Berikut ini adalah kisah tentara bergajah secara ringkas, padat, tetapi mendekati kebenaran. Dalam kisah orang-orang yang dimasukkan di dalam parit berapi telah disebutkan bahwa Zu Nuwas, raja terakhir orang-orang Himyar yang musyrik; dialah orang yang membunuh kaum Nasrani dengan memasukkan mereka ke dalam parit yang berapi, jumlah mereka yang dibunuh olehnya kurang lebih ada dua puluh ribu orang. Tiada seorang pun dari mereka yang selamat kecuali Daus yang dijuluki dengan panggilan Zu Sa'labain. Daus melarikan diri dan meminta pertolongan kepada Kaisar raja di negeri Syam, yang juga seagama dengannya, yaitu pemeluk agama Nasrani. Maka Kaisar berkirim surat perintah kepada Raja Najasyi di negeri Habsyah, mengingat letak geografis Habsyah lebih dekat ke negeri Yaman. Maka Raja Najasyi mengirimkan dua orang panglima perangnya— yaitu Aryat dan Abrahah ibnus Sabah Abu Yaksum— dengan membawa pasukan yang sangat banyak jumlahnya. Maka mereka memasuki negeri Yaman dan mereka merajalela di kota-kotanya, lalu merebut kerajaan negeri Yaman dari tangan orang-orang Himyar, sedangkan Zu Nuwas sendiri tewas karena tenggelam di laut. Dan Habsyah menjadikan negeri Yaman sebagai negeri yang berdiri sendiri di bawah pimpinan kedua panglima tersebut, yaitu Aryat dan Abrahah. Lalu keduanya berselisih pendapat mengenai siapa di antara keduanya yang berhak menjadi raja di negeri Yaman; keduanya berupaya menjatuhkan yang lainnya. Pada akhirnya salah satu pihak berkata kepada pihak lawannya, "Kita tidak perlu mengorbankan prajurit yang tidak berdosa di antara kita, lebih baik kita perang tanding saja antara aku dan kamu. Maka barang siapa yang dapat mengalahkan lawannya dan berhasil membunuhnya, dialah yang berhak menjadi raja di negeri ini." Pihak lainnya menyetujui usul ini, akhirnya keduanya bertanding dalam suatu ajang perang yang di belakang masing-masing pihak ada parit. Di suatu kesempatan Aryat berhasil menebaskan pedangnya dan mengenai hidung dan mulut Abrahah, dan hampir saja membelah wajahnya. Maka Atudah maula (bekas budak) Abrahah membela majikannya dan menyerang Aryat serta berhasil membunuhnya. Maka Abrahah diusung dari arena itu dalam keadaan terluka, lalu lukanya diobati hingga akhirnya ia sembuh; setelah itu ia sendirilah yang memimpin tentara Habsyah di negeri Yaman. Raja Najasyi (Negus) berkirim surat kepadanya, yang isinya mencela perbuatannya itu dan mengancamnya serta bersumpah bahwa dirinya benar-benar akan menginjak-injak negeri Yaman dan membelah ubun-ubunnya. Maka Abrahah membalas suratnya dengan nada memohon belas kasihan dan berdiplomasi, seraya mengirimkan hadiah-hadiah, cindera mata, dan kantong yang berisikan tanah negeri Yaman serta potongan rambut ubun-ubunnya. Semuanya itu ia kirimkan bersama kurirnya untuk disampaikan kepada Raja Najasyi. Di dalam suratnya Abrahah mengatakan, "Hendaklah Anda (raja) menginjak-injak tanah ini untuk menunaikan sumpah Anda, dan inilah potongan rambut ubun-ubunku kuserahkan kepadamu." Ketika hal tersebut sampai di pangkuan Raja Najasyi, ternyata ia terpikat dengan cara yang dilakukan Abrahah, dan akhirnya ia puas dan mendukung apa yang dilakukan oleh Abrahah. Dan dalam suratnya itu Abrahah menjanjikan kepada Najasyi bahwa dirinya akan membangun sebuah gereja di tanah Yaman atas nama Raja Najasyi, yang belum pernah ada suatu gereja pun dibangun sebesar itu. Maka Abrahah membangun sebuah gereja yang sangat besar di kota San'a, bangunannya tinggi sekali lagi dipenuhi dengan berbagai ukiran dan pahatan; orang-orang Arab menamainya Al-Qulais. Disebut demikian karena bangunannya tinggi sekali, hingga membuat qalansuwah (peci) orang yang memandangnya hampir saja terjatuh dari kepalanya, mengingat puncaknya tinggi sekali. Kemudian Abrahah menginstruksikan kepada Asyram agar memalingkan para peziarah dari kalangan orang-orang Arab untuk mengunjunginya sebagaimana Ka'bah di Mekah dikunjungi mereka. Dan Abrahah memerintahkan kepada Asyram supaya menyerukan pengumuman ini di seluruh kerajaannya. Maka orang-orang Arab keturunan 'Adnan dan Qahtan tidak suka dengan hal tersebut, dan orang-orang Quraisy sangat marah karenanya, hingga sebagian dari mereka ada yang bertekad membuat kerusuhan di dalamnya. Dia masuk dengan diam-diam ke dalamnya di malam hari, lalu menimbulkan peristiwa yang menggemparkan di dalamnya, setelah itu ia lari pulang ke Hijaz. Ketika para pelayan gereja melihat peristiwa tersebut, mereka melaporkan kepada rajanya (yaitu Abrahah) dan mengatakan kepadanya bahwa sesungguhnya yang melakukan peristiwa tersebut tiada lain adalah kaki tangan orang-orang Quraisy, karena mereka marah dan tidak suka dengan adanya gereja ini yang dianggap menyaingi kepunyaan mereka. Maka Abrahah bersumpah bahwa dirinya benar-benar akan menuju ke Ka'bah di Mekah dan benar-benar akan menghancurkannya batu demi batu hingga rata dengan tanah. Muqatil ibnu Sulaiman menyebutkan bahwa ada seorang pemuda dari kalangan Quraisy memasuki gereja besar di Yaman itu, lalu ia membakarnya, sedangkan di hari itu cuaca sangat panas, maka dengan mudahnya gereja itu terbakar hingga ambruk. Karena peristiwa itulah Abrahah bersiap-siap menghimpun bala tentaranya dalam jumlah yang sangat besar. Lalu ia berangkat dengan pasukannya itu dengan maksud agar tiada seorang pun yang dapat menghalang-halangi niatnya. Selain dari itu ia membawa seekor gajah yang besarnya tak terperikan, diberi nama Mahmud; gajah tersebut sengaja dikirim oleh Raja Najasyi kepadanya untuk tujuan tersebut. Bahkan menurut pendapat lain, selain gajah Mahmud itu ada delapan gajah lainnya; dan menurut pendapat yang lainnya lagi dua belas ekor gajah; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Gajah tersebut akan dijadikan sebagai sarana untuk merobohkan Ka'bah, misalnya mengikat semua sisi Ka'bah dengan rantai, lalu mengikatkannya pada leher gajah, maka gajah akan menariknya dan tembok Ka'bah akan runtuh sekaligus dalam waktu yang singkat. Ketika orang-orang Arab mendengar keberangkatan Abrahah dengan pasukannya yang bergajah itu, maka mereka merasakan adanya bahaya yang amat besar akan menimpa diri mereka. Dan mereka merasakan bahwa sudah merupakan keharusan bagi mereka membela Bait mereka dan mengusir orang-orang yang bermaksud jahat terhadapnya. Maka bangkitlah seorang lelaki dari kalangan penduduk Yaman yang terhormat dan terbilang sebagai pemimpin mereka untuk mengadakan perlawanan terhadap Abrahah. Orang tersebut bernama