Pages

Subscribe:

Sabtu, 10 Mei 2014

Paket Internet Smartfren Terbaru dan cara daftarnya

Masterz Seo - Daftar harga dan tarif paket internet Smartfren Connex terbaru serta cara aktifasinya. Smartfren adalah Salah satu operator seluler di Indonesia yang berbasis CDMA yang selalu eksis dan ikut berperan serta dalam perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia. Smartfren juga telah mempunyai lisensi selular dan mobilitas terbatas (fixed wireless access), serta memiliki cakupan jaringan CDMA EV-DO (jaringan mobile broadband yang setara dengan 3G) yang terluas di Indonesia. Meskipun kabarnya dari tahun ke tahun pengguna CDMA terus berkurang namun Smartfren tetap memberikan layanan yang terbaik buat para konsumennya dan terus meluncurkan produk-produk terbarunya salah satunya adalah Smartfren Andromax U dan berbagai paket internetnya yang menawarkan harga yang murah namun memberikan kuota yang besar dan koneksi internet yang cepat yang bisa anda bandingkan dengan operator lainnya.
Memang banyak pelanggan Smartfren yang mengeluhkan bahwa menggunakan paket unlimitite sangat lelet sekali namun anda bisa mencoba meningkatkan kecepatan koneksi internet dengan merubah DNS bawaa, untuk lebih jelasnya silakan anda baca Cara mempercepat koneksi modem Smartfren yang pernah saya tulis pada postingan terdahulu.
Ada dua pilihan paket internet Smatfren terbaru yaitu Prabayar dan Pasca Bayar dan di bawah ini adalah rincian paket serta cara aktifasinya :

paket internet smartfren terbaru


Paket Internet Smartfren Pra bayar


VOLUME BASED

PAKET DATA
Tarif
Jumlah Kuota
Cara daftar
BONUS
Harian
1.000
20 MB
Internet(spasi)Vol1rb
*123*3*9*1

5.000
100 MB
Internet(spasi)Vol5rb
*123*3*9*5
Mingguan
10.000
250 MB
Internet(spasi)Vol10rb
*123*3*9*10
20.000
500 MB
Internet(spasi)Vol20rb
*123*3*9*20
Bulanan
50.000
1,75 GB
Internet(spasi)Vol50rb
*123*3*9*50
60.000
2 GB
Internet(spasi)Vol60rb
*123*3*9*60
12 GB
100.000
5 GB
Internet(spasi)Vol100rb
*123*3*9*100
150.000
9 GB
Internet(spasi)Vol150rb
*123*3*9*150


PAKET VOLUME BASED AUTO RENEVAL

Paket Data
Tarif
Jumlah Kuota
Cara Daftar
Bonus
Bulanan
50.000
1,75 GB
Internet(spasi)Vol50rb(spasi)Otomatis
*123*3*8*50
-
60.000
2 GB
Internet(spasi)Vol60rb(spasi)Otomatis
*123*3*8*60
12 GB
100.000
5 GB
Internet(spasi)Vol100rb(spasi)Otomatis
*123*3*8*100
150.000
9 GB
Internet(spasi)Vol150rb(spasi)Otomatis
*123*3*8*150

Paket Internet Unlimited Smartfren

Paket Data
Tarif
Volume
Cara Daftar
Harian
10.000
250 MB
Internet(spasi)Unl10rb *123*3*7*10
Bulanan
50.000
1,5 GB
Internet(spasi)Unl50rb *123*3*7*50
60.000
2 GB
Internet(spasi)Unl60rb *123*3*7*60
75.000
3 GB
Internet(spasi)Unl75rb *123*3*7*75
100.000
5 GB
Internet(spasi)Unl100rb *123*3*7*100
200.000
12 GB
Internet(spasi)Unl200rb *123*3*7*200


Paket Internet Smartfren Pasca Bayar

PAKET POSTPAID UNLIMITED

Paket Data
Kecepatan
Tarif
IP PUBLIC
KUOTA FUP

Super PRO
Download s/d 14.7 Mbps,
Upload s/d 5.4 Mbps
275.000
Yes
1.000 MB/hari
Super ADVANCE
Download s/d 3.1 Mbps,
Upload s/d 1.8 Mbps
150.000
Yes
500 MB/hari
Super BASIC
Download s/d 768 Kbps,
Upload s/d 384 Kbps
90.000
No
500 MB/hari
Kecepatan FUP
Kecepatan disesuaikan menjadi Download s/d 153 Kbps, Upload s/d 128 Kbps
Artikel yang mungkin anda cari :
Tabel di atas tidak dapat di jadikan patokan karena mungkin harga-harga dia atas akan berubah sesuai dengan ketentuan yang telah di tetapkan oleh penyedia layanan "Smartfren" Namun kami akan mengupdatenya kembali jika kami mendapat informasi terbaru mengenai Paket internet Smartfren terbaru dan Cara Daftarnya atau untuk lebih jelasnya anda bisa mengunjungi situs resmi smartfren.

Selasa, 06 Mei 2014

Teknik Budidaya Ikan Gurame Yang baik dan benar



JENIS
Jenis gurame yang umum terdapat dilingkungan petani terdiri dari 4 jenis antara lain:

    BLUE SAFIR
    ANGSA
    BASTER
    BATU


HABITAT
• Digolongkan ikan DATARAN RENDAH dan OMNIVORA
• Habitat alami : Sungai, Danau dan Rawa
• Temperatur optimum 27-30 °C, pH 7-8, kandungan oksigen 4-5 ppm.
• Lebih menyukai kola, dengan dasar tanah
• Menyukai air yang tenang dengan kedalaman 70-100 cm
• Peka terhadap cahaya terutama pada malam hari dan perubahan kualitas air mendadak
• Kebiasaan makan mempunyai sifat yang cenderung kearah aktif pada kondisi menjelang gelap
• Menyukai pakan yang ada di permukaan
• Hindari penangkapan saat hujan



TEKNIK PENDEDERAN
PERSIAPAN
• Luas kolam 100-150 m2, konstruksi dasar kolam tidak disemen
• Pematangan kolam tidak berumput. Dinding bentuk trapezium. Dinding bagian dalam dibuat halus/rata dengan cara di “KEDOK TEPLOK”
• Tinggi pematang 80-100 cm
• Dasar kolam tidak terlalu berlumpur
• Lakukan pengolahan tanah dasar kolam dengan pengapuran dosis 100-200 gram/m2 dan pemupukan pupuk kandang 500-100 gram/m2
• Setelah pengolahan  tanah dasar, lakukan pengairan sampai kedalaman 50-60 cm. Selanjutnya pemasukan air dipertahankan mengalir dengan debit sekitar 1 liter/detik (untuk kolam 100-150 m2)

PEMILIHAN BENIH TEBAR
Kegiatan pemilihan benih tebar merupakan hal yang sangat vital yang perlu diperhatikan kesalahan dalam pemilihan benih tebaran akan berdampak buruk terhadap produksi yang diharapkan. Untuk itu perlu diperhatikan antara lain :
• Kondisi benih benih sehat, tidak cacat/luka dan lincah.
• Warna tidak terlalu hitam,sisik lengkap/tidak ada yang lepas. Tubuh tidak kaku
• Proses penangkapan hati-hati dan dilakukan saat kondisi tidak terlalu terik. Sebaiknya penangkapan tidak dilakukan saat hujan
• Pengangkutan benih dilakukan pagi/sore hari.

PENEBARAN BENIH
Penebaran benih sebaaiknya dilakukan pada pagi/sore hari. Sebelum benih ditebar dikolam, laukan penyusuaian suhu air dalam wadah angkut dengan suhu air kolam pemeliharaan. Untuk tahap pendederan kepadatan benih 10-20 ekor/m2 dengan ukuran benih 50-75gr/ekor.

PEMELIHARAAN
Pakan
Pakan yang diberikan terdiri dari 2 macam yaitu pakan buatan dan pakan hijauan.
Pakan buatan yang diberikan sebaiknya pakan terapung (grower) dengan jumlah pemberian 3-5%/hari dengan frekuensi pemberian 2 kali yaitu jam 06.00 dan 17.00. Hijauan yang diberikan berupa jenis daunt talas-talasan, lemna minor dan Azolla. Jumlah pemberian sekitar 5%hari.

KESEHATAN IKAN
Untuk menekan tingkat kematian akibat serangan penyakit, sebaiknya dilakukan menggunakan garam dapur dengan dosis 20-25 ppm setiap minggu.

PEMANENAN
Pemanenan dilakukan setelah benih mencapai berat 200-250 gram/ekor. Berat demikian dapat dicapai dengan pemeliharaan yang baik dan intensif selama 3-3,5 bulan. Konversi pakan untuk tahap ini sekitar 2-3. Mortalitas berkisar 5-10%.
Pemanenan sebaiknya dilakukan pagi/sore hari dengan memperhatikan hal-hal sbb.
• Tidak dalam kondisi hujan .
• Kedalaman air dipertahankan setinggi 20-30 cm.
• Penangkapan dilakukan hati-hati. Diusahakan sisik tidak lepas.
• Gunakan alat tangkap dari bahan yang halus.
• Masukkan daun-daun kering untuk memudahkan penangkapan.

TEKNIK PEMBESARAN
• Luas kolam optimal sekitar 200 m2. Kolam tanah
• Kedalaman air 70-80 cm
• Dasar kolam tidak terlalu berlumpur
• Persiapan kolam seperti pada tahapan pendederan
• Kepadatan benih tebar (ukuran 200-300 gram/ekor) 1-2 kg/m2
• Pakan yang diberikan berupa pakan buatan terapung (Finisher) dengan jumlah pemberian 2-3%. Hijauan diberikan berupa daunt talas-talasan sebanyak 5-10% tiap 2hari sekali. Waktu pemberian pakan 06.00 dan 17.00
• Lama pemeliharaan 3-3,5 bulan. Ukuran panen 600-700 gram/ekor.
• Saat pemanenan sebaiknya tidak menggunakan alat tangkap

DESTARASTA YANG BUTA DAN PANDU YANG PUCAT


Pada malam bulan madu, Kresna Dwipayana yang berkulit hitam, berjenggot lebat dan matanya yang bersinar menakutkan itu datang menemui Ambika. Ketika Ambika melihatnya, ia sangat takut dan memejamkan matanya tidak berani memandang muka Begawan Abiyasa. Tetapi untuk tidak menentang kehendak Gandawati, maka dibiarkanlah segala perbuatan Abiyasa terhadap dirinya. Maka Abiyasa berkata:

“Engkau kelak akan melahirkan anak laki-laki dengan keadaan buta kedua belah matanya. Ia bernama Destarasta”.

Bagaimana halnya dengan Ambalika? Ketika Abiyasa masuk keperaduan Ambalika tak terkecuali. Ia sangat terkejut sehingga pucat mukanya, maka Abiyasa berkata:
“Ambalika, kelak putramu akan pucat mukanya seperti ketika engkau melihatku. Putramu bernama Pandu”.

