Pages

Subscribe:
Tampilkan postingan dengan label PUISI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PUISI. Tampilkan semua postingan

Jumat, 06 Juni 2014

SEKADAR NAMA


Bersembunyi daripada yang membenci
Kerana mereka dengki
Untuk apa lagi aku di sini
Lebih baik aku pergi
Mereka hanya akan peduli
Bila aku menjadi ugutan pada mereka
Dan ketika mereka cuba tegakkan keadilan penipuan
Mereka tidak akan hiraukan aku
Bila aku bukanlah sesiapa
Aku mahu tersenyum
Kerana aku terlalu hebat
Sehinggakan mereka takut akan kemampuanku
Tapi senyumku itu telah diragut sebelum masanya
Kerana yang seharusnya menjadi milikku sudah dirampas
Yang dipercayai telah mengkhianati
Atas nama sahabat
Mereka cuma muncul apabila dirasakan tergugat
Untuk apa jika kau hanya mahukan permusuhan
Apakah makna persahabatan yang sebenar bagimu?
Walau aku tulis panjang berjela-jela pun
Kau tetap takkan dapat melihat
Kerana orang-orang seperti kamu takkan mengerti
Mata rosak telinga pekak
(Haziq, 6 Juni 2014)

MALU PADAMU, HANTU


langkah ku percepat
pada lantai marmer mengkilat
mata merendah kian lekat
enggan menatap makhluk laknat
mereka menyapa..
tapi aku acuh diam saja
lalu mereka bicara :
"jangan pura-pura.."
keringat deras mulai mengalir
tak lepas do'a berayun di bibir
mereka hanya mencibir
berlalu seraya tersenyum getir
bathinku sedikit lega..
karena mereka sudah tidak ada
tapi tiba-tiba..
mereka muncul lagi sambil tertawa
"apa mau mu..??"
teriakku menderu..
"darahku pahit dan badanku bau"
"jadi..jangan makan aku..!!"
mereka bisu, tertunduk lesu
mata merah berubah jadi abu-abu
tangannya bergetar lidah menjulur kelu
tawa pudar menjadi ratap pilu
"mana bayaranku..?"
"bayaran shooting malam lalu.."
bisik mereka setengah sayu
"lama kami menunggu.."
"terkenal, kami tak perlu.."
"jangan manfaatkan kami.."
"hanya demi rating tinggi.."
"dan jangan samakan kami.."
"dengan badut televisi.."
kini giliran aku..
tertunduk layu
malu..
padamu..
hantu..

KUHARAP MALAM TAK BERLALU

Mentari kembali keperaduan.
Tinggalah bulan sabit mengintip.
Dibalik gelapnya awan.
Tanpa berkawan bintang kemerlip.
Di atas dua roda berputar.
Di antara kabut bergelayut.
Tubuh ini sedikit gemetar.
Seakan nadi beku berhenti berdenyut.
Ditariknya tanganku perlahan.
Didekapnya dalam pelukan.
Kunikmati kehangatan.
Dalam dingin yang kurasakan.
Kuhela nafas panjang.
Seraya kupanjatkan doa.
Agar rasa ini takan hilang.
Meski harus ditelan masa.
Andai bisa ku meminta.
Tuhan tolong hentikan waktu.
Supaya kita tetap bersama.
Terperangkap dipenghujung malam itu.
>>Quatrain<<
『sajak curahan hati』

cerita terbalik



Dia ceritakan ini setengah berbisik
Di negri ini banyak hal yang terbalik
Semua tatanan jadi ajang politik
Banyak dewa dijadikan pemantik
Membuat suasana tambah berisik
Lihatlah itu, ada pagar makan tanaman!
Semua tumbuhan yang ada di halaman
Dilalap habis dari luar ke kedalaman
Itu dibiarkannya berlanjut semalaman
Pagar dan sang hama lalu bersalaman
Dengan segala keriangan merayakan keadaan
"Aturannya memang begitu", katanya bersamaan
Ada perempuan diperkosa berdiri
Katanya , itu salah mereka sendiri
Ada yang pincang menginjak duri
Yang dipersalahkan diri sendiri
Di sini, maling mengejar polisi
Jaksa dan hakim minta grasi
Di sini, hidup tanpa hak azasi
Lindungilah diri dalam tiap situasi
Satu babak diakhiri tanpa permisi
Dalam jadi luar, di luar ada isi
Atas dan bawah tukar posisi

Aku tahu,..


