII/253). Dan sabda beliau: “Janganlah kamu mengikat susu unta dan kambing,” artinya janganlah kamu membiarkan susu dalam kantungnya ketika akan menjualnya hingga kantungnya membesar, sehingga pembeli mengira bahwa banyaknya susu tersebut adalah kebiasaan-nya yang terus menerus.
Macam-Macam Khiyar
1. Khiyar Majelis
Khiyar ini terjadi bagi penjual dan pembeli sejak dilakukannya akad hingga keduanya berpisah, selama mereka tidak berjual beli dengan syarat tidak ada khiyar atau mereka menggugurkan khiyar tersebut setelah akad atau salah satu dari mereka (baik pen-jual atau pembeli) ada yang menggugurkan hak khiyarnya, maka gugurlah haknya namun bagi pihak lain (yang tidak menggugur-kannya) maka hak khiyarnya masih tetap ada.
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِذَا تَبَايَعَ الرَّجُلاَنِ فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا وَكَانَا جَمِيعًا أَوْ يُخَيِّرُ أَحَدُهُمَا اْلآخَرَ فَتَبَايَعَا عَلَى ذلِكَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ وَإِنْ تَفَرَّقَا بَعْدَ أَنْ يَتَبَايَعَا وَلَمْ يَتْرُكْ وَاحِدٌ مِنْهُمَا الْبَيْعَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ.
“Jika dua orang saling berjual beli, maka setiap orang dari mereka memiliki khiyar selama belum berpisah dan mereka bersama-sama (dalam satu tempat), atau salah satu dari mereka memberikan khiyar kepada yang lain, maka jika salah satu dari mereka memberikan khiyar kepada yang lainnya kemudian mereka melakukan transaksi jual beli atas khiyar tersebut sungguh telah (terjadi) jual beli, dan bila mereka berpisah setelah terjadi jual beli, dan salah satu dari mereka tidak mening-galkan jual beli maka telah terjadi jual beli.” [1]
Haram Berpisah Dari Majelis Karena Takut Membatalkan Transaksi
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya Radhiyallahu anhum bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَلْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَفْقَةَ خِيَارٍ وَلاَ يَحِلُّ لَهُ أَنْ يُفَارِقَ صَاحِبَهُ خَشْيَةَ أَنْ يَسْتَقِيلَهُ.
“Penjual dan pembeli memiliki khiyar selama keduanya belum berpisah kecuali bila telah disepakati untuk memperpanjang khiyar hingga setelah berpisah, maka tidak halal baginya untuk meninggalkan sahabatnya karena takut ia akan membatalkan transaksinya.” [2]
2. Khiyar Syart
Yaitu penjual dan pembeli atau salah satu dari mereka memberikan syarat khiyar sampai batas waktu yang jelas. Khiyar seperti ini sah walaupun waktunya lama.
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِنَّ الْمُتَبَايِعَيْنِ بِالْخِيَارِ فِي بَيْعِهِمَا مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ يَكُونُ الْبَيْعُ خِيَارًا.
“Sesungguhnya penjual dan pembeli memiliki khiyar dalam jual beli keduanya selama belum berpisah atau (bila) jual beli tersebut ada khiyar padanya.” [3]
3. Khiyar ‘Aib
Larangan menyembunyikan aib telah lewat (pembahasannya), maka apabila seseorang membeli barang yang cacat sementara ia tidak mengetahui cacatnya hingga keduanya berpisah, ia boleh mengembalikan barang tersebut kepada penjualnya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنِ اشْتَرَى غَنَمًا مُصَرَّاةً فَاحْتَلَبَهَا فَإِنْ رَضِيَهَا أَمْسَكَهَا وَإِنْ سَخِطَهَا فَفِي حَلْبَتِهَا صَاعٌ مِنْ تَمْرٍ.
“Barangsiapa yang membeli kambing musharrah [4], kemudian ia memerahnya, maka jika ridha ia menahannya (tidak mengembalikannya), namun jika ia membencinya maka pada susu yang sudah diperah ia ganti dengan satu sha’ kurma.” [5]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
لاَ تُصَرُّوا اْلإِبِلَ وَالْغَنَمَ فَمَنِ اشْتَرَى مُصَرَّاةً فَهُوَ بِأَحَدِ النَّظَرَيْنِ إِنْ شَاءَ رَدَّهَا وَرَدَّ مَعَهَا صَاعًا مِنْ تَمْرٍ.
“Janganlah kalian membiarkan susu unta dan kambing (dengan tidak memerahnya ketika akan menjual), maka barangsiapa yang membelinya setelah itu, ia memiliki dua pilihan setelah memerahnya, jika mau maka ia memilikinya dan jika mau ia juga boleh mengembalikannya beserta satu sha’ kurma.” [6]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/332, no. 2112), Shahiih Muslim (III/ 1163, no. 1531 (44)), Sunan an-Nasa-i (VII/249).
[2]. Shahih: Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2895), Sunan Abi Dawud (IX/324, no. 3439), Sunan at-Tirmidzi (II/360, no. 1265), Sunan an-Nasa-i (VII/251).
[3]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/326, no. 2107), Shahiih Muslim (III/ 1163, no. 1531), Sunan an-Nasa-i (VII/248)
[4]. Kambing musharrah adalah kambing yang susunya tidak diperah agar kan-tung susunya terlihat besar dan penuh untuk menarik pembeli, demikian pula halnya dengan unta dan sapi.-penj.
[5]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/368, no. 2151) ini adalah lafazhnya, Shahiih Muslim (III/1158, no. 1524), Sunan Abi Dawud (IX/312, no. 2428), Sunan an-Nasa-i (VII/253).
[6]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 7347)], Shahiih al-Bukhari (IV/361, no. 2148), Sunan Abi Dawud (IX/310, no. 3426) dengan tambahan di awal-nya, demikian pula an-Nasa-i (VII/253). Dan sabda beliau: “Janganlah kamu mengikat susu unta dan kambing,” artinya janganlah kamu membiarkan susu dalam kantungnya ketika akan menjualnya hingga kantungnya membesar, sehingga pembeli mengira bahwa banyaknya susu tersebut adalah kebiasaan-nya yang terus menerus.
0 comments:
Posting Komentar