Melihat keadaan itu Gandawati masih kurang puas. Ia mengajukan perminataanya sekali lagi agar abiyasa menurunkan satu putra laki-laki yang sempurna tanpa cacat. Maka seorang anak mantra bernama Datri dititahkan untuk menerima kedatangan Abiyasa. Ia menerimanya dengan senang hati dan gembira, tak ada pikiran apapun dalam hatinya. Kelak ia akan melahirkan seorang anak yang bagus rupanya, suci hatinya, pandai dan setia kepada dharma, tetapi timpang jalannya karena ketika menerima Abiyasa ia berjinjit-jinjit.

Setelah memenuhi permintaan ibundanya, Abiyasa kembali ke pertapaan untuk melanjutkan kembali tapanya, menjauhkan diri dari keduniawan.

Nah, demikianlah kira-kira ceritera sebenarnya menurut vesi Adiparwa karya Prabu Dharmawangsa Teguh Hananta Wikrama abad ke XI yang kemudian digubah R. Ng. Ranggawarsita. Beliau menggubah tidak asal menggubah saja, tetapi diolah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan alam pikiran dan filsafat nusantara yang sifatnya antropocentris bukan dalam arti pantheistis. Tetapi hanyalah memandang manusia sebagai titik sentral dari segala yang”dumadi” (eksistensi).

Manusia itu sebenarnya hanyalah menghadapi dirinya sendiri. Sifatnya yang “duryudana, durmagati, durcitra dan dursila”, itu tidak lain adalah sifat-sifat dur-angkara dari manusia itu sendiri, yang harus dimusnahkan dengan keteguhan hati dan kesuciannya sendiri juga. Pendek kata “Setya budya pangekese dur angkara”. Setya budya artinya: “menguatkan kesadaran yang baik (dalam wayang dilambangkan Pandawa), pangekese artinya: memunahkan (dalam wayang dilambangkan Bharatayudha) dan durangkara artinya: “nafsu jahat” Kurawa.

Sebaliknya manusia sebagai makhluk itu selain rindu dan ingin mencari penciptanya sebagai sumber adanya. Karena itu Sunan Bonang berkata kepada Sunan Kalijaga dan Wujil:

“Oohhh adinda, pada lakon Bharatayudha wayang-wayang di sebelah kiri (dilihat dari belakang kelir) atau Pandawa itu mewakili naïf (ingkar) dan sebelah kanan mewakili isbat (pengukuhan). Timbulnya naïf oleh isbat, tetapi juga sebaliknya. Mereka sekarang berperang memperebutkan musbat (ada mutlak), menang atau kalah tergantung kepada cermin (Kresna) itu”.

Oleh karena itu manusia sepanjang masa terus berperang. Peperangan itu tidak lain untuk naïf dan isbat, untuk memperebutkan musbat.

Nah, saya kira sampai disini saja, tidak saya teruskan karena ini sudah sampai ke “ilmu tua” sangat “sinengker” (esoteris), lebih baik kita kembali ke soal Lara Amis yang sedang khilaf dan tergesa-gesa itu.

Akibat dari (saking) “notol”nya Lara Ami situ, cucunyalah yang harus menerima akibatnya. Bayi yang tidak berrdosa harus cacat sepanjang hayatnya. Jadi bayi itu (menurut wayang) tidak saja ditentukan sebagai unggul dan rendanya wiji (bibit) pihak ayah saya, tetapi sang ibu atau wadahnya pun harus bersih dan harus dalam keadaan siap pula. Namun apapun jadinya, bagi orang yang sudah “wus waspadeng semu”/waskita dan wicaksana, jika melihat ketimpangan ini semua bukanlah lalu tergesa-gesa akan membetulkan seketika itu juga, tetapi harus ditunggu waktunya tiba “tumibaning mangsa kala”. Hidup haruslah menerima akan adanya yang serba berpasangan (periksa: “Sekali lagi tentang Sumantri”). Artinya jika ada yang gelap pasti ada yang terang.

Kalau kita menghendaki yang terang (sejati) janganlah yang gelap (malam) harus dihilangkan seketika itu juga untuk kemudian diganti dengan terang siang. Tetapi tunggu dan sabarkan hati, karena ada waktunya sendiri, bahwa yang gelap itu akan hilang dan berganti dengan terang. Kalau “terang” dipaksakan dalam “kegelapan” itu, maka jelas, bahwa “terang” itu adalah palsu atau bukan yang “sejati”. Oleh karenanya, tak mungkin Bharatayudha dipercepat atau diperlambat, karena itu semua melambangkan proses dari hidup dan kehidupan kita sendiri.

Kalau ingin melihat matahari terbit, tunggulah lk. Jam 6.00 pagi. Kalau ingin melihat bulan purnama tunggulah pertengahan bulan.

Pada hakekatnya, manusia hidup itu hanya menghadapi dirinya sendiri secara eksistensial sebagai sosialitas. Bahwasanya wayang mengajarkan kepada kita untuk mengekang hawa nafsu, menahan dahaga, lapar dan supaya “tapa brata”, bukanlah dimaksudkan untuk lari dari dunia nyata lalu hidup menyepi di tepi pantai dan merendam diri di “tempuran” sungai, tidak. Tetapi dimaksudkan agar manusia tidak rakus, tidak serakah dan tidak menempatkan egalanya yangbersifat materiil di atas segala-galanya. Hidup itu harus ditatap secara konkrit eksistensiil. Manusia tidak hanya didorong oleh nafsu-nafsunya saja seperti theorinya Thomas Hobes, tetapi juga ditentukan oleh nilai-nilai insaninya.

Jadi manusia diharapkan “mingkar-mingkuring angkara” (menyingkiri hawa nafsu jahat). Mengapa? Agar manusia tidak menjadi “homo homini lupus” (manusia itu serigala bagi sesamanya). Abiyasa lebih jauh menganjurkan, hendaknya manusia itu maju selangkah tanpat was-was sampai memasuki dirinya sendiri, sampai pedalaman yang sedalam-dalamnya, sampai titik yang sedemikian dalamnya, sehingga tidak mungkin lebih dalam lagi. Jadi berarti sampai ke akar yang paling terakhir dan sampai berjumpa dengan dirinya sendiri.

Inilah maksudnya, mengapa Abiyasa dimasukkan dalam keluarga Bharata. Abiyasa oleh bangsa Indonesia dipandang sebagai tokoh yang memegang peranan penting dan diunggulkan oleh para pujangga dalam kisah Bharatayudha. Abiyasa tahu akan semua apa yang akan terjadi terhadap cucu-cucunya. Tetapi ia sabar menunggu sampai waktunya tiba.


Sekali lagi, Abiyasa dimasukkan ke dalam Mahabharata untuk menghindarkan agar manusia tidak menjadi serigala bagi sesamanya (homo homini lupus).

Sumber : http://wayang.wordpress.com/category/wayang-lakon/mahabharata/page/3/

Ugrasena Rabi


 Syahdan bertitahlah Hyang Girinata kepada Hyang Narada, mencari Raden Arya Ugrasena, tak lain Kahyangan Suralaya terancam bahaya, Prabu Garbaruci raja Paranggubarja, mohon jodoh bidadari Dewi Wresini, jika tak diluluskan permintaannya, kahyangan akan dihancurkan. Hyang Narada segera turun ke bumi mendapatkan Raden Arya Ugrasena, yang kala itu ditengah hutan, sedang merenungi nasibnya, lolos dari negara Mandura, kepadanya dimintakan untuk kimpoi dari kakandanya Prabu Basudewa, tetapi enggan menurutinya. Tak lupa, oleh Hyang Narada dijelaskan segala maksud Hyang Girinata, raden Arya Ugrasena menyanggupkan diri, demikian pula Prabu Pandudewanata, yang semula menemukan Raden Arya Ugrasena dihutan, juga menyanggupkan diri kepada Hyang Narada untuk membantunya.

Berhadapan dengan wadyabala dari Paranggubarja, Patih Kalaruci dan segenap raksasany ayang sedang mengamuk, untuk kali iniArya Ugrasena tak dapat melawannya, ternyata dalam peperangan dapat dihempaskan dengan hembusan angin, terbawa melayang jauh. Akan tetapi , Prabu Pandudewanata yang senantiasa dibelakannya, akan selalu membantunya, ternyata Hyang Narada mewaluyakan Raden arya Ugrasena, dan setelah itu Prabu Pandudewanata diberi sumping dan diberi wejangan-wejangan, berhadaplah lagi raden Arya Ugrasena, Patih paranggubarja, dapat dimatikan, demikian pula sisa prajuritnya yang terkalahkan dan masih hidup lari tunggang langgang melaporkan kehadapan Prabu Garbaruci. Tak ayalah lagi, sang prabu mengerahkan segenap wadyabalanya menuju Suralaya, menggempurnya, dan menuntut balas kekalahan, dan metinya prajurit-prajuritnya. Raden Arya Ugrasena dan Prabu Pandudewanata, akhirnya juga dapat mematikan Prabu garbaruci, demikian pula sisa prajurit-prajuritnya, terkikis smeua. Sesuai dengan keinginan Hyang Girinata, kepada Raden Arya Ugrasena dijodohkan dengan bidadari kahyangan, Dewi Wresini, dan mohon dirilah raden Arya Ugrasena beserta istrinya, demikian pula Prabu Pandudewanata, dengan diiringi oleh para jawata menuju kenegara Mandura.

Prabu Basudewa, sepeninggal adiknya Raden Arya Ugrasena, telah mengutus pepatihnya, saragupita untuk mencari dan memohonkan bantuan pencarian ke Prabu Pandudewanata, kedatangan nya dibarengi dengan datangnya raden Asrya Ugrasena, Prabu Pandudewanata dan para jawata. Prabu Basudewa senang sekali melihat raden Arya Ugrasena telah mendapatkan jodoh, Dewi Wresini seluruh istana Mandura bersuka cita.
 
dari pernikahan Ugrasena (Setyajid) dengan dewi Wresini, kelak lahirlah Arya Setyaki.
sumber:http://caritawayang.blogspot.com

Panduan Cara Budidaya Ikan Lele Dan Langkah Langkahnya

Cara ternak atau cara budidaya ikan lele sebetulnya cukup sederhana karena dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun, memang benar apabila sebagian orang ada yang berpendapat seperti itu karena ikan lele ikan yang adaptif. Apabila anda ingin mencoba untuk mengembangbiakan ikan lele anda bisa melihat panduan dan tata caranya dibawah ini. Kenapa ikan lele termasuk ikan yang adaptif? karena ikan lele dapat beradaptasi dilingkungan perairan manapun.