Zu Nafar, maka ia menyerukan kepada kaumnya dan orang-orang Arab lainnya untuk memerangi Abrahah dan berjihad melawannya demi membela Baitullah, karena Abrahah bermaksud akan merobohkannya dan meratakannya dengan tanah. Seruannya itu mendapat sambutan yang hangat dari mereka, lalu mereka berperang melawan Abrahah dipimpin oleh Zu Nafar, tetapi pada akhirnya Zu Nafar kalah. Ini tiada lain karena kehendak Allah Swt. yang bertujuan akan memuliakan Baitullah dan mengagungkannya. Zu Nafar ditawan, tetapi Abrahah memaafkannya dan membawanya pergi bersama ke Mekah. Dan ketika perjalanan Abrahah sampai di tanah orang-orang Khas'am, ia dihalangi oleh Nufail ibnu Habib Al-Khas'ami bersama kaumnya, yang memeranginya selama dua bulan. Tetapi pada akhirnya Abrahah berhasil mengalahkan mereka dan menawan Nufail ibnu Habib; pada mulanya Abrahah bermaksud membunuhnya, kemudian ia memaafkannya dan membawanya serta ke Mekah sebagai penunjuk jalannya di negeri Hijaz. Ketika perjalanan Abrahah sampai di dekat Taif, maka para penduduk Taif datang menyambutnya dan bersikap diplomatis dengannya karena takut dengan rumah peribadatan mereka yang mereka beri nama Al-Lata, karenanya Abrahah menghormati mereka. Dan mereka mengirimkan Abu Rigal untuk pergi bersamanya sebagai penunjuk jalan. Ketika perjalanan Abrahah sampai di Al-Magmas —yaitu di suatu tempat yang terletak tidak jauh dari Mekkah— ia turun beristirahat, sedangkan bala tentaranya merampas semua ternak penduduk Mekah dan sekitarnya atas perintah Abrahah sendiri. Dan di antara ternak unta yang dirampas terdapat dua ratus ekor unta milik Abdul Muttalib. Dan tersebutlah orang yang diserahi oleh Abrahah untuk memimpin perampasan ternak itu adalah komandan pasukan terdepannya yang dikenal dengan nama Al-Aswad ibnu Maqsud, lalu ia dikecam oleh sebagian bangsa Arab melalui bait-bait syairnya, menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq. Abrahah mengirimkan Hannatah Al-Himyari ke Mekah dan memerintahkan kepadanya supaya kembali membawa orang Quraisy yang paling terhormat. Dan Abrahah menyampaikan kepadanya bahwa dia datang bukan untuk memerangi kamu, terkecuali jika kamu menghalang-halanginya dari Baitullah. Maka datanglah Hannatah ke Mekah, lalu ditunjukkan kepadanya rumah Abdul Muttalib ibnu Hasyim, lalu ia menyampaikan kepadanya apa yang dikatakan oleh Abrahah. Maka Abdul Muttalib mengatakan kepadanya, "Demi Allah, kami tidak berniat untuk memeranginya, juga kami tidak mempunyai kekuatan untuk itu. Ini adalah Baitullah yang disucikan dan merupakan bait (rumah) kekasih-Nya, yaitu Ibrahim. Maka jika Dia mempertahankannya, sudah wajar karena ia adalah rumah-Nya yang disucikan. Dan jika Dia membiarkan antara bait-Nya. dan Abrahah, maka tiada kemampuan bagi kami untuk mempertahankannya." Hannatah berkata kepada Abdul Muttalib, "Kalau begitu, marilah engkau pergi bersamaku untuk menemuinya." Maka Abdul Muttalib berangkat bersama Hannatah. Dan ketika Abrahah melihat Abdul Muttalib, ia terkejut melihat penampilan Abdul Muttalib yang tinggi lagi berwibawa dan tampan. Maka ia menghormatinya, dan ia turun dari singgasananya, lalu duduk bersama Abdul Muttalib di hamparan permadani. Abrahah berkata kepada juru terjemahnya untuk mengatakan kepada Abdul Muttalib mengenai keperluannya hingga datang menghadap kepadanya. Abdul Muttalib berkata kepada juru terjemah Abrahah, "Sesungguhnya aku datang untuk keperluanku sendiri, yaitu sudilah kiranya sang raja (Abrahah) menyerahkan kepadanya dua ratus ekor unta miliknya yang telah dirampasnya." Abrahah terkejut dan mengatakan kepada juru terjemahnya bahwa katakanlah kepadanya, "Sesungguhnya pada mulanya ketika aku melihatmu, aku merasa kagum dengan penampilan dan wibawamu. Tetapi setelah engkau berbicara kepadaku, kesanku menjadi sebaliknya; apakah engkau berbicara kepadaku hanya mengenai dua ratus ekor unta yang telah kurampas darimu? Sedangkan engkau meninggalkan bait-mu yang merupakan agamamu dan agama nenek moyangmu, padahal aku datang untuk merobohkannya, lalu mengapa engkau tidak berbicara kepadaku mengenainya?" Abdul Muttalib menjawab, "Sesungguhnya aku adalah pemilik unta itu dan sesungguhnya bait itu mempunyai Pemiliknya sendiri yang akan membelanya." Abrahah berkata, "Dia tidak akan dapat mencegahku dari merobohkannya." Abdul Muttalib berkata, "'Kalau begitu, terserah Anda." Menurut suatu pendapat, sesungguhnya bersama Abdul Muttalib terdapat segolongan orang-orang terhormat dari kalangan orang-orang Arab. Mereka menawarkan kepada Abrahah sepertiga dari harta Tihamah dengan syarat Abrahah mengurungkan niatnya dari menghancurkan Ka'bah. Tetapi Abrahah menolak tawaran mereka dan mengembalikan kepada Abdul Muttalib dua ratus ekor untanya. Abdul Muttalib kembali ke Mekah dan menemui orang-orang Quraisy, lalu memerintahkan kepada mereka agar keluar dari Mekah dan berlindung di atas puncak-puncak bukitnya karena takut akan serangan bala tentara Abrahah. Setelah itu Abdul Muttalib pergi ke Ka'bah dan memegang pegangan pintu Ka'bah, sedangkan di belakangnya ikut beberapa orang dari kaum Quraisy. Mereka semuanya berdoa kepada Allah dan memohoh pertolongan kepada-Nya dari serangan Abrahah dan bala tentaranya. Abdul Muttalib dalam doanya itu mengatakan seraya memegang pegangan pintu Ka'bah: لاهُمَّ إنَّ المرء يمـ ... نَعُ رَحْلَه فامْنع حِلالَك ... لَا يغلبنَّ صَلِيبُهم ... ومحَالُهم غَدْوًا مِحَالك ... Ya Allah, sesungguhnya seseorang itu diharuskan membela ternak unta miliknya, maka belalah kepemilikan-Mu. Janganlah sekali-kali Engkau biarkan salib dan kekuasaan mereka selamanya menang atas tempat-Mu ini. Setelah itu Abdul Muttalib melepaskan pegangan pintu Ka'bah, lalu ia bersama orang-orang Quraisy lainnya keluar menuju ke daerah perbukitan, berlindungdi puncak-puncaknya. Demikianlah menurut Ibnu Ishaq. Muqatil ibnu Sulaiman menyebutkan bahwa mereka meninggalkan di dekat Baitullah seratus ekor unta budnah yang telah dikalungi (untuk dikurbankan), dengan tujuan mudah-mudahan sebagian tentara Abrahah ada yang berani mengganggunya dan menyembelih sebagiannya tanpa hak, maka akibatnya Allah akan menghukum mereka. Dan pada pagi harinya Abrahah bersiap-siap untuk memasuki kota Mekah, lalu menyiapkan gajahnya yang diberi nama Mahmud dan ia menyiapkan pula bala tentaranya. Setelah semuanya siap, maka mereka mengarahkan gajahnya menuju ke arah Mekah, tetapi sebelum itu Nufail ibnu Habib datang dan berdiri di dekat gajah, lalu