Pertempuran
Bandung Lautan Api atau Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa
pembumihangusan Kota Bandung pada Maret 1946. Pembumihangusan yang
dilakukan pejuang Republik Indonesia tersebut dilakukan untuk mencegah
tentara sekutu dan Belanda memanfaatkan fasilitas-fasilitas di kota yang
ditinggalkan.
Peristiwa
pertempuran Bandung Lautan Api terjadi pada bulan Oktober 1945. Saat
itu tentara sekutu mulai memasuki Kota Bandung. Hal tersebut tentu saja
mengusik ketenangan dan rasa nasionalisme para pemuda Bandung. Bersamaan
dengan datangnya para tentara sekutu, para pemuda dan pejuang di
Bandung juga sedang berjuang merebut senjata dari tangan tentara Jepang.
Tentara sekutu yang sesuka hati memasuki wilayah Bandung kemudian
menuntut agar senjata-senjata yang telah direbut para pemuda diserahkan
kepada mereka. Permintaan tentara sekutu, tentu menjadi hal yang
mustahil karena semangat pejuang Bandung yang sangat tinggi untuk
mempertahankan wilayahnya.
Tentara
sekutu memberikan ultimatum pertama pada 21 November 1945. Dengan alasan
untuk menjaga keamanan, mereka menuntut agar Kota Bandung bagian utara
dikosongkan oleh pihak Indonesia selambat-lambatnya pada 29 November
1945. Ancaman-ancaman seperti itu semakin membuat pejuang Indonesia yang
ada di daerah Bandung merasa kesal. Pihak sekutu membatasi wilayah di
tanah yang jelas-jelas bukan milik mereka dan memerintahkan warga
Bandung mengosongkan wilayah Bandung.
Batas
kota bagian utara dan selatan yang harus dikosongkan adalah rel kereta
api yang melintasi Kota Bandung. Para pejuang Republik Indonesia tidak
mau mengindahkan ultimatum Sekutu tersebut. Sejak saat itu, sering
terjadi insiden antara pasukan sekutu dan pejuang Republik. Insiden
tersebut seperti sebuah rangkaian peristiwa pertempuran Bandung Lautan
Api yang jauh lebih dahsyat. Beberapa hari sebelumnya, tepatnya pada 25
November 1945, rakyat Bandung ditimpa musibah, yakni banjir besar akibat
meluapnya Sungai Cikapundung. Bencana alam tersebut menelan ratusan
korban yang dihanyutkan derasnya arus sungai. Ribuan penduduk Bandung
juga kehilangan tempat tinggal.
Keadaan
tersebut justru dimanfaatkan tentara sekutu dan Belanda atau NICA
(Netherland Indies Civil Administration). Mereka menyerang rakyat yang
sedang tertimpa musibah. Pada 5 Desember 1945, pesawat-pesawat tempur
Inggris mengebom daerah Lengkong Besar. Pada 21 November 1945 tentara
Sekutu kembali menjatuhkan bom di kota Bandung, tepatnya di daerah
Cicadas. Dengan segala kelebihan yang dimiliki oleh para tentara sekutu,
persenjataan lengkap, semuanya serba terbaru, mereka menyerang warga
Bandung yang saat itu tengah dilanda musibah banjir.
Tentara
sekutu mengeluarkan ultimatum kedua pada 23 Maret 1946. Kali ini, mereka
menuntut Tentara Republik Indonesia (TRI) mengosongkan seluruh kota
Bandung. Pemerintah Republik Indonesia memerintahkan agar TRI
mengosongkan Kota Bandung. Menteri Keamanan Rakyat Mr. Amir Sjarifuddin
tiba di Bandung dengan perintah kepada TRI untuk mengundurkan diri dari
Kota Bandung. Sementara itu, dari Markas TRI di Jogjakarta datang
perintah yang berbeda. Tentara Republik Indonesia dinstruksikan untuk
tidak meninggalkan Kota Bandung. Walau dengan berat hati, TRI di Bandung
akhirnya mematuhi perintah dari Jakarta. Akan tetapi, sebelum
meninggalkan Kota Bandung, para pejuang Republik melancarkan serangan ke
arah kedudukan-kedudukan tentara Sekutu. Hal tersebut bukan lantas
menghentikan perjuangan warga Bandung untuk mempertahankan wilayahnya.
Membela dengan cara lain pun dilakukan, pertempuran Bandung Lautan Api
menjadi salah satu cara peristiwa dari cara yang dipilih.
Selain
menyerang kedudukan tentara sekutu, para pejuang juga membumihanguskan
Kota Bandung bagian selatan. Pembumihangusan Kota Bandung diputuskan
melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) pada 24
Maret 1946. Keputusan musyawarah tersebut diumumkan oleh Kolonel Abdoel
Haris Nasoetion selaku Panglima Divisi III/ Priangan dan meminta rakyat
untuk meninggalkan kota. Peristiwa Bandung Lautan Api dilakukan dengan
banyak pertimbangan, mengingat akibat yang akan dirasakan oleh warganya.
Bersama rakyat, TRI sengaja membakar kota mereka. Udara Kota Bandung
yang biasanya sejuk dipenuhi asap hitam yang membubung tinggi dan
listrik di Kota Bandung juga mati.
Pasukan
sekutu pun mulai menyerang yang mengakibatkan pertempuran sengit karena
para pejuang memberikan perlawanan hebat. Di Desa Dayeuhkolot, sebelah
selatan Bandung, pertempuran paling dahsyat terjadi karena terdapat
gudang mesiu yang dikuasai sekutu. Para pejuang bermaksud menghancurkan
gudang mesiu tersebut. Dua orang pemuda, Muhammad Toha dan Muhammad
Ramdan diperintahkan untuk meledakkan gudang mesiu di Dayeuhkolot dan
berhasil meledakkannya dengan menggunakan granat tangan. Dalam peristiwa
tersebut Muhammad Toha dan Muhammad Ramdan gugur karena ikut terbakar
bersama gudang mesiu yang mereka ledakkan.
Semula,
staf pemerintahan Kota Bandung memutuskan akan tetap tinggal di dalam
kota. Namun, demi keselamatan mereka ikut keluar kota bersama masyarakat
lainnya Sekitar tengah malam, Bandung Selatan telah kosong dari
penduduk dan Tentara Republik Indonesia, akan tetapi api masih membakar
kota, Bandung telah berubah menjadi lautan api.
0 comments:
Posting Komentar