Namun walaupun demikian, apabila kita ingin melakukan ternak ikan lele ataupun budidaya ikan lele sebaiknya kita mengatahui aturan ataupun teknik budidaya lele terlebih dahulu, karena hal ini akan berdampak pada hasil akhir dari proses ternak atau budidaya lele tersebut.
Dengan kata lain, apabila kita ingin mendapatkan hasil budidaya yang maksimal secara otomatis berarti kita harus menjalankan tahapan budidaya lele ini dengan semaksimal mungkin (tidak asal-asalan). Seperti yang pernah saya alami beberapa tahun kebelakang, karena kurangnya informasi mengenai cara ternak maupun budidaya ikan lele ini maka hasilnya pun jauh dari kata maksimal. Dengan alasan seperti itu maka dicatatan singkat ini saya akan mencoba berbagai info bagaimana teknik atau cara ternak dan budidaya ikan lele agar mendapatkan hasil akhir yang maksimal.
Panduan cara budidaya ikan lele ini bersumber dari buku yang berjudul “LELE” yang ditulis oleh Indriyadi Hastoro. Namun saya tulis kembali dengan menambahkan kata - kata saya sendiri dengan maksud supaya lebih mudah dipahami.

Panduan Cara Ternak Ikan Lele atau Budidaya Ikan Lele

A. Lokasi dan media untuk budidaya ikan lele

  • Ketinggian lokasi untuk budidaya ikan lele didaerah dataran rendah hingga dataran tinggi (sekitar 700 m dpl). Sedangkan  suhu ideal untuk kehidupan ikan lele antara 25-28°C. 
  • Untuk pertumbuhan larva antara 26-30°C. 
  • Pada masa pemijahan antara 24-28°C, dan untuk tingkat keasaman (pH) air kolam berkisar 6,5-9. 
  • Adapun tingkat kesadahan (derajat butiran kasac) maksimal 100 ppm dan optimal 50 ppm. 
  • Kekeruhan air (turbidity) yang akan disebabkan oleh lumpur antara 30-60 cm, untuk mengukurnya bisa mnggunakan alat yang disebut sicchi disk.
  • Kemudian kadar oksigen (O2) untuk ikan lele dewasa 0,3 ppm sampai jenuh untuk burayak/anak lele. Kandungan CO2 harus kurang dari 12,8 mg/liter pada suhu perairan 25°C dan ammonium terikat 147,29-157,56 mg/l.

Walaupun ikan lele termasuk ikan yang dapat beradaptasi dilingkungan kondisi air minim, kualitas jelek, keruh, kotor serta sedikit oksigen, namun untuk menjaga kualitas ikan lele dan hasil budidaya yang maksimal sebaiknya air kolam untuk pemeliharaan sebaiknya tidak tercemari oleh limbah yang berbahaya.

B. Pembibitan ikan lele

Dalam menjalankan budidaya, tahap pembibitan sangat penting dan harus dipersiapkan dengan baik.

1. Penyiapan induk lele

Ciri-ciri induk jantan dan induk betina
Lele jantan ciri-cirinya:
  • Ukuran kepala lebih kecil
  • Warna kulit dada atau dasar badan lebih gelap dibanding induk betina
  • Urogenital papilla (kelamin) agak menonjol (meruncing) memenjang ke arah belakang. Terletak dibelakang anus dan berwarna kemerahan
  • Gerakannya lincah
  • Tulang kepala pendek dan agak gepeng/pipih(depress)
  • Perut lebih langsing
  • Jika bagian perut di-stripping secara manual dari perut ke arah ekor, akan keluar cairan putih kental (spermatozoa;mani)
  • Kulit lebih halus dibandingkan induk lele betina.

Lele betina cirri-cirinya:
  • Ukuran kepala lebih besar
  • Warna kulit dada atau dasar badan agak terang
  • Urogenital papilla (kelamin) berbentuk oval (bulat daun), berwarna kemerahan, lubangnya agak lebar, dan terletak di belakang anus
  • Gerakannya lamban
  • Tulang kepala pendek dan agak cembung
  • Perut gembung dan lunak
  • Jika bagian perut di-stripping secara manual dari bagian perut ke arah ekor, akan keluar cairan kekuning-kuningan (ovum/telur)
  • Kulitnya lebih kasar dibandingkan lele jantan

Induk lele yang dipilih harus cukup umur. Lele lokal mulai dewasa saat berumur 6-8 bulan. Pada umur ini, bobot badan lele lokal mencapai 100 g. Untuk lele dumbo mencapai dua atau tiga kalinya (200-300g). Artinya, pada umur ini induk lele sudah dapat bertelur. Selain itu, pilih induk yang memiliki panjang badan sekitar 20-50 cm.
Untuk budidaya, induk lele hendaknya berasal dari hasil budidaya yang telah terbiasa dengan kehidupan kolam.

2. Persiapan kolam pemijahan

Bagian dasar dan dinding kolam sebaiknya dibuat permanen. Jika tidak memungkinkan, pemijahan dan pemeliharaan lele dapat dilakukan dikolam tanah atau kolam berdinding dengan dasar tanah. Kemiringan tanah dasar kolam dibuat sekitar 5-10 derajat.
Kolam pemijahan terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian dangkal (70%) dan kubangan (30%). Bagian kubangan dibuat dibagian tengah kolam dengan kedalaman 50-60 cm. Kubangan ini berfungsi sebagai tempat berlindungnya induk ketika kolam disurutkan.
Dalam pemijahan lele, pada sisi-sisi kolam perlu disiapkan sarang peneluran. Bagian dalam bak pemijahan perlu dilengkapi sarang berupa kotak kayu tanpa dasar berukuran (25 x 40 x 30) cm sebagai sarang pemijahan. 
Bagian atas kotak sarang diberi lubang dan tutup untuk melihat adanya telur dalam sarang. Sementara itu, bagian depan kotak sarang sedikit gelap. Sarang juga perlu diberi ijuk dan kerikil sebagai media menempatkan telur hasil pemijahan. 
Selain dari kotak kayu, sarang pemijahan juga dapat dibuat dari tumpukkan batu bara, ember plastic, atau batang bekas lainnya. Sebelum digunakan, kotak sarang harus berada dalam kondisi higienis. Oleh karena itu, bersihkan sarang dengan mencucinya menggunakan air, lalu bilas dengan formalin 40% atau KMnO4, kemudian bilas dengan air bersih dan keringkan.

3. Pemijahan 

Pemijahan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pemijahan alami dan pemijahan buatan (suntik/hipofisasi).
Dalam proses pemijahan alami ini ada dua cara yaitu, Pemijahan berpasangan dan Pemijahan massal, namun dicatan ini saya akan menginformasikan hanya pemijahan berpasangan saja.
Lele memijah sepenjang tahun. Pemijahan paling banyak terjadi bersamaan dengan datangnya musim penghujan, sepenjang musim hujan hingga peralihan musim kemarau. Sepanjang hidupnya, induk lele budidaya mampu memijah hingga 15 kali. Induk lele yang dipelihara dengan baik akan bertelur setiap 2-3 bulan sekali dan akan terus bertelur hingga berumur 5 tahun. 
Selama 10 hari, terhitung dari sejak induk dimasukkan ke kolam pemijahan, ketinggian air kolam yang dimasukkan hanya sebatas permukaan kubangan (30-60Cm). pada hari ke 10-20, air kolam dinaikkan sampai 10-15 cm (hingga menutup sarang peneluran), dan pemberian pakan dihentikan.
Denagn perlakuan ini, dalam waktu 10 hari berikutnya induk akan memijah dan bertelur dalam sarang yang tersedia. Lebih kurang 24 jam berikutnya, telur akan menetas, burayak bisa tetap berada dalam pengasuhan induk atau dipelihara terpisah dalam kolam ipukan (kolam pendederan).
Pemijahan berpasangan
Pemijahan secara berpasangan tidak jauh berbeda dengan pemijahan alami. Perbedaannya hanya terletak pada ukuran kolam pemijahan yang dibutuhkan. Bak atau kolam pemijahan secara berpasangan dapat dibuat dari semen atau teraso dengan ukuran 1m x 1 m atau 1m x 2 m. Sebagai tempat memijah, kolam perlu dilengkapi sarang pemijahan pada bagian dalamnya.
Setelah kolam pemijahan siap, tebarkan sepasang induk dalam bak yang telah diisi air setinggi sekitar 25 cm. Kondisi air sebaiknya mengalir dan penebaran sebaiknya dilakukan pada pukul 14.00-16.00. Biarkan induk selama 5-10 hari dan berikan pakan secara intensif. Memasuki hari 10 hari, sepasang induk ini biasanya telah berpijah, bertelur, dan menetaskan telurnya dalam waktu 24 jam. Telur-telur yang baik adalah yang berwarna kuning cerah.
Anak-anak lele yang telah menetas dan masih kecil (stadium larva) dapat diberi pakan alami beruapa kutu air atau jentik-jentik nyamuk. Setelah ukurannya bertambah besar. Anak lele dapat diberi cacing dan kuning telur rebus.

4. Penetasan 

Penetasan telur dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
  1. Ditetaskan dikolam ipukan/pendederan
  2. Dibiarkan menetas secara alami disarang yang terdapat pada kolam pemijahan.

Cara 1
Terdapat langkah-langkah yang ditempuh jika telur dipelihara dalam kolam ipukan (kolam pendederan), yaitu:
  • Segera keluarkan telur begitu pemijahan selesai.
  • Pelihara secara intensif telur-telur tersebut dalam kolam ipukan (kolam pendederan).
  • Pertumbuhan larva membutuhkan suhu air kolam antara 26-30°C.

Cara 2
Jika dibiarkan berada dalam asuhan induknya, biarkan telur menetas dan pemisahan burayak dengan induk dilakukan secara bertahap.
Adapun pemisahan induk dan burayak dilakukan dengan tahapan berikut.
  • Saat benih berumur seminggu, segera pisahkan induk betina dari kolam dan biarkan pejantan tinggal di kolam menjaga anak-anaknya.
  • Setelah berumur 2 minggu, pisahkan anakan dari induk jantan. Selanjutnya, keluarkan anakan lele dari sarang dan pindahkan ke kolam ipukan (pendederan).

Untuk mengumpulkan burayak, terlebih dahulu air kolam disurutkan hingga sebatas kubangan. Selanjutnya, benih dialirkan melalui pipa pengeluaran dan burayak lele yang sudah dipindahkan ke kolam pendederan dapat dipelihara secara intensif.

C. Pembesaran Benih

Setelah menetas, benih hasil pemijahan perlu mendapat perhatian ekstra dan pemeliharaan intensif. Pemeliharaan  intensif ini diharapkan mampu menekan angka kematian benih dan membuat pertumbuhan benih menjadi lebih pesat.