berkata, "Hai Mahmud, duduklah kamu dan kembalilah dengan penuh kesadaran menuju ke tempat asal kedatanganmu, karena sesungguhnya engkau berada di negeri Allah yang disucikan," setelah itu melepaskan telinga gajah Mahmud, yang dipeganginya saat ia membisikinya. Maka gajah itu duduk, dan Nufail lari dengan kencangnya menuju ke daerah perbukitan dan berlindung di puncaknya. Mereka memukuli gajah itu supaya berdiri, akan tetapi gajah itu membangkang dan tidak mau berdiri. Lalu mereka memukul kepalanya dengan palu agar bangkit, dan mereka masukkan tongkat mereka ke bagian lubang telinganya, menariknya dengan tujuan agar mau berdiri, tetapi gajah itu tetap menolak. Kemudian mereka mengarahkannya ke negeri Yaman, dan ternyata tanpa sulit gajah itu bangkit dengan sendirinya, lalu berlari kecil menuju ke arah itu. Kemudian mereka mencoba untuk mengarahkannya ke negeri Syam, dan gajah itu menuruti perintahnya; mereka coba mengarahkannya ke timur, maka gajah itu mengikuti perintah. Tetapi bila diarahkan ke Mekah, gajah itu diam dan duduk. Dan Allah mengirimkan kepada mereka sejumlah besar burung dari arah laut yang bentuknya seperti burung walet dan burung balsan; tiap-tiap ekor membawa tiga buah batu. Satu diparuhnya dan yang dua dipegang oleh masing-masing dari kedua kakinya; batu itu sebesar kacang humsh dan kacang 'adas. Tiada seorang pun dari mereka yang terkena batu itu melainkan pasti binasa, tetapi tidak seluruhnya terkena batu itu. Akhirnya mereka melarikan diri dan lari tunggang langgang ke arah semula mereka datang seraya mencari Nufail ibnu Habib untuk menunjukkan kepada mereka jalan pulangnya. Sedangkan Nufail berada di atas bukit bersama orang-orang Quraisy dan orang-orang Arab Hijaz lainnya, menyaksikan apa yang ditimpakan oleh Allah Swt. kepada tentara bergajah itu sebagai azab dari-Nya. Dan ketika menyaksikan pemandangan itu Nufail berkata: أينَ المَفَرُّ? والإلهُ الطَّالب والأشرمُ المغلوبُ غَيْرُ الْغَالِبْ Ke manakah tempat untuk berlari dari kejaran Tuhan yang mengejar; Asyram kalah dan tidak menang. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Nufail ibnu Habib dalam kesempatan itu mengumandangkan bait-bait syair yang berbunyi, أَلَا حُييت عَنا يَا رُدَينا ... نَعمْنا كُم مَعَ الأصبَاح عَينَا ... رُدَينةُ لَوْ رَأَيْتِ -وَلَا تَرَيْه ... لَدَى جَنْب الْمُحَصَّبِ -مَا رَأينَا ... إِذًا لَعَذَرتني وَحَمَدت أمْري ... وَلَم تَأْسَيْ عَلَى مَا فَاتَ بَيْنَا ... حَمِدتُ اللَّهَ إِذْ أبصَرتُ طَيْرًا ... وَخفْتُ حَجارة تُلقَى عَلَينا ... فَكُلّ الْقَوْمِ يَسألُ عَن نُفَيل ... كَأنَّ عليَ للحُبْشَان دَينَا! ... "Mengapa engkau tidak menghormati kami dan agama kami, maka kami akan menghormati kedatanganmu dengan penghormatan yang luar biasa. Demi suatu agama yang seandainya engkau melihat sebagaimana yang kami lihat di dekat Al-Muhassib, tetapi ternyata engkau tidak melihatnya. Jika engkau melihatnya, tentulah engkau memaafkanku dan memuji tindakanku, dan engkau tidak akan mengalami kekecewaan dari apa yang telah terlewatkan di antara kita. Aku memuji kepada Allah ketika melihat kedatangan burung-burung, dan aku menjadi takut akan tertimpa oleh batu-batu yang dijatuhkannya. Maka semua kaum (tentara Habsyah) mencari-cari Nufail, seakan-akan aku mempunyai utang kepada tentara Habsyah itu." Al-Waqidi meriwayatkan berikut sanadnya, bahwa mereka bersiap-siap untuk memasuki Mekah dan gajahnya telah mereka persiapkan pula, tetapi manakala mereka mengarahkannya ke salah satu tujuan dari tujuan yang lain, maka gajah itu mau bergerak. Dan jika mereka arahkan gajahnya menuju ke kota suci Mekah, tiba-tiba ia duduk dan mengeluarkan suaranya (menolak). Lalu Abrahah memaksa pawang gajah dan membentaknya, bahkan memukulinya supaya ia memaksa gajah agar mau masuk ke kota Mekah; mereka memakan waktu yang cukup lama untuk itu. Sedangkan Abdul Muttalib dan segolongan orang dari para pemuka penduduk Mekah —antara lain Mut'im ibnu Adiy, Amr ibnu Aid ibnu Imran ibnu Makhzum, dan Mas'ud ibnu Amr As-Saqafi— berada di Gua Hira menyaksikan apa yang dilakukan oleh tentara Habsyah itu, dan apa yang dialami mereka dengan gajahnya yang membangkang itu; kisahnya sangat ajaib dan aneh. Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba Allah mengirimkan kepada tentara habsyah yang bergajah itu burung Ababil, gelombang demi gelombang yang warna bulunya kuning, lebih kecil daripada merpati, sedangkan kakinya berwarna merah; tiap-tiap burung membawa tiga buah batu kerikil. Lalu iringan burung-burung itu tiba dan berputar di atas mereka, kemudian menimpakan batu-batu itu kepada mereka hingga mereka binasa. Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa tentara Habsyah datang dengan membawa dua ekor gajah; adapun gajah Mahmud hanya mendekam dan tidak mau bangkit, sedangkan gajah lainnya memberanikan dirinya dan akhirnya ia terkena batu itu. Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa mereka membawa banyak gajah, sedangkan gajah Mahmud adalah kendaraan raja mereka, Mahmud mendekam dengan tujuan agar gajah lainnya mengikuti jejaknya. Dan ternyata di antara kumpulan gajah yang mereka bawa ada seekor gajah yang memberanikan dirinya melangkah, maka ia tertimpa batu dan binasa hingga gajah lainnya kabur melarikan diri. Ata ibnu Yasar dan lain-lainnya mengatakan bahwa tentara bergajah itu tidak semuanya binasa oleh azab seketika itu juga, bahkan di antara mereka ada yang segera mati, dan di antaranya ada yang tubuhnya rontok anggota demi anggota dalam pelariannya, yang pada akhirnya binasa juga. Sedangkan Abrahah termasuk dari mereka yang tubuhnya rontok anggota demi anggota, hingga akhirnya mati di tanah orang-orang Khas'am. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa lalu mereka melarikan diri, sedangkan anggota tubuh mereka rontok satu demi satu, dan di setiap jalan mereka mati bergelimpangan. Sedangkan Abrahah, tubuhnya terkena oleh batu itu, lalu mereka membawanya lari bersama mereka, dan tubuhnya rontok sedikit demi sedikit, hingga sampailah mereka bersamanya di San'a, sedangkan keadaan Abrahah seperti anak burung yang baru menetas. Dan Abrahah masih belum mati kecuali setelah dadanya terbelah dan jantungnya keluar; demikianlah menurut sahibul hikayat. Muqatil ibnu Sulaiman menceritakan bahwa orang-orang Quraisy memperoleh harta yang banyak dari jarahan harta benda pasukan Abrahah itu, sehingga disebutkan bahwa pada hari itu Abdul Muttalib mendapat emas yang jumlahnya dapat memenuhi suatu galian sumur.