Kamu tidak ingin meminum dari cawan ini
Namun kamu meneguk isinya demi aku
Demi menjaga bukit kesunyian ini
Kita beraksara
Demi rahasia kecil kita
Ada batasan yang memburamkan pandangan mata
Perjalanan takdir menagisi kebahagian
Mungkin ini adalah hal membingungkan bagi yang tidak memahami
Kita tidak mengetahui cerita di novel ini akan dibawa kemana oleh penulisnya
Sepasang bibir berbicara dengan bahasa jemari
Ketika pena mencumbui kertas yang terbuat dari kelopak mawar
Pesona nikmat desah nafas mengingkari hati
Suara lirih,.. merintih diatas naskah asmara
Sepasang kekasih terpisah demi mendamaikan khayangan
Sepasang kekasih harus terpisah demi menenangkan hati Dewata

Minggu, 01 Juni 2014

photo bunga


Kutunggu Janjimu Kekasih


Kutunggu Janjimu Kekasih

Pagi ini begitu indah
sebab ada janjimu tertulis diselaput biasnya mentari di luasnya langit
juga menembus sisi jendela hatiku yang terlalu lama tak kubersihkan hingga banyak sekali jelaga yang menyumpal di sana
ternyata kau tembus dgn rindumu yang lama kunanti
betapa indahnya....

Di luar sana,
kudengar nyanyian katak dan kicauan burung,
menambah bahagia hatiku
seakan melambungkan rasaku tinggi ke atas awan, berputar-putar,
dan bercengkerama dengan ratu angin hingga lupa pada kemunafikan dan pertikaian di bumiku

Mataku terasa lebih bundar dari kemarin, 
cantik seperti katamu ketika terakhir kau sulamkan rindu di mataku
aku rindu saat itu

Pagi ini akankah kau ulangi menyulam rindu di mataku?
Aku selalu menunggumu, kekasih hatiku....

Sidoarjo.. 11-5-14
Lestari Panca Wardani merasa dicintai 

Pagi ini begitu indah
sebab ada janjimu tertulis diselaput biasnya mentari di luasnya langit
juga menembus sisi jendela hatiku yang terlalu lama tak kubersihkan hingga banyak sekali jelaga yang menyumpal di sana
ternyata kau tembus dgn rindumu yang lama kunanti
betapa indahnya....
Di luar sana,
kudengar nyanyian katak dan kicauan burung,
menambah bahagia hatiku
seakan melambungkan rasaku tinggi ke atas awan, berputar-putar,
dan bercengkerama dengan ratu angin hingga lupa pada kemunafikan dan pertikaian di bumiku
Mataku terasa lebih bundar dari kemarin,
cantik seperti katamu ketika terakhir kau sulamkan rindu di mataku
aku rindu saat itu
Pagi ini akankah kau ulangi menyulam rindu di mataku?
Aku selalu menunggumu, kekasih hatiku....
Sidoarjo.. 11-5-14
Suka · 

pembunuh naga


                                                               Rahman Syaifoel

George, nama harumku di dataran Eropa
Dengan berbagai alias namaku disapa
Apakah engkau tahu, itu mengapa?
Karena mereka tidak perlu seorang pertapa
Yang diperlukan justru fungsi seorang bapa
Yang melidungi rakyat dari segala nestapa


Aku adalah santa pembunuh naga
Kau lihat aku bertarung dan berlaga
Kuhunus pedang di atas kuda yang siaga
Kesaksianku akan membuatmu terjaga
Juga dikisahkan dalam musik Lady Gaga

Banyak sekali naga antara nusa-nusa
Mulutnya semburkan api berbusa-busa
Kemarin, bau menyebar kini dan esok lusa
Cakar besarnya yang gagah perkasa
Mata tajam merahnya yang berkuasa
Runtuhkan nyali kita, membuat putus asa

Di mana engkau sang relawan?
Kami perlu satria di atas awan
Seorang pangeran untuk melawan
Banyak naga di nusa ini, kami tertawan
Tolong diberitakan ini, para wartawan!
Tuliskan kisah kami ini, para sastrawan!
O, tolonglah kami ini, hai sang pahlawan!
Suka · 

menjadi setan


                                                         Rahman Syaifoel

                                          Setan satu pada setan jaga
                                                               Masih belum berhasil juga?
                                                             Menggoda tengkulak mangga 
Supaya tidak lagi terlalu siaga
Mengajak untuk bersama berlaga

Ternyata,jalan neraka terjal juga!
Prosesnya panjang tak terduga

Tan, kau harus ganti strategi
Jangan biarkan mereka pergi
Mendekati kantornya tiap pagi
Yang di dekat jalan Semanggi
Dengan gaji yang cukup tinggi
Lagi.....
Lihat duit korupsi? minta dibagi!