Pemberian pakan

  • Pada hari ke-1 sampai ke 3, benih lele tidak perlu diberi pakan tambahan karena masih memiliki kantong kuning telur (yolk sac) yang dibawa sejak menetas.
  • Hari ke-4 hingga akhir minggu ke-2, benih diberi zooplankton, yaitu daphnia dan artemia yang mengandung protein 60%. Dosisnya 70% kali biomassa setiap hari. Dua jenis pakan alami ini diberikan 4 kali sehari. Pakan ditebar di sekitar tempat pemasukan air (inlet).
  • Kira-kira 2-3 hari menjelang pemberian pakan zooolankton berakhir, benih lele sedikit demi sedikit dikenalkan dengan pakan berbentuk tepung yang mengandung protein 50%. Pakan tepung tersebut dapat berupa campuran kuning telur, tepung udang, serta sedikit bubur nestum. Untuk membiasakan pada pakan baru tersebut, pakan bentuk tepung diberikan sekitar 10-15 menit sebelum pemberian zooplankton.
  • Minggu ketiga, pakan tepung diberikan sebanyak 43% kali biomassa setiap hari.
  • Minggu keempat, pakan tepung diberikan sebanyak 32% kali biomassa setiap hari.
  • Minggu kelima, pakan tepung dberikan sebanyak 21% x biomassa setiap hari.
  • Minggu keenam, benih diberi pakan berupa pellet apung.

Pendederan dan pembesaran

Pemeliharaan benih lele dilakukan di kolam ipukan (pendederan) dengan melalui tiga tahapan pendederan, yaitu pendederan 1, 2, 3.
kolam pendederan 1 digunakan untuk merawat benih hingga ukurannya mencapai sekitar 1-3 cm. kepadatan kolam pendederan untuk benih seukuran ini antara 60-100 ekor/m².
Selanjutnya, benih ukuran 3 cm ini dipelihara lebih lanjut pada kolam ipukan 2 hingga usianya mencapai 21-30 hari dan panjangnya sekitar 5-6 cm. Benih seukuran ini dapat dipelihara kembali dalam kolam ipukan 3 atau bisa juga dijual sebagai benih.
Selepas dipelihara dalam kolam ipukan (kolam pendederan) 3 hingga umurnya menginjak 35-45 hari, panjang badan lele telah mencapai 10-15 cm. Benih seukuran ini akan cepat besar apabila dipelihara dalam kolam pembesaran.
sumber:http://perawatanternakbudidaya.blogspot.com

Minggu, 04 Mei 2014

Petruk Mencari Jati Diri 4 (Kita Adalah Bangsa Bibit Unggul)

Petruk Truk, Bapak hilang, Bapak hilang!!!” suara cempreng yang sangat dikenal Petruk, suara Gareng. Yang tergopoh-gopoh datang dengan nafas terengah. “Romo Semar hilang, Romo Semar hilang!!!”
Petruk tersenyum-senyum saja sambil menikmati hisapan terakhir rokok siongnya. Kemudian berdiri dan mengikat kayu bakar yang telah dibelahnya
“Hei… Romo Semar hilang! Romo Semar hilang! RomoSemar hilang!” Gareng mengulang lagi dengan nada lebih sengit. “Apa sih yang dimaui si tua udel bodong itu? Pakai acara ngilang segala. Apa dia memang nggak tahu atau pura-pura nggak tahu kalau desa kita ini masih membutuhkan keberadaannya? Desa kita yang semakin rusak ini membutuhkan keprigelannya!”
Tapi Petruk memang selalu lebih cool dalam menanggapi permasalahan. Dia hanya tersenyum sambil melirik kakaknya. Kemudian malah masuk ke dalam rumah.
“Dasar Petruk Kanthong Bolong! Kamu ini memang nggak punya telinga! Nggak punya perasaan! Nggak punya keprihatinan! Romo Semar hilang! Bapak kita hilang! Dengar nggak sih kamu ini?” Atas nama segala kejengkelan, kalimat Gareng jadi berbelok memaki adiknya.
Namun ketika sesaat kemudian Petruk keluar membawa sebakul singkong rebus, Gareng mengembalikan kata-kata ke jalur awal, “Bapak itu manja dan jual mahal. Sudah tua bangka masih pakai acara ngambeg segala. Desa kita ini membutuhkan kepiawaian RomoSemar. Kalau dia menghilang begini, seluruh penduduk desa menjadi yatim piatu sejarah. Bahkan bukan hanya penduduk Karang Kedempel saja, tapi seluruh alam semesta akan meratap. Menagisi nasibnya. Apakah dia jengkel kepada Pak Kades, sehingga tidak mau lagi jadi Punakawan?”
Gareng mengambil sinkong, sekaligus dua biji, menggigit dan mengunyahnya sambil meneruskan pidatonya, “Apakah Bapak menganggap Pak Kades demikian tak pantasnya uantuk ditemani karena sudah sedemikian tak tahu diri. Salahnya orang-orang juga sih, memanggil Bapak dengan sebutan Ki Lurah Semar. Pak Lurah yang asli jadi jengkel, sehingga sebutan Lurah diganti menjadi Kades!”
Sampai disini Petruk sadar keadaan, dia langsung mengambil singkong rebus sekaligus tiga biji. Kalau keadaan tetap seperti ini, dia nggak bakalan kebagian singkong. Karena Petruk sangat faham, sebentar lagi Kang Gareng akan melanjutkan pidato kenegaraannya yang tentu akan sangat panjang, serta diikuti dengan mengunyah semua singkong-singkong rebus itu sampai habis.
“Apakah Bapak sudah memuntahkan kembali bumi dari perutnya? Apakah dia sudah masuk kembali menyelusup ke dalam rahim Dewi Wirandi ibundanya? Ataukah Semar sudah pupus di cahaya mata Sang Hyang Tunggal ayahandanya yang memang sudah lama sekali dirindukannya?” Gareng meneruskan bait-bait sajaknya sambil memasukkan gumpalan-gumpalan singkong ke dalam mulutnya.
“Hidup Kang Gareng! Hidup Gareng! suiit.. suit” Petruk berteriak, bertepuk tangan, dan bersiul panjang.
Petruk merasa perlu memotong orasi Gareng. Karena kalau tidak, pidato Gareng akan jadi berkepanjangan. Bahkan mungkin samapai berhari-hari tanpa henti. Yang lebih dikhawatirkan oleh Petruk adalah bahwa hilangnya Semar hanyalah refleksi khayalan kakaknya yang berhidung extra large ini
Sekali lagi Petruk dibuat terheran-heran. Bagaimana mungkin di sebuah dusun seperti Karang Kedempel ini ada orang seperti Gareng, yang mempunyai wawasan mengagumkan melebihi punggawa-punggawa desa. Bahkan pengetahuan Gareng lebih hebat ketimbang kemampuan Pak Kades sendiri. Padahal Gareng ini tidak pernah makan bangku sekolahan
“Berapa sih cicilan utang yang harus Kang Gareng bayar hari ini? Debt colectornya sudah datang toh? ” tanya Petruk.
Mata Gareng semakin juling, “Kurang ajar kamu Truk, apa kamu kira aku ini pura-pura gila?”
“Atau barangkali Kang Gareng habis berantem sama Mbakyu?” tanya Petruk lagi.
“Sialan kamu, apa kamu anggap aku main-main? Heh, dengar ya! Buka telingamu lebar…”
“Dari dulu telingaku ya sebesar ini mana mungkin dibuat jadi lebih lebar. Kang Gareng ini nganeh anehi lho,” Petruk memotong, sebelum sumpah serapah kakaknya ini keluar. Dia ingin sedikit membuat kepala Gareng lebih dingin. Dan berhasil!
Nada suara Gareng merendah, “Truk, apa jadinya dusun kita ini kalau Bapak menghilang tanpa pesan seperti ini?”
“Kang, Bapak tidak pernah dan tidak akan pernah hilang. Bapak tidak akan kemana-kemana kok. Tapi memang dia ada dimana mana”
“Lho, kamu mau adu filsafat dengan aku?” nada suara Gareng meninggi lagi.
“Adu filsafat bagaimana toh Kang?”
“Lha itu tadi, bicaramu seperti ahli filsafat saja, mungkin kamu sudah mulai ketularan romo Semar, atau barangkali Bapak sudah merasuk dalam ragamu ya Truk…”
“Hus…, Kang Gareng ini lho ada-ada saja, tubuhku yang kurus ini apa ya muat dimasuki Bapak yang gedenya hampir sama dengan satu kontainer peti kemas itu,” Petruk mencoba melumerkan ketegangan Gareng, tapi tidak berhasil.
“Kita harus segera menemukan Bapak, Truk. Romo Semar harus bertanggung jawab akan keadaan Dusun Kareng Kedempel saat ini. Ini semua juga gara-gara ajarannya.”
“Ajaran Romo yang mana, Kang?”
“Romo Semar mengajarkan bahwa kita harus berjiwa besar dan rendah hati. Saking merasuknya ajaran ini ke dalam jiwa setiap penduduk Karang Kedempel, sampai-sampai mereka sulit membedakan mana kerendahan hati dan mana yang namanya kesombongan,” Gareng duduk di atas lincak sembari menaikkan satu kakinya. Tak lupa sambil mengunyah singkong rebus.
Kali ini Petruk memutuskan untuk membiarkan saja Si Gareng yang mulai berancang-ancang berkhotbah. Bahasa tubuh kakaknya sudah sangat dikenal oleh Petruk.
“Semar bilang bahwa penduduk Karang Kedempel adalah bangsa bibit unggul, lebih dari itu: dalam konteks evolusi pemikiran, kebudayaan dan peradaban- kita adalah bangsa garda depan, avant garde nation, yang derap sejarahnya selalu berada beberapa langkah di depan bangsa-bangsa lain di muka bumi.”
“Bapak juga bilang, bahwa pakar dunia di bidang ilmu sosial, ilmu ekonomi, politik dan kebudayaan, sudah terbukti “terjebak” dalam mempersepsikan apa yang sesungguhnya terjadi pada bangsa kita. Penduduk seluruh dunia membayangkan Karang Kedempel adalah kampung-kampung kumuh, banyak orang terduduk di tepi jalan karena busung lapar, mayat-mayat bergeletakan, perampok di sana sini, orang berbunuhan karena berbagai macam sebab. Negeri yang penuh duka dan kegelepan.” Sekali tarikan nafas, dan Gareng melanjutkan orasinya.
“Padahal di muka buni ini mana ada orang yang bersuka ria melebihi warga Karang Kedempel. Tak ada orang bersuka ria melebihi orang Karang Kedempel. Tak ada masyarakat berpesta, tertawa-tawa, jagongan, kenduri, serta segala macam bentuk kehangatan hidup melebihi kebiasaan masyarakat kita. Tak ada anggaran biaya pakaian dinas pejabat melebihi yang ada di Karang Kedempel. Tak ada hamparan mobil-mobil mewah melebihi yang terdapat di dusun kita ini. Import sepeda motor apa saja dijamin laku, berapa juta pun yang kau datangkan kenegeri ini.”
“Kata Romo Semar lagi, bahwa penduduk dunia menyangka kita sedang mengalami krisis, padahal berita tentang krisis dudun kita adalah suatu ungkapan kerendahan hati. Penduduk dunia sering tidak mengerti retorika budaya masyarakat kita. kalau kita bilang “silahkan mampir ke gubug saya” -mereka menyangka yang kita punya adalah gubug beneren, padahal rumah kita adalah Istana, yang Gubernur di Argentina dan Menteri di Mesir pun tak punya macam kita punya”
“Kalau kita bilang kalau dusun kita sedang krisis, itu adalah semacamp tawadlu’ sosial, suatu sikap yang menghindarkan diri dari sikap sombong. Kalau pemerintah kita terus berhutang trilyunan dolar, itu strategi agar kita disangaka miskin. Itu taktik agar dunia meremehkan kita. Karena kita punya prinsip religius bahwa semakin kita direndahkan oleh manusia, smakin tinggi derajat kita dihadapan Allah. Semakin kita diperhinakan oleh manusia di muka bumi, semakin mulia posisi kita di langit.”
“Dulu ketika Kades kita seorang yang buta, sejumlah orang di luar dusun mengejek kita: Apa dari 210 juta penduduk dusunmu tidak ada lagi seorang pun yang punya kemampuan menjadi Kades sehingga harus mengangkat seorang pimpinan pesantren yang buta? Ketika kemudian kita mempunya seorang Ibu Kades sebagai pemimpin dusun ini, mereka juga bertanya dengan sinis: Apa penduduk dusunmu itu 99% wanita sehingga tidak ada satu lelakipun yang mungkin menjadi Kades?”
“Aneh memang bahwa bangsa-bangsa di luar Karang Kedempel yang katanya lebih terpelajar dan lebih beradap ternyata hanya memiliki pemikiran linier dan tingkat kecerdasannya tidak bisa diandalkan. Mereka tidak punya fenomena budaya sanepo, misalnya. Juga tak punya pekewuh. Kita sebagai bangsa yang berkebudayaan tinggi dan berperadaban unggul – tidaklah akan pernah memilih suatu sikap sosial yang gemedhe atau adigang adigung adiguna. Kita tak akan pernah pamer keunggulan kepada bangsa lain, dan itulah justru tanda keunggulan budaya kita. Kita tidak akan mencari kepuasan hidup dengan melalui sikap ngendas-sendasi bangsa lain. Kita adalah bangsa yang memiliki kemuliaan batin karena sanggup memprakekkan budaya andap asor, budaya rendah hati.”
“Jangankan soal Kepala Desa. Tim nasional sepakbola kita pun dirancang sedemikian rupa sehingga jangan sampai menangan atas kesebelasan bangsa bangsa lain. Sudah berpuluh tahun kita mempraktekkan filosofi ngalah kuwi dhuwur wekasanane, mengalah itu luhur derajatnya. Olah raga bulutangkis yang dulu dusun kita pernah membuktikan sebagai bangsa yang tidak bisa dikalahkan oleh tim dari bangsa manapun termasuk Cina yang berpenduduk 1,2 milyar. Sekarang kita menyesal kenapa mempermalukan Cina, sehingga bulutangkis kita sekarang kita bikin bagus, tapi sering mengalah…” Terengah-engah Gareng menyelesaikan kalimat-kalimatnya
“Coba bayangkan Truk, ajaran Romo Semar yang macam itu apa tidak terlalu tinggi untuk dicerna warga Karang Kedempel? Bukannya mereka jadi rendah hati, bahkan sebaliknya, mereka semakin sombong”
“Wah, jadi Kang Gareng menganggap tingat kecerdasan warga Karang Kedempel masih dibawah standart untuk bisa menyerap ilmu Romo Semar, begitu?”
“Lha wong Gareng itu memang goblog kok, sama goblognya dengan Semar, kamu jangan ikut-ikutan goblog Truk!!!” Tiba-tiba Gareng dan Petruk dikejutkan oleh suara parau, sengau dan kalimatnya sangat tidak sopan.
Suara dan gaya bahasa yang sudah sangat mereka kenal. Dan mereka segera sadar bahwa sudah ada sosok ketiga berada diantara mereka. Makhluk berbadan bulat tak berbentuk, seakan hanya onggokan daging. Bermata sebesar baskom, hidung pesek, mulut lebar sampai ke telinga. Siluetnya sekilas mirip Semar. Dia adalah Bagong, anak bungsu Semar.
Dan yang membuat Gareng dan Petruk lebih terkejut adalah singkong yang masih tersisa kira-kira sepuluh biji langsung habis sekali tenggak kedalam mulut Si Bagong.
Petruk hanya tersenyum, lain halnya dengan Gareng, “Kampret! Anak nggak kenal sopan santun! Manggil orang tua yang sopan! Panggil dengan sebutan Bapak atau Romo, jangan asal panggil Semar Semar! Romo Semar itu bapak kita, tahu nggak?”
“Lha wong namanya Semar kok minta dipanggil Romo, Semar ya Semar,” Bagong memang selalu apa adanya.
“Duh Gusti nyuwun ngapuro, tunjukkanlah bagaimana caranya menyadarkan dan mengajarkan kebudayaan kepada seekor munyuk ini…” juling mata Gareng semakin menjadi-jadi.
Sumber: bharatayudha.multiply.com.