Kamis, 10 November 2016
Five minutes takkan rela
[intro] Dm G C Am Dm G C
Dm G
aku takkan rela
C Am
dirinya menggantikan aku
Dm G
karna ku sungguh cinta
C Am
dirimu... oh...
Dm G
aku takkan mungkin
C Am
bisa tuk melepas dirimu
Dm G
karna kau slalu dalam
C
hatiku...
Dm G C Am Dm G C
ohh.. ohh.. ooh...
Dm G
aku takkan rela
C Am
dirinya bersanding denganmu
Dm G C Am
karna kau masih miliki aku ohh..
Dm G
aku tak menduga
C Am
dirimu tergoda olehnya
Dm G C
membuat hancur jantung hatiku
[reff]
F C Dm G
Hooo... haruskah aku
C A Dm G
musnahkan... cintaku
C Am
pada dirimu...
Dm G
haruskah aku...
[interlude]
Gm A Dm C A# A
Gm A Dm C B A
F C Dm G
Hooo... haruskah aku
C
musnahkan
to : [reff] 2x
[coda]
F C Dm G C A Dm G C Am Dm G
Hooo
Dm G C...
<< BACK
Jumat, 04 November 2016
Sejarah kerajaan Muna
Asal Usul Penghuni Pertama
Berdasarkan sumber-sumber sejarah menunjukkan bahwa Pulau
Muna telah dihuni manusia sejak zaman pre sejarah. Bukti-bukti tentang
adanya kehidupan pada zaman itu antara lain didasarkan atas penemuan
gambar-gambar atau lukisan di gua Metanduno, Liang Kabori, gua Toko,
terdapat di Desa Balo kecamatan Takobu. Data yang diperoleh dari seksi
kebudayaan kandep Dikbud Kabupaten Muna menunjukkan bahwa di Muna
terdapat 24 gua yang di duga pernah dihuni manusia di Zaman pra
sejarah.Pada dinding gua-gua tersebut terdapat lukisan gambar orang
hidup berburu babim gambar matahari, ddl. Seperti terdapat Metanduno dan
Liang kabori di desa Bolo. Adanya lukisan orang sedang berburu babi,
menggabarkan ciri kehidupan/mata pencariharian manusia padad zaman pra
sejarah. Adanya gambar/likisan matahari menggabarkan ciri kehidupan
manusia yang memuja pada dewa matahari. Selain itu ditemukan pula
lukisan manusia yang sedang mengendarai kuda dengan memegang tombak,
yang diduga binatang yang digunakan untuk berburu adalah kuda dengan
bersenjatakan tombak.Dari sejumlah gua yang terdapat di Muna memang
belum banyak dikunjungi oleh para peneliti/ahli arkeologi, namun dari
hasil wawancara dengan Kepala Seksi Kebudayaan Kandepdikbud Kabupaten
Muna, disimpulkan bahwa gua-gua tersebut pernah dihuni oleh manusia.
Berdasarkan data-data dan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
:Penghuni Pulau Muna pertama bukan berasal dari Luwu/Sawerigading
sebagaimana diungkapkan oleh sebagian orang Muna dan tradisi sejarah
yang diwariskan secara turun temurun.
Berbicara tentang asal usul penduduk Pulau Muna sebenarnya harus didasarkan atas migrasi rumpun bangsa Melayu Austronesia dari daerah Yunan (Cina Selatan) ke Nusantara. Karena dari perpindahan bangsa Melayu Austronesia tersebut, kemudian menjadi cikal bakal penghuni pertama kepulauan Nusantara. Sudah tentu hal tersebut didasarkan pula pada jenis-jenis kebudayaan Nusantara yang pertama, dimana sisa-sisanya tersebar/terdapat diberbagai daerah dari Barat sampai ke Timur.
Ahli-ahli purbakala ytang berjasa dalam menemukan dan menyelidiki jenis-jenis fosil manusia purba di Pulau Jawa, seperti E. Dubois (1890), Van Koeningswald (1936-1941), dan Van Stemi Celenfels (1931), menyebutkan bahwa pada jaman Neolitikum masuk ke tanah air kita pendatang-pendatang baru dari Teluk Tonkin, yaitu jenis bangsa Melanesoid (bangsa yang berkulit hitam). Mereka ini berkebudayaan Mesolitikum yang berpusat di Vietnam. Daerah persebaran bangsa Melanesoid ini meliputi daerah Hindia Belakang Nusantara dan Kepulauan Lautan Teduh.
Sisa-sia keturunan mereka masih kita temui sepertin orang Sabai di Siak. Orang Semang dipedalaman Malaya, orang Acta di pedalaman Filipina, orang-orang Papua Melanesoid di Irian dan Pulau Melanesia. Kemudian pada sekitar tahun 2000 SM terjadi gelombang perpindahan rumpun bangsa yang berbahasa Malayu Austronesia (Melayu Kepilauan Selatan). Suatu ras Mongoloid yang berasal dari Yunan di Cina Selatan. Dari temp0at itu mereka menyebar ke daerah-daerah di Lautan Teduh dan sampai ke Madagaskar. Mereka ini adalah pendukung dan penyebar kebudayaan Neoleth (Batu Muda), berupa kapak persegi dan kapak lonjong.
Sisa kapak persegi banyak diketemukan di sekitar Teluk Tonkin, Malaya, Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara. Sedangkan kapak lonjong banyak di temukan di filipina, Minahasa (Sulawesi), Halmahera (Maluku) sampai Irian. Penyebar atau pendukung kebudayaan ini disebut Melayu Tua (Proto Melayu) yang sisa-sisa keturunan mereka banyak ditemukan di daerah-daerah pedalaman tanah air kita seperti orang Suku Dayak di pedalaman Kalimantan, Suku Toraja di pedalamn Sulawesi, orang Nias di Pulau Nias pantai Barat Sumatra, orang Kubu di pedalaman Sumatra Selatan, orang Sasak di Pulau Lombok dan sebagainya
Atasi Kematian Belut Akibat Bakteri Aeromonas dan Pseudomonas Dengan Gedebog Pisang
Belut peliharaan Anda banyak yang
mati? Permukaan tubuh belut terdapat
bercak-bercak merah? Terjadi perdarahan pada bagian organ dalam seperti hati
dan limpa? jika iya, kemungkinan besar belut Anda terserang bakteri Aeromonas
atau Pseudomonas. Kedua jenis bakteri ini memang dapat menyebabkan
penyakit secara sistemik sehingga jika tidak dilakukan penanganan segera akan
menimbulkan kematian pada belut.