Lalu kau ambil langkah berikut
Kau ciptakan sistem yang semrawut
Sehingga mereka dalam kondisi takut
Mereka pertahankan posisi adu sikut
Dengan cara ini pancingmu nyangkut
Mereka akan segera jadi pengikut!

Kita sebagai etnik setan
Juga harus berlaku jantan
Selalu pakai jalan kekerabatan
Menuju ke arah jurang selatan
Niat orang pasti bisa kelihatan!
Kau katakan dalam selamatan
Selamat datang di rumah setan!

ADA SENYUM


Gemuruhnya
pohon-pohon tumbang
di tengah hutan belantara

Ada senyum
dan ada canda tawa
di sudut bibir mereka

Saat roda waktu
menghentikan putaran sejenak

Gadis kecil melintas
rambutnya hitam legam
kini tampak kering bercabang

Semalam hujan deras
banjir bandang datang melanda
haruskah.......
menyalahkan keadaan atau alam yang tak ramah

Badut-badutpun menari
demi sebuah kepuasan pribadi
tak menghiraukan jerit tangis sesama

21 Mei 2014.
— bersama Jona Nazhara.

Kamis, 29 Mei 2014

tajam


Penamu tajam, tulisanmu kejam
Sakitnya terasa dengan mata terpejam
Terasa pekat tiap detik, menit dan jam
Kau sembelih aku seperti seekor ayam
Lalu kau masak dengan sayur bayam
Kau bandingkan diri dengan Umar Kayam?
Sebaiknya kau pergi saja menyelam
Masuk ke dasar lautan yang dalam
Jadi gundik dewa Poseidon yang kelam!
Kau tak lebih tinggi dari kecoa
Nalurimu mencari barang tak berharga
Lalu kau garisbawahi dengan hitamnya tinta
Sebab kau tak pernah mengenal cinta
Kosakatamu penuh dengan istilah derita
Dengan itu kau malah berbangga?
Hey, engkau dengan muka badak
Yang amat senang menunggak pajak
Kau tutupi muka hitammu dengan bedak
Dari rumahmu tak berani beranjak
Bukan masalah berani atau tidak
Tapi karena kau ini bukan orang bijak!
Maka itu dengar ini kritik pedas
Agar jumawamu sedikit turun kelas
Sehingga untukmu makin nampak jelas
Takar dahulu kata-katamu dengan gelas
Supaya suaramu tidak kasar dan keras
Seperti layaknya kertas ampelas!

kau balas dengan air tuba

Janganlah kau begitu kakanda
Anggap aku gagal sebagai bunda
Lihat, tolong lihat situasi anakanda
Keberhasilan hidup mereka di Kanada
Tak sedikitpun kesusahan yang melanda
Apa kau melihat dengan kaca mata kuda?
Kemudian kau katakan, itu hanya bercanda?
Sakit hatiku kau berkata begitu
Di sini ini anak kita yang satu itu
Hidupnya berat menyandang batu
Berjalan di atas kerikil tanpa sepatu
Katanya, cacat mentalnya tak hanya satu
Kau tahu, sejak kecil dia telah buka kartu
Dengan lawan jenis tak mau bersatu
Tapi, seorang ibu senang punya mantu
Di sana dia nasibnya tidak seperti hantu!
Kebahagiaan mereka itu yang paling penting
Apa peduliku dengan semua anggapan sinting?
Dia begitu, sama halnya punya rambut keriting
Aku telah didik anak itu supaya tahan banting
Badai dahsyat tak ganggu dahan dan ranting
Kuajari dia moral, lipatan jangan digunting
Agar hidupnya dari jalur baik tak terpelanting
Kau berani bilang anak kita tak bermoral?
Aku bilang, kau berpikir seperti kopral
Tidak bisa berpikir sendiri secara kultural
Cobalah kau bersikap seperti seorang jendral!

Umpomo kowe ngerti..... sakjroning atiku nangis....