Petruk Mencari Jati Diri 3 (Samrat Rajasuya, Tragedi Kematian Supala)

Petruk Memang benar bahwa Semar bukan bapak kandung Petruk. Juga benar bahwa Jelmaan Sang Hyang Ismoyo ini yang menyeret Petruk ke Mayapada. Tapi tak ada sedikitpun perasaan menyalahkan bapaknya atas semua kejadian yang telah terjadi padanya. Tak ada secuil pun fikiran bahwa dirinya di fitakompli oleh Kiai Semar Bodronoyo.
Petruk tak pernah menyesali ujudnya yang tidak proporsional, jauh dari postur ideal seorang manusia. Hidung kelewat panjang, lengan yang menjulur kebawah melampaui lutut, badan kurus tapi perutnya buncit, wajah tirus mulut lebar hampir menyentuh telinga. Padahal dulunya, sebelum menjadi Petruk, dia ini bernama Prabu Mercukilan, raja jin yang tampan dan gagah perkasa. Kesaktian Prabu Mercukilan tidak ada yang menyangsikan.
Suatu saat Prabu Mercukilan memasuki kahyangan Junggring Saloko, minta salah seorang dewi kahyangan bernama Utari untuk dijadikan isteri. Permintaannya ditolak, raja jin ini mengamuk mengobrak-abrik kerajaan dewa-dewa tersebut. Tak ada satu dewa pun yang mampu mengimbangi kesaktian raja yang kasmaran ini. Batara Guru Sang Hyang Otipati si Maha Dewa pun tak luput dibuat babak belur.
Keributan di kahyangan ini akhirnya dapat diredam setelah Kiai Semar bersedia turun tangan. Meskipun tidak mudah, akhirnya Prabu Mercukilan dapat ditaklukkan Kiai Semar setelah menjalani pertempuran seabad lamanya. Pertempuran yang tak urung menyisakan cacat fisik menetap pada diri raja jin biang onar, hilang sudah wajah tampan, tubuh gagah perkasa. Berubah menjadi wujud Petruk yang sekarang ini. Selanjutnya Petruk diangkat anak oleh Semar menjadi adik Gareng yang sejatinya juga raja taklukan kiai Semar.
Tak ada setitikpun perasaan dendam di hati Petruk terhadap bapaknya ini. Yang ada justeru rasa hormat yang teramat dalam. Tapi meskipun sudah berabad-abad dia mengikuti langkah bapaknya, sungguh tidak mudah untuk memahami semua keputusan yang diambil oleh Ki Lurah Semar Bodronoyo ini. Bahkan acap kali menyisakan rasa gemas di hati Petruk. Pengalaman menyaksikan terbunuhnya Ekalaya, adalah satu dari ribuan kejadian yang mau tidak mau memaksa Petruk berfikir keras untuk menemukan alasan apa yang mendasari sikap bapaknya.
Sikap Bagong, adiknya, yang terkesan cuek dan selalu mengabaikan sopan santun. Serta sikap Kang Gareng yang ekspresif sehingga terkesan mendramatisir masalah. Keduanya merupakan hal yang juga selalu menimbulkan sedikit kekhawatiaran di hati Petruk.
Mudah-mudahan Kang Gareng belum cukup dianggap sekaliber dengan Ekalaya, sehingga harus dilenyapkan. Meskipun tindakan melenyapkan Gareng bukan pekerjaan mudah, kesaktian anak sulung Semar ini tak bisa ditandingi oleh dewa dan ksatria manapun juga. Yang dikhawatirkan Petruk adalah tipu daya, muslihat, kelicikan atau keculasan yang sering kali terbukti bisa mengalahkan kesaktian yang mahambara sekalipun.
Masih segar di ingatannya, kejadian terbunuhnya Supala, yang juga menyisakan penasaran dihati Petruk. Supala adalah Patih Kerajaan Magada, bukan raja, tidak punya pengaruh apa-apa. Juga tidak sesakti Ekalaya. Toh mati juga digilas oleh Sri Kresna.
Apakah perlu Sri Kresna pamer kesaktian? Apakah perlu memberangus seseorang yang tidak berpengaruh? Apakah kritikan selalu dianggap sebagai ancaman? Apakah perbedaan harus ditiadakan?
Dan yang lebih membuat bingung: mengapa Kiai Semar membiarkan ketidakadilan terjadi? Semar adalah Mbah Biangnya kesaktian, apa sulitnya menghalangi kesewenang-wenangan?
Peristiwa bermula di negeri Indraprastha yang dirajai oleh Prabu Puntadewa atau Yudisthira si Darah putih bermaksud mengadakan samrat, semacam perjanjian persekutuan politik dan ekonomi dengan beberapa negara tetangga. Kerajaan Hindustan, Pracicu, Mandaraka, Malawa, Sindu dan yang lainnya menerima itikad baik usul persahabatan itu.
Pada saat upacara Rajasuya, yakni penobatan persekutuan itu, kurang jelas bagaimana proses mekanisme lobinya, Sri Kresna diangkat sebagai ketua sidang.
Apakah semua sepakat demikian? Ternyata tidak, ada kaum separatis, sempalan.
Ada sebuah instrumen musik yang berjalan dan berbunyi tidak sesuai dengan kerangka aransemen telah dirancang susah payah oleh Kresna.
Orang tolol dari mana yang berani-beraninya menabrak tatanan baku? Siapa yang mengajari dia bertindak bodoh untuk menjebol aturan, keluar dari pakem?
Ya itu tadi. Supala namanya. Patih Kerajaan Magada. Apakah ia seorang idealis? Seorang independen? Seorang pemegang teguh ideologi yang bersedia membelah gunung dan merobek langit untuk memperjuangkannya? Ataukah hanya sekedar satria yang menghargai kemerdekaan berpendapat lebih mahal dari nyawanya sendiri?
Benar bahwa Prabu Jarasanda Raja Magada junjungannya, baru saja diremukkan kepalanya oleh Bima, saat berlangsungnya penaklukan Indraprastha atas Magada. Penaklukan. Perhatikan baik-baik: Penakluklan!
Tentu saja Supala adalah orang yang paling memiliki hak sejarah untuk bertanya di forum yang mengangkat Prabu Kresna: “Hai titisan Wisnu yang merasa dirimu paling bijaksana!Ini Samrat atau kolonialisasi? Persekutuan ataukah penaklukan? Ini kesepakatan atau titah?”
Forum menjadi senyap saat Supala tiba-tiba mengangkat tangan dan mengeluarkan protes keras, langsung menohok kepada Sri Kresna. ” Semua ini hanyalah sandiwara! Semua ini hanya bersumber pada muslihat Paduka Yang Mulia Bathara Kresna, saat ini kita dihimpun untuk melakukan upacara palsu seolah-olah kita sedang merundingkan persahabatan. Saya akan mencabut kata-kata saya, kalau sidang ini tidak dipimpin oleh Kresna!”
Sidang samrat gempar. Semua raja dan utusan yang hadir tahu persis apa yang selanjutnya akan terjadi. Sang Kresna mengankat leher dan mendongkakkan kepala.
“Apa maksudmu, Supala?” terdengar suara Kresna datar, mengerikan semua hadirin.
“Saya mengajukan keberatan atas dasar dua hal,” jawab Supala
“Kamu merasa dendam atas kematian rajamu?”
“Itu adalah hal terakhir. Tapi yang penting adalah, pertama, kita yang ada di sini semua tahu betapa saktu Paduka Kresna. Tak seorangpun dalam pertemuan ini sanggup mengalahkan Paduka. Hali ini bisa menjadi sumber bias dalam perundiangan samrat ini. Perundingan ini seharusnya tak ada hubungannya dengan kesaktian. Kesaktian hanya bertempat tinggal di peperangan. Perundingan adalah tempat bertemunya semangat kerja sama dan itikad untuk saling membantu, serta kesediaan untuk saling memelihara kesejahteraan. Kalau kesaktian dianggap sebagai ukuran, maka perundingan hanya mungkin dilakukan oleh pihak-pihak yang kesaktiannya berimbang”
“Teruskan,” sahut Kresna.
Semua yang hadir merasa aneh Kresna tidak membantah argumentasi Supala. seharusnya ia bisa mengemukakan bahwa yang memimpin sidang bukan kesaktian, tapi Sri Kresna.
Petruk yang melihat kejadian ini, meskipun dia tidak berhak mengeluarkan meskipun hanya sekedar satu suku kata dari mulutnya, langsung merasa gelisah. Dia sangat mengerti, betapa mengerikannya paham kekuasaan Bathara Kresna.
Saat dia hendak bertanya kepada bapaknya, dia sudah mendapati Kiai Semar mendengkur di bawah pohon beringin di luar ruang perundingan. Petruk tahu bapaknya hanya pura-pura tidur.
“Aku usul agar sidang ini dipimpin oleh orang yang paling rendah tingkat kesaktiannya,” lanjut Supala.
Forum mendengung. “Aku yakin tak seorangpun mau maju untuk menjadi pimpinan yang direndahkan,” kata Kresna.
“Paduka jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan sendiri. Ini pertemuan runding, bukan pertemuan titah!”
“Baiklah teruskan,” nampak sekali Kresna menahan diri.
“Hal yang kedua,” lanjut Supala, “Nalar perundingan Samrat ini akan absurd jika diketuai oleh seorang yang bisa seenaknya mengatasnamakan kehendak Dewa-Dewa. Pendapatnya akan dipaksakan atas nama dewa, atas nama kerja sama, tapi dalam penafsiran sepihak. Saya sama sekali tidak mengatakan bahwa Paduka tidak memiliki keabsahan mengaku atau dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu. Tapi konsep semacam itu selalu cenderung mengurangi daya nalar kita atas persoalan-persoalan serta menurunkan kesehatan proses perundingan!”
Forum Samrat menjadi benar-benar mencekam. Semua yang hadir berdegup kencang jantungnya dan hampir tak bernafas.
“Sudah, Supala?” suara Kresna bergetar.
“Sudah, Paduka!” jawab Supala
Petruk yang sudah sangat hafal pola pikir titisan Wisnu, tahu persis apa yang selanjutnya akan terjadi.
“Aku hargai semua pendapatmu tanpa harus kusebut bahwa kamu adalah anak kemarin sore yang berakal ngawur dan berilmu dangkal,” suara Kresna memeacha kesunyian, “Di Mayapada ini setiap manusia boleh mengemukanan apa saja, tapi harus mengerti dalam situasi apa dan bagaimana ia kemukakan pendapatnya. Siapa saja boleh mengkritik, tapi harus dengan garis ketenteraman Mayapada. Semua boleh ngomong apa saja, tapi tidak dengan melanggar keselarasan, kesatuan dan persatuan. Adapun yang kamu lakukan Supala.”—Waktu bagaikan berhenti oleh kalimat Kresna— “Adalah penghinaan atasku didepan umum! Masalahnya sekarang ini bukanlah soal perbedaan pendapat, melainkan tindakan pidana penghinaan. Bukan sekedar penghinaan Satria kepada sesepuhnya, tapi juga penghinaan seorang lelaki kepada lelaki yang lain.”
Daun-daun gugur dari tangkainya. Mendung tiba-tiba merapat dan angin menyisih menjauh.
Sri Kresna bermaksud menyelesaikan persoalan itu secara lelaki. Ia meloncat ke pintu gedung Samrat, keluar ke halaman, “Keluarlah, Supala! Hadapi aku secara jantan.”
Seluruh hadirin beranjak dan keluar gedung dalam kesenyapan. Suasana menjadi beku. Tidak akan terjadi duel. Tak kan ada perkelahian. Ini adalah pembantaian. Supala hanyalah seseorang, sedangkan Kresna adalah segala-galanya.
Petruk bingung, hanya bisa mengurut dada. Ingin bertanya ke bapaknya, tapi Kiai Semar ngorok semakin keras. Gareng dan Bagong entah pergi kemana. Petruk hanya mencoba untuk bersikap rasional dan proporsional, mengesampingkan segala perasaan dan opininya.
Sesungguhnya ini sangat memalukan. Tidak satu sel pun dari tubuh Kresna yang perlu ber-tiwikrama untuk sanggup menumpas Patih Supala. Bahkan gerak kegagahan yang ditampilkan oleh Raja Dwarawati pelindung Pandawa itu tak menghasilkan apapun kecuali mengerdilkan derajad Sri Kresna Sendiri. Ini adalah opini Petruk.
Demikianlah, Kresna hanya perlu menjentikkan jari kelingking, musnahlah kehidupan Supala!
Namun toh Kresna merasa perlu mendemonstrasikan keperkasaannya di depan Raja-Raja yang hadir. Sesudah ribuan anak panah Supala hangus menjadi debu sebelum mencapai tubuh Kresna, Titisan Wisnu yang maha bijaksana itu memuntir kepala Supala!
Seluruh hadirin terdiam. Suasana teramat kaku. tapi itu tak berlangsung lama. Saat terdengar salah seorang bertepuk tangan, maka semua yang hadir pun riuh bertepuk tangan.
Kegembiraan muncul dengan anehnya. Mereka seolah-olah, tahu bersungguh-sungguh, mensukuri mampusnya seorang yang mengancam keselarasan.
Persoalannya gamblang. Itu semua bukan hanya sekedar pertunjukan tentang paham kekuasaan. Tapi juga pameran perikebinatangan. Atau semacam gangguan kejiwaan amat serius yang terjadi pada manusia yang karib bergaul dengan kekuasaan.
Wajah Petruk pucat pasi, badan serta kaki dan tangannya menjadi dingin tak ubahnya sebongkah es. Tak ada lagi keinginan bertanya kepada bapaknya. Hatinya teriris-iris untuk kesekian ribu kalinya.
“… Duh Gusti, apakah Engkau akan mengangkat sebagai utusanMu, makhluk yang justeru gemar melakukan kerusakan di muka bumi, makhluk yang gemar menumpahkan darah diantara sesamanya? Padahal..”
Petruk melamunkan semua peristiwa itu sambil menghabiskan rokok siongnya yang tinggal segelintir dan bersandar pada tumpukan kayu bakar yang baru selesai di belah-belahnya. Lamunannya buyar karena teriakan Gareng “Truk!!!… Semar hilang! Semar Hilang”
Sumber: bharatayudha.multiply.com.

Petruk Mencari Jati Diri 2 (Tumpasnya Ekalaya)