Gejala awal belut terserang infeksi
bakteri ini biasanya ditandai dengan adanya pendarahan dibawah kulit, insang,
rongga mulut bahkan terkadang menjalar hingga ke seluruh tubuh (terdapat
bercak-bercak merah), lendir berkurang akibat sekresi yang berlebihan bahkan
sebagian tubuhnya terasa kering/kasar. selain itu terjadi pembengkakan pada
hati, limpa dan empedu. Belut yang sudah terserang bakteri ini akan kehilangan
keseimbangan dan lemas sehingga belut cenderung diam dengan posisi “terlentang”
(posisi perut diatas) kemudian dalam beberapa hari akan mati.
Sebenarnya.. gejala-gejala tersebut
diatas, masih bisa diatasi dengan pemberian obat antibiotik (seperti Ampicillin
atau amoksilin) namun penggunaan obat antibiotik ini jika dosisnya kurang
tepat, hanya akan menambah “penderitaan” belut saja. Namun sebagai
alternatifnya, obat antibiotik ini bisa digantikan dengan memanfaatkan gedebok
pisang yang sudah mengalami pembusukan.
Gedebog pisang merupakan media antiseptik yang dipercaya mampu meredam
pertumbuhan bakteri Aeromonas dan Pseudomonas. Selain itu, gedebog pisang juga
berpotensi menimbulkan cacing-cacing kecil yang notabene merupakan salah satu
makanan berprotein tinggi bagi belut.
Agar gedebog pisang yang digunakan
tidak membahayakan kehidupan belut, perlu dilakukan pemrosesan terlebih dahulu
sebelum diaplikasikan kedalam kolam, hal ini sangat penting, lebih-lebih jika
gedebog pisang tersebut masih baru/segar karena efek dari getah yang dihasilkan
akan menyebabkan air menjadi asam.
Penggunaan gedebog pisang ini juga
sangat bermanfaat dalam menekan angka kematian pada saat belut di kolam
penampungan. Menurut pengalaman kami, belut dalam penampungan akan mampu
bertahan hingga 2 bulan lebih hanya dengan menambahkan gedebog pisang yang
sudah diproses dan sedikit aliran air dengan debit kecil.
Selamat mencoba !!
Mungkin artikel ini yang Anda cari;
ERA PEMERINTAHAN RAJA-RAJA DI BUTON
Jumpa
lagi dengan artikel lain tentang Sejarah Kerajaan Buton, kali ini saya
menuliskan tentang era pemerintahan Raja-Raja di Buton..
Zaman Kerajaan Buton ditandai dengan dilantiknya Sibara Wakaka sebagai Raja Buton I sekitar tahun 1338 M. Raja dilantik oleh Pataliambona dib au-bau (Keraton Buton) pada “Batu Popaua”. Popaua adalah batu bekas injakan taapak kaki Wakaka, ketika pertama kali menginjakkan kakinya dibumi Buton. Kemudian diabadikan menjadi tempat pelantikan Raja dan Sultan secara turun-temurun di Buton.
Zaman kerajaan di buton berlangsung ± 200 tahun dimana telah memerintah 6 (enam) orang raja, yaitu:
· Sibantara Wakaka ( Raja I : ± 1338-1376)
· La Baluwu (Raja II : ± 1376-1415)
· Batara Guru (Raja III : ± 1415-1454)
· Tua Rade (Raja IV : ± 1454-1490)
· MulaE (Raja V : ± 1490-1537)
· Murhum (La Kilaponto) (Raja VI : ± 1537-1538)
Dari keenam Raja yang memerintah di Buton selama ± 200 tahun ; Raja I Sibatara Wakaka (±1338-1376) dan Raja V MulaE (±1490-1537) serta Raja VI La Kilaponto atau Murhum yang akan diuraikan secara singkat dalam tulisan ini.
Raja Sibatara Wakaka sebagai Raja I di Buton, telah berhasil meletakkan dasar-dasar pemerintahan yaitu: (1). Ikrar berbunyi “Poromu Yinda Sangu, Poga Yinda Kolata” artinya “ Bersatu tidak terpadu, Bercerai tidak berantara”.(2) Falsafah hidup masyarakat Buton, yaitu : ‘Poma-ma Siaka, Poangka angkataka, Popia-piara” artinya: saling kasih mengasihi, saling hormat menghormati dan saling memelihara; (3) Wilayah Kerajaan Buton yang meliputi Wilayah Kamaru (Buton Timur) di pinpim oleh Raja Baubesi; Tobe-tobe (Wilayah Buton Barat) dipimpin oleh Raja Dungku Cangia, dan Muna yang di pimpin oleh Raja Muna Banca Patola (La Ode ZaEnu, 1985:48). Tetapi masyarakat Muna tidak pernah mengakui aneksasi Buton atas wilayah Muna sebagai wilayah di bawah kekuasaan Buton.
Dibawah pemerintahn Raja MulaE (Raja VI, ± 1490-1537) telah terjadi serangan besar-besaran demi bajak laut Tobelo yang dipimpin La Bolontio. Raja MulaE mempersiapkan kekuatannya untuk menghadapi musuh yang sangat banyak serta sangat sakti.
Menurut La Ode ZaEnu, ada 3 orang kesatria yang membantu Buton menghadapi serangan La Bolontio dan pasukannya, yaitu :
- Manjawari; adalah Opu dari Selayar, yang waktu itu Selayar dan Kabaena adalah kekuasaan Opu Manjawari.
- Betoambari; adalah Raja Wajo yang daerahnya meliputi pantai-pantai Boepinang sampai di Sua-Sua.
- Lakilaponto (Murhum/Haluoleo); Putra Raja Muna Sugi Manuru yang pada waktu itu sudah menjadi Raja Muna (La Ode Zaenu, 1985 : 28).
Menurut sumber lain, Manjawari dan Betoambari ditewaskan oleh La Bolontio, tetapi Lakilaponto (Murhum/Haluoleo) yang berhasil menegaskab La Bolontio dalam pertempuran sengit di Boneatiro (di depan Teluk Kapontori) pada tahun 1536.
Pada tahun 1537, Raja MulaE mengawinkan putrinya bernama Wa Tampai Donga dengan La Kilaponto dan menyerahkan kekuasaannya pada Murhum. Jadi Murhum atau La Kilaponto dinobatkan menjadi Raja Buton VI tahun 1537-1538.
Panduan praktis budidaya belut
Panduan praktis budidaya belut
Belut merupakan binatang air yang
digolongkan dalam kelompok ikan. Berbeda dengan kebanyakan jenis ikan lainnya, belut
bisa hidup dalam lumpur dengan sedikit air. Binatang ini mempunyai dua sistem
pernapasan yang bisa membuatnya bertahan dalam kondisi tersebut.
Jenis belut yang paling banyak
dikenal di Indonesia adalah belut sawah (Monopterus albus). Di beberapa
tempat dikenal juga belut rawa (Synbranchus bengalensis). Perbedaan
belut sawah dan belut rawa yang paling mencolok adalah postur tubuhnya. Belut
sawah tubuhnya pendek dan gemuk, sedangkan belut rawa lebih panjang dan
ramping.