. nanging... opo pantes aku neteske loh iki kanggo sliramu?
Trenyoh rasaneng ati yen kelingan pangucap mu
Opo sa iki... sing kudu tak tindak ake marang sliramu????????
Ati iki rasane koyo wis tatu
Nanging.... aku wis kebacut tresno
Atiku ra biso selak
Yo mung sliramu sing tak gadang
Bisa dadi gantilaning bebrayan
Nanging saiki.........aku ra ngerteni .maneh tuluse atimu .. ........
Batin iki gur biso nelongso
Arep sambat karo sopo
Aku wus kebacut tresno
Muga muga ....kanti aksara iki
Sliramu mangerteni kahananku
Kang sejati
Aku ora selak..... aku ora bakal cidro ing janji
Muga muga...
Gusti kang moho Agung...
Ngijabahi aku lan sliramu
Biso mlaku gegandengan nganti kaki nini
Aamiin

Hk.. senin 19 mei 2014 jam 2.36 dini hari
Kanggo sliramu

DI BALIK AWAN


DI BALIK AWAN

Sepercik api
membakar ilalang kering
awan pekat bagai cendawan

Arakan mega menggumpal
wajah langit mulai mengelam
di balik awan,lidah petir saling melilit
benarkah,pertanda datangnya turun hujan

Burung bangkai berdatangan
tatapan matanya semakin jalang
air liurpun terlihat deras menetes

Aroma kematian
membuatnya makin beringas
aliran darah terasa bergolak
memenuhi sendi,getarkan urat nadi

Ada yang kebingungan
berlarian kesana kemari
mencari celah,diantara kobaran api
ingin melepaskan diri,dari jaring kematian

16 Mei 14. Sepercik api
membakar ilalang kering
awan pekat bagai cendawan
Arakan mega menggumpal
wajah langit mulai mengelam
di balik awan,lidah petir saling melilit
benarkah,pertanda datangnya turun hujan
Burung bangkai berdatangan
tatapan matanya semakin jalang
air liurpun terlihat deras menetes
Aroma kematian
membuatnya makin beringas
aliran darah terasa bergolak
memenuhi sendi,getarkan urat nadi
Ada yang kebingungan
berlarian kesana kemari
mencari celah,diantara kobaran api
ingin melepaskan diri,dari jaring kematian

SANG BAYU


SANG BAYU

Jalan ini
terasa menyempit
mengecil dan menghimpit
penuh lubang juga bergelombang

Jalan ini
kian sepi nan lengang
tak ada lagi yang melewatinya

Kemanakah
hilangnya sang bayu
seakan enggan berhembus

Burung-burungpun
malas menari bernyanyi
hanya diam duduk termangu

Sang kenari
menatap luruhnya dedaunan
berjatuhan berserakan di sepanjang jalan

20 Mei 14. Jalan ini
terasa menyempit
mengecil dan menghimpit
penuh lubang juga bergelombang
Jalan ini
kian sepi nan lengang
tak ada lagi yang melewatinya
Kemanakah
hilangnya sang bayu
seakan enggan berhembus
Burung-burungpun
malas menari bernyanyi
hanya diam duduk termangu
Sang kenari
menatap luruhnya dedaunan
berjatuhan berserakan di sepanjang jalan

SEHARUM BUNGA


Begitu indah terasa
apa yang telah terberikan
membuatku terjatuh dan melayang
Harumnya tubuhmu
seharum bunga melati
kumbang-kumbangpun terlena
Lentik bulu matamu
sekentik jemari tangan bidadari
Kau
petik dawai harpa
senandungkan nada getaran jiwa
getarkan ceruk relung terdalam
Kau tebarkan
indahnya jaring jala sutera
para kumbang terjerat tak berdaya
hanya tertunduk dan ada yang diam menatap
17 Mei 14.

Seperti Mimpi

 

Seperti Mimpi

Kelebatmu menusuk bayangku, bahkan merobeknya, apakah kau sengaja?
Anehnya, tak terasa menyakitiku, seakan hanya sehelai angin yang mengelus lalu pergi tak tinggalkan apapun

Ada rasa aneh yang menyelinap, entah apa itu..
Hinggap di ujung rindu yang menjuntai tapi tak memetik pucuknya, bahkan tak menyentuhnya
Dan rasa yang kemarin tlah menghilang, tak ada rasa...

Kelebatmu diam tak menyakitiku, hanya sekedar elusan, mungkinkah kau sengaja?
Aku bahkan lupa jika pernah mengenalmu, tak kusadari...
Maafkanlah

Sidoarjo, 27-5-14 Kelebatmu menusuk bayangku, bahkan merobeknya, apakah kau sengaja?
Anehnya, tak terasa menyakitiku, seakan hanya sehelai angin yang mengelus lalu pergi tak tinggalkan apapun
Ada rasa aneh yang menyelinap, entah apa itu..
Hinggap di ujung rindu yang menjuntai tapi tak memetik pucuknya, bahkan tak menyentuhnya
Dan rasa yang kemarin tlah menghilang, tak ada rasa...
Kelebatmu diam tak menyakitiku, hanya sekedar elusan, mungkinkah kau sengaja?
Aku bahkan lupa jika pernah mengenalmu, tak kusadari...
Maafkanlah
Sidoarjo, 27-5-14