Meskipun selalu berusaha memahami keadaan sebagaimana apa adanya, Petruk tidak sepenuhnya bisa menerima jalan fikiran tuan-tuanya yang seringkali melanggar “paugeran” (aturan), bahkan tak jarang mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan.
PetrukBendoro-bendoronya yang selalu diasumsikan sebagai pihak yang benar, ternyata pada kenyataannya seringkali melakukan tindakan yang cenderung keji. Kenyataan yang mau tidak mau menimbulkan perang di batin Petruk, perang batin yang sudah berlangsung berabad-abad lamanya.
“… midero sak jagat royo, kalingono wukir lan samudro, nora ilang memanise, dadi ati selawase…”
Sayup-sayup tendengar tembang mendayu-dayu, membuat Petruk menghentikan ayunan kapaknya. Dia teringat kejadian yang menyedihkan sekaligus memalukan, kisah tumpasnya Ekalaya
Awal peristiwa terjadi di suatu siang yang gerah di tepi hutan yang nampak sejuk. Petruk tak mampu menyembunyikan kegelisahan, dia menangkap gejala alam, sesuatu akan terjadi, sesuatu yang tidak menyenangkan.
Semar memejamkan pura-pura tidur, Gareng sibuk menulis puisi tentang kegelisahan hati. sedangkan Bagong mondar mandir dengan wajah seperti arca tanpa ekspresi. Semua gelisah.
Mereka sedang menemani momongan sekaligus tuan mereka, Raden Arjuna yang juga bernama Janaka, Permadi atau Parto, satria lelananging jagat panengahing pandawa. Mereka sadar sepenuhnya bahwa masalah yang akan timbul bersumber pada momongan mereka ini.
Sangat jelas dimata batin Petruk, aura yang nampak dari pancaran wajah ndoronya ini. Aura yang memalukan, aura yang bersifat “rendah”. Dan Petruk pun sudah sangat hafal dengan tabiat tuannya yang satu ini.
Kegelisahan para punakawan ini segera terjawab. Tiba-tiba dihadapan mereka mucul seorang kesatria tampan (meskipun tak serupawan Arjuna), berkacak pinggang dengan wajah marah. “Hai Arjuna, kalau kamu memang merasa laki-laki hadapi aku, Ekalaya”
Laki-laki ini adalah Bambang Ekalaya, raja kerajaan Nisada. Apa pasalnya sehingga lelaki gagah ini sedemikian murkanya?
Beberapa saat yang lalu saat matahari baru saja memancarkan sinarnya ke bumi, ditepi hutan ini, ada seorang wanita cantik yang sedang dikejar-kejar oleh segerombolan raksasa. Setelah terkejar wanita ini dekepung rapat. Raksasa-raksasa ini berhaha-hihi, bagai segerombolan kucing yang berebut seekor tikus.
Dewi Angraeni nama wanita cantik ini. Apa daya seorang wanita dihadapan segerombolan raksasa? Dia hanya bisa berteriak meminta tolong.
Teriakannya terdengar oleh Raden Arjuna. Bagi Arjuna yang sakti mandraguna, bukanlah hal yang sulit untuk bertindak. Dengan sekali sentakan, hilang sudah nyawa semua raksasa.
Arjuna memandang Anggraeni dengan tatapan mata aneh, tatapan mata yang muncul karena bangkitnya dorongan yang bersifat rendah. Senyum Arjuna juga senyum kurang ajar. Anggraeni bukannya tidak merasakan hal ini.
Sang dewi mengucapkan terimakasih atas pertolongan yang diterimanya.
Tapi ternyata ucapan terimakasih saja, tidak cukup bagi Raja Madukara ini. Den Bagus Casanova Raden Janaka, playboy kelas internasional yang jumlah isterinya sudah tak terbilang ini menginginkan yang lebih dari itu!!! Dia menginginkan dilayani bercinta sebagai imbalan jasanya!!! Duh Gusti…
“Saya sudah bersuami, Raden”, tampik Anggraeni
“Apa masalahnya kalau kamu sudah bersuami? aku bisa membunuh suamimu”, jawab Arjuna enteng. “Dan lagi pula apakah suamimu setampan aku? Apakah dia sekaya aku? Aku ini Raja agung”
Anggraeni juga tahu Arjuna gagah perkasa tampan tiada banding, dia juga tidak memungkiri sesungguhnya dia juga tertarik. Namun bagi Anggraeni, cinta terlalu agung untuk diperjualbelikan. Dia bercinta karena memang mencintai. Baginya tidak ada cinta bagi laki-laki macam Arjuna. Anggraeni adalah pribadi yang bahagia dengan bersetia kepada cintanya.
Dia menolak keras!!!
Sebelumnya, Arjuna tak pernah menerima penolakan dari wanita. Ratusan wanita dan dewi-dewi dari kahyangan pun berebut untuk jatuh dalam pelukan Don Juan titisan Batara Indra ini.
Penolakan ini semakin menyulut birahi Arjuna. Kobaran nafsu membuat buta hatinya. Dia hendak memaksakan kehendaknya. Anggraeni terancam menjadi korban perkosaan. Apalah daya Anggraeni berhadapan dengan kesaktian Arjuna? Dia berlari…. sampailah ke tepi jurang!!! Dead end!!! Jalan buntu!!!
Dalam putus asa nya, Anggraeni melompat ke jurang. Luncuran tubuhnya ke jurang yang sangat dalam membuatnya pingsan. Untunglah seseorang menyambar tubuhnya sebelum terbentur dasar jurang, orang itu adalah Dewi Ipri, ibunya sendiri.
Dewi Anggraeni adalah isteri Bambang Ekalaya yang sedang berhadapan dengan Arjuna. Dia menuntut pertanggungjawaban atas perlakuan yang diterima isterinya.
Sangat wajar kalau Ekalaya jadi berang. Jangankan seorang raja, Petruk pun akan mengangkat pecoknya kalau isterinya diganggu orang.
Tantangan Ekalaya dilayani oleh Arjuna. Duel berlangsung singkat. Hanya satu jurus, Arjuna terkapar tak bernyawa!!!
Bagaimana bisa jagoan andalan Pandawa yang sakti mandraguna, murid terkasih Pendeta Durna, kalah oleh seorang yang tidak terkenal?
Sepuluh tahun sebelumnya, Ekalaya pernah datang menghadap Durna untuk diterima sebagai murid. Durna menolak, karena Ekalaya hanyalah raja sebuah kerajaan kecil. Durna hanya menerima murid dari kalangan kerajaan-kerajaan besar dan elit macam Astina, Nisada tidak masuk itungannya.
Penolakan Durna tidak membuat Ekalaya patah semangat. Dia menyepi dan mendirikan sebuah tenda di sebuah tempat rahasia. Di dalam tenda itu dia mengukir sebongkah kayu menjadi patung Durna. Setiap hendak mengasah ilmu kanuragan, dia selalu bersemedi di depan patung Durna, memohon bimbingan dari “guru”nya. Dia bukan sekedar murid yang hanya “menerima” tapi dia adalah murid yang “mencari”, murid yang “mencari” akan selalu lebih hebat daripada seorang murid yang hanya “menerima”. Oleh karena itu Ekalaya jauh lebih sakti ketimbang Arjuna.
Ekalaya menginjak dada Arjuna dan berkata “Kalau ada yang tidak menerimakan kematian keparat ini, silahkan datang padaku”. Dan kemudia dia berlalu.
Wajah Petruk pucat pasi, tidak tahu harus berbuat apa. Dia faham betul siapa yang bersalah. Gareng meratap dan bersiap dengan bait-bait sajak duka nya. Bagong menangis menjerit-jerit.
Menangis memang adalah salah satu tugas punakawan, mereka menangis bukan karena menangisi kepergian tuannya. Mereka menangis menyesali alasan kematian Arjuna. Mereka malu mengetahui kelakuan tidak bermartabat tuannya.
Semar tetap mendengkur. Petruk tahu persis bahwa bapaknya itu hanya pura-pura tidur…
Gareng sudah mulai dengan sajaknya, “Bumi akan berduka, langit akan menangis bertahun-tahun, mengiringi kepergian Raden Arjuna. Seluruh rakyat akan berkabung dan meratapi pemakaman raja yang agung…”