Terdapat dua
segmen usaha budidaya belut yaitu pembibitan dan pembesaran. Pembibitan
bertujuan untuk menghasilkan anakan. Sedangkan pembesaran bertujuan untuk
menghasilkan belut hingga ukuran siap konsumsi.
Kali ini
alamtani akan menguraikan tentang budidaya pembesaran belut di kolam tembok.
Mulai dari pemilihan bibit hingga pemanenan. Semoga bermanfaat.
Memilih bibit belut
Bibit untuk
budidaya belut bisa didapatkan dari hasil tangkapan atau hasil budidaya.
Keduanya memiliki kekurangan dan keunggulan masing-masing.
Bibit hasil
tangkapan memiliki beberapa kekurangan, seperti ukuran yang tidak seragam dan
adanya kemungkinan trauma karena metode penangkapan. Kelebihan bibit hasil
tangkapan adalah rasanya lebih gurih sehingga harga jualnya lebih baik.
Kekurangan
bibit hasil budidaya harga jualnya biasanya lebih rendah dari belut tangkapan.
Sedangkan kelebihannya ukuran bibit lebih seragam, bisa tersedia dalam jumlah
banyak, dan kontinuitasnya terjamin. Selain itu, bibit hasil budidaya memiliki
daya tumbuh yang relatif sama karena biasanya berasal dari induk yang seragam.
Bibit belut
hasil budidaya diperoleh dengan cara memijahkan belut jantan dengan betina
secara alami. Sejauh ini di Indonesia belum ada pemijahan buatan (seperti
suntik hormon) untuk belut. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pembibitan,
silahkan baca kiat sukses pembibitan belut.
Bibit yang
baik untuk budidaya belut hendaknya memiliki kriteria berikut:
- Ukurannya seragam. Ukuran bibit yang seragam dimaksudkan untuk memudahkan pemeliharaan dan menekan risiko kanibalisme atau saling memangsa.
- Gerakannya aktif dan lincah, tidak loyo.
- Tidak cacat atau luka secara fisik.
- Bebas dari penyakit.
Budidaya
belut untuk segmen pembesaran biasanya menggunakan bibit belut berukuran
panjang 10-12 cm. Bibit sebesar ini memerlukan waktu pemeliharaan sekitar 3-4
bulan, hingga siap konsumsi. Untuk pasar ekspor yang menghendaki ukuran lebih
besar, waktu pemeliharaan bisa mencapai 6 bulan.
Menyiapkan kolam budidaya belut
Budidaya
belut bisa dilakukan dalam kolam permanen maupun semi permanen. Kolam permanen
yang sering dipakai antara lain kolam tanah, sawah, dan kolam tembok. Sedangkan
kolam semi permanen antara lain kolam terpal, drum, tong, kontainer plastik dan
jaring.
Kali ini
kita akan membahas budidya belut di kola tembok. Kolam tembok relatif lebih
kuat, umur ekonomisnya bisa bertahan hingga 5 tahun.
Bentuk dan
luas kolam tembok bisa dibuat berbagai macam, disesuaikan dengan keadaan ruang
dan kebutuhan. Ketinggian kolam berkisar 1-1,25 meter. Lubang pengeluaran
dibuat dengan pipa yang agak besar untuk memudahkan penggantian media tumbuh.
Untuk kolam
tembok yang masih baru, sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu selama beberapa
minggu. Kemudian direndam dengan air dan tambahkan daun pisang, sabut kelapa,
atau pelepah pisang. Lakukan pencucian minimal tiga kali atau sampai bau
semennya hilang.
Media tumbuh untuk budidaya belut
Di alam
bebas belut sering dijumpai dalam perairan berlumpur. Lumpur merupakan tempat
perlindungan bagi belut. Dalam kolam budidaya pun, belut membutuhkan media
tumbuh berupa lumpur.
Beberapa
material yang bisa dijadikan bahan membuat lumpur/media tumbuh antara lain,
lumpur sawah, kompos,
humus, pupuk
kandang, sekam padi, jerami padi, pelepah pisang, dedak, tanaman
air, dan mikroba dekomposer.
Komposisi
material organik dalam media tumbuh budidaya belut tidak ada patokannya. Sangat
tergantung dengan kebiasaan dan pengalaman. Pembudidaya bisa meramu sendiri
media tumbuh dari bahan-bahan yang mudah didapatkan.
Berikut ini
salah satu alternatif langkah-langkah membuat media tumbuh untuk budididaya
belut:
- Bersihkan dan keringkan kolam. Kemudian letakkan jerami padi yang telah dirajang pada dasar kolam setebal kurang lebih 20 cm.
- Letakkan pelepah pisang yang telah dirajang setebal 6 cm, di atas lapisan jerami.
- Tambahkan campuran pupuk kandang (kotoran kerbau atau sapi), kompos atau tanah humus setebal 20-25 cm, di atas pelepah pisang. Pupuk organik berguna untuk memicu pertumbuhan biota yang bisa menjadi penyedia makanan alami bagi belut.
- Siram lapisan media tumbuh tersebut dengan cairan bioaktivator atau mikroba dekomposer, misalnya larutan EM4.
- Timbun dengan lumpur sawah atau rawa setebal 10-15 cm. Biarkan media tumbuh selama 1-2 minggu agar terfermentasi sempurna.
- Alirkan air bersih selama 3-4 hari pada media tumbuh yang telah terfermentasi tersebut untuk membersihkan racun. Setel besar debit air, jangan terlalu deras agar tidak erosi.
- Langkah terakhir, genangi media tumbuh tersebut dengan air bersih. Kedalaman air 5 cm dari permukaan. Pada kolam tersebut bisa diberikan tanaman air seperti eceng gondok. Jangan terlalu padat.
- Dari proses di atas didapatkan lapisan media tumbuh/lumpur setebal kurang lebih 60 cm. Setelah semuanya selesai, bibit belut siap untuk ditebar.
Catatan: Dengan metode lain, budidaya belut
bisa dipelihara dalam air bersih tanpa menggunakan lumpur.
Penebaran bibit dan pengaturan air
Belut
merupakan hewan yang bisa dibudidayakan dengan kepadatan tinggi. Kepadatan
tebar untuk bibit belut berukuran panjang 10-12 cm berkisar 50-100 ekor/m2.
Lakukan
penebaran bibit pada pagi atau sore hari, agar belut tidak stres. Bibit yang
berasal dari tangkapan alam sebaiknya dikarantina terlebih dahulu selama 1-2
hari. Proses karantina dilakukan dengan meletakkan bibit dalam air bersih yang
mengalir. Berikan pakan berupa kocokan telur selama dalam proses karantina.
Aturlah
sirkulasi air dengan seksama. Jangan terlalu deras (air seperti genangan sawah)
yang penting terjadi sirkulasi air. Atur juga kedalaman air, hal ini
berpengaruh pada postur tubuh belut. Air yang terlalu dalam akan membuat belut
banyak bergerak untuk mengambil oksigen dari permukaan, sehingga belut akan
lebih kurus.
Pemberian pakan
Belut
merupakan hewan yang rakus. Keterlambatan dalam memberikan pakan bisa berakibat
fatal. Terutama pada belut yang baru ditebar.
Takaran
pakan harus disesuaikan dengan berat populasi belut. Secara umum belut
membutuhkan jumlah pakan sebanyak 5-20% dari bobot tubuhnya setiap hari.