Memandangi Rembulan



Memandangi Rembulan

Kemarin,
Katamu aku akan diajak ke bulan, agar dapat kuwarnai langit sepanjang perjalanan dengan senyumku yg merah jambu, juga kuning hijau dan biru

Sungguh, janjimu menjuntai dan tertulis dari a - z, sangat dalam kau tanamkan, hingga kurangkai menyerupai lagu agar dapat kubawa ke bulan

Katamu, ke bulan kita akan menancapkan selembar kartu yang telah kita lukisi dan susun sebait puisi indah agar kelinci dan srigala yang mampir ke sana membacanya, lalu mengikat janji seperti kita

Ternyata, janjimu melemparkan jiwaku ke langit hitam dan tak berbintang, hatiku basah oleh hujan dan laguku menangis kencang, memanggil angin dan mengusir gemintang, hingga bibirku membiru, tak kuat menatap wajahmu

Langit hitam menikam rasa
Seolah ada seraut menyeramkan yang hadir dan menutupi langit
Maka  rasa ini menjadi resah.

Aku menengadah
Mencari wajahmu di semburatnya rembulan yang muncul malu-malu,
Tak kutemukan
Apakah aku salah jalan ?

 Sidoarjo, 29-5-14 Kemarin,
Katamu aku akan diajak ke bulan, agar dapat kuwarnai langit sepanjang perjalanan dengan senyumku yg merah jambu, juga kuning hijau dan biru
Sungguh, janjimu menjuntai dan tertulis dari a - z, sangat dalam kau tanamkan, hingga kurangkai menyerupai lagu agar dapat kubawa ke bulan
Katamu, ke bulan kita akan menancapkan selembar kartu yang telah kita lukisi dan susun sebait puisi indah agar kelinci dan srigala yang mampir ke sana membacanya, lalu mengikat janji seperti kita
Ternyata, janjimu melemparkan jiwaku ke langit hitam dan tak berbintang, hatiku basah oleh hujan dan laguku menangis kencang, memanggil angin dan mengusir gemintang, hingga bibirku membiru, tak kuat menatap wajahmu
Langit hitam menikam rasa
Seolah ada seraut menyeramkan yang hadir dan menutupi langit
Maka rasa ini menjadi resah.
Aku menengadah
Mencari wajahmu di semburatnya rembulan yang muncul malu-malu,
Tak kutemukan
Apakah aku salah jalan ?
Sidoarjo, 29-5-14

HUJAN PERTAMA DI TENGAH HUTAN

Kidung Glagah Seta



 Tetes-tetes hujan berjatuhan di seputar kolam
di tengah hutan menerbangkan debu-debu
dan rumput kering sisa kemarau yang banyak
berserakan di pinggir kolam, lalu hujan turun
semakin lebat mericik sepanjang malam


Kemarau benar-benar telah pergi sejak hujan
pertama turun sore ini, tak ada lagi gigitan
terik matahari di gigir bumi yang sering pedih
bagai sayatan pisau di atas daging, yang
sering runcing seruncing duri menancap
di pori-pori daging
Hujan yang mericik sejak sore hingga tengah
malam di hutan itu sungguh menjawab doa-
doa malam yang sering dilantunkan bunga
rumput yang acap kehausan bila diterpa
sinar surya yang mencekam,
Hujan telah kembali meneduhkan hati rawan,
menyingkirkan siksa agar pergi meski hanya
sekedar penundaan, meski kelak akan pulan
 

Sebuah Pemakaman


Pagi ini aku mendapatimu telanjang di ranjang kita,
Bahumu mengering, terlihat mengkerut terlalu banyak beban kehidupan
Dan aku seakan terkesima, pada rasaku yang ikut mengering, tak merasakan gairahmu bahkan aku melewatimu tanpa ingin mencium bau keringatmu seperti hari-hari yang lalu,
Apakah cintaku juga sudah mengering?
Aku mencium bau bangkai di kamar kita, apakah itu karena dustamu?
Ataukah karena telah kau kubur janji sucimu di sana dan kau ganti dengan perselingkuhan yang sangat sarat dengan bau kemenyan ?
Rindu kita tlah kau kubur di kamar tempat kita merajut cinta
Kini menyebar bau darah dan apakah lusa kita akan menyudahinya dengan pesta pemakaman penuh balon dan pita berwarna hitam?
Sidoarjo, 30-5-14