“Tidak ada pemakaman dan tidak ada perkabungan!!!”, tiba-tiba saja Sri Kresna sudah berdiri dihadapan Gareng dan membentak.
“Gimana toh Ndoro Kresna ini, apa jasad Den Rejuno dibiarkan dimakan anjing hutan, kok nggak dimakamkan, pripun toh, nganeh-anehi?” Bagong nimbrung.
“Arjuna belum waktunya mati, ” Kresna berujar.
“Oooo… jadi Yamadipati si Dewa Maut salah administrasi ya?” Bagong memang tidak sopan.
“Perang Baratayudha memerlukan keberadaan Arjuna. Adik iparku ini harus hidup lagi” Kresna semakin tegas, sembari mengeluarkan pusaka Kembang Wijayakusuma untuk menghidupkan lagi Raden Arjuna
“Biyuh… orang mau mati kok nggak boleh. Apa hanya gara-gara Baratayudha trus Den Rejuno harus hidup terus? Lha kok enak” Bagong makin tak terkendali, “Lha apa para dewa di kahyangan sudah terlanjur mengeluarkan biaya yang besar untuk skenario perang Baratayudha? Sehingga perang nggak boleh batal?”
“Kamu bisa diam atau tidak???” Kresna membentak, wajah Bagong tetap datar dan dingin seperti dinding candi.
“Apa yang terjadi Kanda Prabu?” Yudistira datang dan bertanya, diikuti oleh Bima, Nakula dan Sadewa. Lengkaplah Pandawa!!!
“Ah… Dimas Yudistira sudah datang, aku akan menghidupkan lagi Dimas Permadi yang baru saja dibunuh oleh penjahat Ekalaya, lalu…”
“Yang penjahat bukan Ekalaya!!!” Petruk memotong kalimat Kresna yang belum selesai.
“Jaga mulutmu Petruk!!!”
“Justeru karena saya menjaga mulut, maka saya bicara yang sebenarnya!!!”
Dengkuran Semar yang mendadak makin keras menghentikan perdebatan Kresna-Petruk.
Suasana jadi kaku. Yudistira nampak bersedih. Bima menggeretakkan gigi tanpa mengeluarkan satu kata pun. Bima adalah orang yang jujur, dia marah bukan karena Arjuna terbunuh, tapi dia sangat malu mengetahui alasan mengapa adiknya menemui ajal.
Kresna menghampiri jasad Arjuna. Sekali usap hiduplah kembali Raden Arjuna!!!
“Terimakasih Kakang Kresna, sekarang saya akan pergi menuntut balas”, kalimat pertama yang keluar dari mulut Arjuna membuat Petruk mendadak mual hebat.
Kresna tersenyum, “Seribu Arjuna tak akan mampu menandingi kesaktian satu orang Ekalaya, Dimas harus faham hal ini”
“Kalau begitu biarkan saya mati menebus malu, saya, Arjuna, tidak mau hidup satu atap langit dengan Ekalaya”
“Baiklah kalau begitu, biarkan saya yang akan menyelesaikan masalah kecil ini. Dimas Yudistira, ajak adik-adikmu pulang ke Amarta. Gareng, Petruk, Bagong ikut aku. Eee lhadalah… Kakang Semar lha kok malah tidur terus?”
“Hemmm….., Anakmas Prabu tahu persis apa yang saya lakan lakukan kalau saya tidak tidur, oaahmmmm” Semar menjawab pertanyaan Kresna, dan tidur lagi.
Petruk tahu persis bahwa Kresna adalah rajanya ahli tipu muslihat, dia berusaha menerka apa yang akan dilakukan titisan Wisnu ini.
Dan Petruk juga gemas melihat bapaknya tidak berkomentar apa-apa. Sambil menahan gejolak hati dia mengikuti langkah kedua saudaranya, dia bisa merasakan akan ada kejadian yang lebih memalukan.
Ternyata Kresna mengendap bagaikan maling, masuk kedalam tenda rahasia Ekalaya, kemudian bersembunyi dibelakang patung Resi Durna!!! Petruk semakin mual disertai dengan nyeri dada hebat melihat hal ini.
Ekalaya masuk ke dalam tenda beberapa saat kemudian. Dia berlutut didepan “guru”nya, semedi, menghaturkan terimakasih yang tak terhingga, karena atas restu gurunya, dia memiliki kesaktian melebihi Arjuna, murid terkasih Resi Durna, murid “guru”nya.
“Ekalaya! Apa yang telah kamu lakukan?” Patung Durna bersuara,”Kamu telah membunuh murid ku yang paling kusayangi!”
Ekalaya bersujud, “Maafkan saya Guru, saya membunuh Arjuna adalah sebuah kewajaran”
“Kalau begitu, adalah sebuah kewajaran juga kalau aku sekarang marah kepadamu”
“Baiklah Guru, jika demikian, ijinkan saya menerima kewajaran berikutnya. Kalau Guru menginginkan nyawaku, ambil saja, saya ikhlas”
“Tidak Ekalaya, aku tidak menghendaki nyawamu. Tapi serahkan cincin di jari manismu itu”
Ekalaya seratus persen sadar, bahwa cincin ampal gading yang melingkar di jari manisnya adalah akumulasi daya kesaktian yang didapatkan selama ini. Tanpa cincin itu dia bukan lagi Ekalaya yang sakti, dia akan menjadi manusia biasa.
Namun Ekalaya beranggapan bahwa kesaktiannya selama ini dia dapatkan berkat bimbingan Resi Durna. Dan karena itu Durna sangat berhak memintanya kembali. Dengan hati yang tulus ikhlas, Ekalaya sujud semakin dalam, melepaskan dan menyerahkan cicin itu.
Pada saat yang bersamaan, sebilah keris melayang dari belakang patung Durna, menembus dada kiri Ekalaya!!! Inilah saat yang kritis, detik-detik yang merupakan batas, batas yang kabur antara duka dan bahagia seorang anak manusia.
“Keparat kamu Durna…”, Ekalaya tersungkur !!! Dia sangat kecewa atas keculasan Durna!!! Gurunya!!! Nyawanya meninggalkan raga dengan sejuta dendam.
Dari kejauhan, para punakawan ribut berteriak melihat kejadian ini.
Petruk terduduk lemas dengan tatapan kosong.
“Reng…, lihat itu… itu….!!! yang membunuh Ekalaya bukan Durna, tapi Kresna!!!” Bagong yang tak tahu tata krama memang seringkali memanggil orang tanpa embel-embel penghormatan
“Bagong menyun, Bagong druhun!!! Meskipun mataku tidak sebesar matamu, tapi aku, Gareng, Kakangmu ini tidak buta!!! Aku juga tahu kalau Prabu Kresna pelakunya!!! Aduh Gusti kang Moho Widhi, mengapa kau biarkan semua ini terjadi”
Semar mendengkur semakin keras. Ketiga anaknya hanya ribut tak berani melakukan apa-apa, karena bapakanya juga tak melakukan apa-apa, mereka hanya menunggu reaksi Semar.
Petruk semakin tidak mengerti sikap bapaknya yang membiarkan semua ini terjadi. Apa sulitnya bagi Semar untuk menghalangi keculasan Kresna?
Kesaktian Semar tak tertandingi oleh siapapun juga. Seluruh dewa-dewa dikahyangan maju bersama ditambah dengan seribu Kresna pun tak akan mampu menandingi kesaktian Sang Hyang Ismoyo ini. Tapi ternyata Semar tak kunjung melakukan sesuatu.
Hati Petruk terguncang!!! Jiwanya terluka!!! Tanpa disadari, dia berjalan meninggalkan kakak dan adiknya yang masih ribut, meninggalkan bapaknya yang tetap tidur, meninggalkan tempat yang menjadi saksi bisu tragedi kehidupan.
Perasaan Petruk semakin teriris mengetahui Dewi Anggraeni yang bersedih dan berkabung sepanjang hidupnya. Dia ingin menghibur tapi tidak punya keberanian, dia malu bertatapan mata. Malu karena tak mampu berbuat apa-apa. Dia hanya memandang Dewi anggraeni dari kejauhan, setiap hari, setiap saat, hingga penghujung hayat Sang Dewi.
Duh… Gusti Kang Murbeng Dumadi yang kuinginkan hanyalah cintaMu
Petruk menghela nafas panjang, mengenang semua peristiwa itu. Kemudian dia kembali mengayunkan kapaknya membelah kayu bakar. Sambil mengalunkan tembang asmorondhono, tembang kerinduan.
“…naliko niro ing dalu, atiku lam-lamen siro wong ayu, nganti mati ora bakal lali, lha kae lintange mlaku”
Sumber: bharatayudha.multiply.com.