Berikut
kebutuhan pakan harian untuk bobot populasi belut 10 kg:
- Umur 0-1 bulan: 0,5 kg
- Umur 1-2 bulan: 1 kg
- Umur 2-3 bulan: 1,5 kg
- Umur 3-4 bulan: 2 kg
Pakan
budidaya belut bisa berupa pakan hidup atau pakan mati. Pakan hidup bagi belut
yang masih kecil (larva) antara lain zooplankton, cacing, kutu air (daphnia/moina), cacing, kecebong, larva ikan, dan
larva serangga. Sedangkan belut yang telah dewasa bisa diberi makanan berupa
ikan, katak, serangga, kepiting yuyu, bekicot, belatung, dan keong. Frekuensi
pemberian pakan hidup dapat dilakukan 3 hari sekali.
Untuk pakan
mati bisa diberikan bangkai ayam, cincangan bekicot, ikan rucah, cincangan
kepiting yuyu, atau pelet. Pakan mati untuk budidaya belut sebaiknya diberikan
setelah direbus terlebih dahulu. Frekuensi pemberian pakan mati bisa 1-2 kali
setiap hari.
Karena belut
binatang nokturnal, pemberian pakan akan lebih efektif pada sore atau malam
hari. Kecuali pada tempat budidaya yang ternaungi, pemberian pakan bisa
dilakukan sepanjang hari.
Pemanenan
Tidak ada
patokan seberapa besar ukuran belut dikatakan siap konsumsi. Tapi secara umum
pasar domestik biasanya menghendaki belut berukuran lebih kecil, sedangkan
pasar ekspor menghendaki ukuran yang lebih besar. Untuk pasar domestik, lama
pemeliharaan pembesaran berkisar 3-4 bulan, sedangkan untuk pasar ekspor 3-6
bulan, bahkan bisa lebih, terhitung sejak bibit ditebar.
Terdapat dua
cara memanen budidaya belut, panen sebagian dan panen total. Panen sebagian
dilakukan dengan cara memanen semua populasi belut, kemudian belut yang masih
kecil dipisahkan untuk dipelihara kembali.
Sedangkan
pemanenan total biasanya dilakukan pada budidaya belut intensif, dimana
pemberian pakan dan metode budidaya dilakukan secara cermat. Sehingga belut
yang dihasilkan memiliki ukuran yang lebih seragam.
ASAL USUL PENGHUNI PERTAMA DAERAH KENDARI DAN DARATAN SULAWESI TENGGARA
Karakteristik
penduduk asli ini ialah : mereka tinggal di gua-gua dan hidup dari
umbi-umbian dan binatang hasil buruan (Lakebo, 1977 : 20). Sekiranya apa
yang diungkapkan oleh Lakebo ini benar, mungkin saja To Laiwoi atau Tokea ini telah di bandingkan oleh orang Toala yang menghuni gua-gua batu Sulawesi Selatan. Dengan kata lain bahwa To Laiwoi atau Tokea
ini dapat ditempatkan dalam lapisan budaya masa berburu dan mengumpul
makanan dan tingkat lanjut, atau zaman mesolitik. Namun demikian,
pernyataan ini masih memerlukan data arkeologi yang memadai.
Abdurauftarimana
Tarimana adalah salah seorang antropolog didaerah ini, dalam kajiannya
mengenai kebudayaan Tolaki (1985) melihat asal usul orang Tolaki
( masyarakat yang mendiami sebagian besar daratn Sulawesi Tenggara),
dengan melihat cerita rakyat yang berkembang di daerah ini (Oheo.
Pasa”eno, Wekoila dan Onggabo) (dilihat Tarimana 1985 : 331-345)
Dari hasil
analisa yang telah dilakukan terhadap cerita rakyat tersebut, Tarimana
menduga bahwa orang Tolaki itu dating kewilayah daratan Sulawesi
Tenggara ini dari utara dan timur. Mungkin mereka yang dating dari utara
itu berasal dari Tiongkok Selatan yang melalui Filipina Kepulauan
Mindanao, Sulawesi Utara, Halmahera, dan Sulawesi bagian Timur, terus
memasuki muara Lasolo atau Sungai Konawe’eha dan akhirnya memilih lokasi
pemukiman pertama dihulu sungai itu ( Tarimana, 1985:51).
Tinjauan lain
mengenai asal usul orang Tolaki, dapat juga dilihat melalui cirri
antropologisnya. Hal ini sesuai dengan yang telah dipaparkan oleh Rustam
E. Tamburaka dalam Profil Kerpendudukan dan Keluarga Bencana Propinsi
Sulawesi Tenggara ( 1989 : 5 ) sebagai berikut :
Dilihat dari
ciri-ciri antropologisnya baik cepalixindeks, mata, rambut maupun warna
kulit Suku Tolaki memilki kesamaan dengan ras Mongoloid, di duga berasal
dari Asia Timur, mugkin dari Jepang untuk kemudian tersebar ke Selatan
melalui Kepulaun Riukyu, Taiwan, Filipina, Sangihe Talaud, pantai Timur
Sulawesi sampai ke Sulawesi Tenggara. Ada juga menyatakan bahwa
perpindahan pertama berasal dari Yunan (RRC) ke Selatan melalui
Filipina, Sulawesi Utara ke pesisir Timur dan Halmahera. Pada saat
memasuki daratan Sulawesi Tenggara masuk melalui muara Sungai Lasolo dan
Konawe’eha yang dinamakan Andolaki.
Untuk
menjembatani pendapat-pendapat di atas, kiranya perlu juga dikemikakan
data arkeologis, apalagi dengan perkembangan ilmu ini yang semakin
pesat, terutama dengan pengguanaan metode pertanggalan yang semakin
akurat, sehingga upaya merenkontruksi kehidupan masa lalu dapat
dilakukan dengan lebih sempurna.
Suatu rekontruksi
mengenai kehidupan pra sejarah telah dilakukan oleh Bellwood (1985).
Rekontruksi yang dilakukan itu sangat menarik perhatian, terutama karena
analisisnya yang didasari atas bahasa (linguistic) dan data artefak
(dalamhal ini carbon dating atas artefak neolitik). Hasil analisis
tersebut menghasilkan antara lain rekontruksi tentang persebaran
pemakai-pemakai bahasa Austronesia. Dalam rekotruksi tersebut tampak
bahwa pemakai bahasa Austronesia mulai menyebar meninggalkan daerah asal
( sekitar Cina Selatan)menuju Taiwan sekitar 4000 SM, sekitar tahun
3000 SM pemakai bahasa ini ada yang berlayar ke Selatan menuju Filipina
dan selanjutnya sekitar tahun 2500 SM memasuki Sulawesi ( Bellwood, 1985 : 120-121).
Jika mengaju pada rekontruksi yang dilakukan Bellwood tersebut diatas, dapat diduga bahwa kedatangan orang Tolaki didaratan Sulawesi Tenggara
ini sekitar tahun 2500 SM atau sesudahnya. Dengan kata lain bahwa
mereka itu termasuk dalam kelompok migrant yang menggunakan bahasa
Austronesia.
Bertolak dari uraian-uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penghuni pertama daerah Kendari dan daratan Sulawesi Tenggara
pada umumnya terdiri atas To Laiwoi ( Tokea) yang hingga saat ini
datangnya masih sangat gelap. Selanjutnya disusul dengan route Cina
Selatan-Taiwan-Filipina-Sulawesi.
Demikian halnya persebaran hingga memasuki daratan Sulawesi Tenggara,
mungkin dapat ditarik suatu garis dari Sulawesi Utara-sulawesi Tengah
bagian Timur dan selanjutnya memasuki daratan Sulawesi Tenggara.