Petruk Mencari Jati Diri 1

Sudah berabad-abad Petruk menyaksikan perubahan jaman. Berjuta-juta tingkah-polah manusia dia saksikan. Ratusan generasi sudah dia lalui. Tetap saja dia tak bisa paham sepenuhnya bagaimana jalan fikiran makhluk yang bernama manusia.
petruk soloSebagai salah satu punakawan. Petruk sudah mengabdi kepada puluhan”ndoro” (tuan), sejak jaman Wisnu pertama kali menitis ke dunia. Hingga saat Wisnu menitis sebagai Arjuna Sasrabahu, menitis lagi sebagai Rama Wijaya, menitis lagi sebagai Sri Kresna.
Petruk hanya bisa tersenyum kadang tertawa geli, dan sesekali melancarkan nota protes akan kelakuan “ndoro-ndoro” (tuan-tuan)-nya yang sering kali tak bisa diterima nalar. Tapi ya memang hanya itu peran Petruk di mayapada ini. Dia tidak punya wewenang lebih dari itu. Meskipun sebenarnya kesaktian Petruk tidak akan mampu ditandingi oleh tuannya yang manapun juga.
Berbeda dengan Gareng yang meledak-ledak dalam menanggapi kegilaan mayapada, berbeda pula dengan Bagong yang sok cuek dan selalu mengabaikan tatakrama. Petruk berusaha lebih realistis dalam menyikapi segala sesuatu yang terjadi. Meskipun nyeri dadanya acapkali muncul saat melihat kejadian-kejadian hasil rekayasa ndoro-ndoro nya.
Siang itu Petruk sedang membelah kayu bakar, guna keperluan memasak isterinya. Sudah seminggu lebih pasokan elpiji murah dan minyak tanah tak sampai ke desanya.
Di desa Karang Kedempel jaman kontemporer seperti saat ini apapun bisa saja terjadi. Harga beras yang tiba-tiba melonjak melebihi harga anggur Amerika. Minyak goreng yang mendadak menguap di pasaran. Bahkan beberapa dekade yang lalu, orang-orang yang suka protes pun bisa saja mendadak lenyap tanpa bekas. Dan semua pasti akan ditanggapi oleh penguasa Karang Kedempel dengan mengeluarkan “press release”sebagai sebuah “dinamika pembangunan”
Kelangkaan bahan bakar di pasaran, melonjaknya harga sembako, mahalnya biaya pendidikan. Yang berujung pada melebarnya jurang perbedaan kaya-miskin. Adalah hal yang selalu saja terjadi dari jaman ke jaman. Keadaan masyarakat yang “gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto tur raharjo” hanyalah sebuah utopia. Yang sering dikatakan kyai-kyai di langgar-langgar dan surau negara yang “baldatun thoyyibatun wa robbun gofuur ” hanyalah sekedar lips service semata.
Seperti yang sudah diduga oleh Petruk, Kang Gareng pasti memberikan reaksi dengan caranya sendiri. Hari ini adalah hari ketiga Gareng berorasi di depan Poskamling, sejak pagi hingga matahari hampir tenggelam. Berusaha menarik perhatian semua warga desa.
“Saudara-saudaraku, mengapa semua ini bisa terjadi?” dengan cengkok khas ala Kang Gareng. “Desa kita ini sedang mengalami degradasi moral dan dekadensi kepribadian. Kebijakan pamong desa kita tidak terarah dan miskin inovasi.”
“Seharusnya kita mulai introspeksi, mengevaluasi situasi dan berani melakukan redifinisi. Sehingga kita bisa meberikan sebuah revitalisasi menuju suatu solusi definitif, guna mendapatkan outcome terbaik dari apa yang kita harapkan”, bagaikan orang kesurupan Gareng berorasi tanpa henti. Tak perduli apakah orang-orang yang berkumpul mengerti apa yang diomongkannya.
Petruk tak habis pikir, dari mana Gareng mendapatkan perbendaharaan kata dan kalimat yang tak ubahnya anggota DPR. Padahal Gareng tidak pernah “makan” bangku sekolahan. Memang orang pintar tidak selalu terkenal dan orang terkenal tidak selalu pintar, tapi Petruk tahu persis bahwa Gareng tidak termasuk diantara keduanya.
Petruk sudah hafal betul dengan model paham kekuasaan di Karang Kedempel dari waktu ke waktu. Kalau mau, sebenarnya bisa saja Petruk mengamuk dan menghajar siapa saja yang dianggap bertanggung jawab atas kesemrawutan pemerintahan. Dengan kesaktiannya, apa yang tak bisa dilakukan Petruk, bahkan (dulu) pernah terjadi, Sri Kresna hampir saja musnah menjadi debu dihajar anak Kyai Semar ini.
Tapi Petruk sudah memutuskan untuk mengambil posisi sebagai punakawan yang resmi. Dia sudah bertekat tidak lagi mengambil tindakan konyol seperti yang dulu sering dia lakukan. Baginya, kemuliaan seseorang tidak terletak pada status sosial. Pengabdian tidak harus dengan menempati posisi tertentu.
petruk-dadi-ratuSeperti yang terjadi pada episode “Petruk Dadi Ratu” contohnya, sebagai Prabu Kanthong Bolong, Petruk dia melabrak semua tatanan yang sudah terlanjur menjadi “main stream” model kekuasaan di mayapada. Dia menjungkirbalikkan anggapan umum, bahwa penguasa boleh bertindak semaunya, bahwa raja punya hak penuh untuk berlaku adil atapun tidak.
Karuan saja, Ulah Prabu Kanthong Bolong membuat resah raja-raja lain. Bahkan, kahyangan Junggring Saloka pun ikut-ikutan gelisah. Kawah Candradimuka mendidih perlambang adanya “ontran-ontran” yang membahayakan kekuasaan para dewa.
Maka secara aklamasi disepakati, skenario “mengeliminir” raja biang keresahan. Persekutuan raja dan dewa dibentuk, guna melenyapkan suara sumbang yang mengganggu alunan irama yang sudah terlanjur dianggap indah.
Hasilnya? Ibarat jauh panggang dari api.
Bukannya Kanthong Bolong yang mati. Tapi raja jadi-jadian Petruk ini malah mengamuk. Siapapun yang mendekat dihajarnya habis-habisan. Kresna dan Baladewa dibuat babak belur. Batara Guru sang penguasa kahyangan lari terbirit-birit.
Kesaktian dan semua ajian milik dewa-dewa dan raja-raja, seperti tak ada artinya menghadapi Kanthong Bolong. Tahta Jungring Saloka pun dikuasai raja murka ini.
Keadaan semakin semrawut. Sampai akhirnya Semar Bodronoyo turun tangan.
“Ngger, Petruk anakku!”, Semar berujar pelan, suaranya serak dan berat seperti biasanya. “Jangan kau kira aku tidak mengenalimu, ngger!”
“Apa yang sudah kau lakukan, thole? Apa yang kau inginkan? Apakah kamu merasa hina menjadi kawulo alit? Apakah kamu merasa lebih mulia bila menjadi raja? “
Sadarlah ngger, jadilah dirimu sendiri“.
Kanthong Bolong yang gagah dan tampan, berubah seketika menjadi Petruk (yang semua orang tahu, dia sangat jelek). Berlutut dihadapan Semar. Dan Episode “Petruk Dadi Ratu” pun berakhir anti klimaks.
Petruk tersenyum mengingat peristiwa itu. “Ah… hanya Hyang Widi yang perlu tahu apa isi hatiku, selain Dia aku tak perduli”
Kembali dia mengayunkan “pecok”nya membelah kayu bakar. Sambil bersenandung tembang pangkur:
“Mingkar-mingkuring angkoro, akarono karanan mardisiwi, sinawung resmining kidung, sinubo sinukarto….”
Memang tidak mudah jadi seorang Petruk…

Sumber: bharatayudha.multiply.com.