Ilustrasi tersebut dapat pula diperkuat melalui data artefak (berupa
peninggalan neolitik) yang terdapat dimasing-masing tempat. Selain data
artefak, ilustrasi tersebut dapat pula diperkuat melalui data bahasa.
Dari data yang dapat diperoleh deketahui bahwa beberapa kosa kata dari
masing-masing daerah yang memilki persamaan sebutan maupun maknanya.
Sebagi contoh; kta ike= alat pemukul kulit kayu, pongasi = minuman yang
mengandung alkohol yang bahannya dari beras yang dipermentasi.
(Prof.Dr.H. Rustam E. Tamburaka, M.A. et. Al. “Sejarah Sulawesi Tenggara dan 40 Tahun Sultra Membangun)
SEJARAH SINGKAT KERAJAAN KONAWE
BERDIRINYA KERAJAAN KONAWE DAN WEKOILA SEBAGAI RAJA I
Menurut dokumen DPRD Tk.I Sulawesi Tenggara, dijelaskan bahwaq dari deretan nama-nama raja (Mokole) di Kerajaan Konawe berdiri sejak abad V dan raja I adalah Tanggolwuta (1982 : 138 ). Sebelumnya sudah ada kerajaan kecil yaitu : Kerajaan Wawolesea, Kerajaan Besulutu dan Kerajaan Padangguni.
Dari beberapa sumber informan maupun penulis sejarah lokal Sulawesi Tenggara (H. Surabaya, Prof. Eddy Mokodompit, Johan Mekuo, Muslimin Suud, B. Burhanuddin) mengemukakan bahwa wekoila adalah Raja I di Kerajaan Konawe. Saya menggaris bawahi pendapat tersebut mengapa Wekoila yang disepakati menjadi Raja I di Kerajaan Konawe, di jelaskan sebagai berikut :
Sebelum Wekoila menjadi mokole More I di Konawe, raja-raja yang pernah memerintah belum memiliki konsep (system) pemerintah yang teratur.
Raja-raja memerintah secara otokrasi, belum menggunakan aparat pembantu raja sehingga roda pemerintahan tidak berjalan dengan baik.
Raja-raja belum memahami apa yang harus dikerjakan, kepada siapa seharusnya bertanggung jawab, seakan-akan terjadi suatu kevakuman dalam pemerintahan ( R.Tamburaka, 1998 : 5)
Kehadiran Raja Wekoila memegang tumpuk pimpinan Kerajaan Konawe (± 948 – 968) dianggap sebagai Mokole I Kerajaan Konawe berkedudukan di Unaaha, sekaligus pertanda awal terbentuknya system pemerintahan yang mulai teratur dengan baik.
Sebagai buktinya dapat dijelaskan sebagai berikut :
Raja Wekoila telah menunjuk seorang WATI atau pembantu Raja dan pejabat-pejabat yang di gelar TONOMOTUO atau Pemimpin Masyarakat masing-masing, dibantu oleh pejabat-pejabat adat yang disebut TOLEA-PABITARA (Urusan Perapua= Perkawinan), POSUDA (Urusan Perbekalan/Logistik), OTADU (Urusan Pertahanan/Keamanan) dan TAMALAKI (Urusan Pertempuran/Peperanagan= Panglima Perang).
Pada masa pemerintah Wekoila, masyarakat Konawe diklasifikasikan dalam tiga tingkatan-stratifikasi social yaitu : (a) golongan tingkat atas disebut ANAKIA (Bangsawan), (b) golongan tingkat menengah disebut TOONONGGAPA (orang kebanyakan), (c) golongan tingkat bawah disebut OATA (Budak). (Monografi Sultra 1982 : 118)
Raja Wekoila memerintah disertai seperangkat-brenda (regalis) artinya untuk mengatur tata hidup masyarakat yang dikenal dengan adat KALO-SARA. Dalam pandangan falsafah masyarakat Tolaki di Konawe terhadap Kalo-Sara, dapat disimpulkan suatu Motto-filosofis dalam bahasa puitis Tolaki, berbunyi : “ INAE KONASARA IETO PINESARA, INAE LIASARA IETO PINEKASARA “ artinya; Barang siapa mentaati/menjujunjung tinggi hukum (Adat) akan diperlakukan dengan baik/adil, barang siapa melanggar hukum akan diberi ganjaran atau hukuman.
Adapun kondisi dan situasi jalannya pemerintahan di Kerajaan Konawe pada masa Raja Wekoila, oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya digambarkan hanya berhasil meletakkan dasar-dasar pemerintahan yang berlandaskan hokum adat, antara lain berhasil mempersatukan seluruh masyarakat yang beradad dibawah suatu hokum perundangan tidak tertulis dengan inti kepatuhan dan ketaatan terhadap raja/penguasa yang memerintah, namun soal bentuk dan susunan organisasi pemerintahan yang benar-benar riil dari tanggung jawab belum dapat diwujudkan oleh Raja Wekoila.
Berdasarkan gambaran diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi dan situasi pemerintah Kerajaan Konawe pada zaman pemerintahan Raja Wekoila relative belum memiliki bentuk dan susunan yang rapi, namun secara keseluruhan penduduk yang tersebar secar kelompok dalam bentuk “ O’NAPO “ atau “ O’KAMBO “ (Kampung) dan hidup saling terpisah dan berjauhan satu sama lain, dapat dipersatukan dibawah satu kesatuan pemerintah kerajaan yang berpusat di Unaaha.
Akhir pemerintahan Wekoila tidak diketahui secara pasti, namun dari penuturan para informan tokoh adat Tolaki yang disesuaikan dengan silsilah Raja-raja konawe yang kami susun, bahkan sesudah Wekoila memerintah di Kerajaan konawe sebagai mata rantai dinasti/keturunannya, berlangsung sampai 23 orang raja termasuk pelaksana sementara Raja Konawe terakhir sampai peralihan ke Raja Laiwoi (1918). Tetapi jika dihitung dari masa pemerintahan Tanggolowuta (abad V) maka kerajaan Konawe berlangsung ± 15 abad lamanya.
Dari 23 Raja di Kerajaan Konawqe setelah Wekoila, kami akan ulas secara komprehensi peranan Raja Tebawo, karena peranan beliau dalam mengembangkan system organisasi pemerintahahn di Kerajaan Konawe.
Kamis, 06 Oktober 2016
Kajian Sejarah dan Misteri Benua Atlantis Yang Hilang
Atlantis yang berasal dari bahasa Yunani Kuno Ἀτλαντὶς νῆσος yang
berarti “pulau Atlas” merupakan sebuah pulau fiksi yang beberapa kali
disebut sebagai alegori tentang keangkuhan suatu negara dalam tulisan
Plato yang berjudul Timaeus dan Critias. Atlantis menggambarkan sebuah
kekuatan maritim antagonis yang menyerang Athena kuno, sebuah
penggambaran pseudo-historic dari negara ideal yang didambakan Plato.
Sejarah Atlantis Oleh Plato
Tulisan yang mengandung referensi paling awal tentang sejarah dan misteri benua Atlantis ada dalam tulisan Plato, Timaeus dan Critias yang ditulis pada tahun 360 sebelum masehi. Dalam kedua karya tersebut, muncul empat orang yang terdiri dari Critias dan Hermocrates, dua orang politisi, serta Socrates dan Timaeus dari Locri, dua orang filsuf. Meski begitu, hanya Critias yang membicarakan tentang Atlantis. Dalam kedua tulisannya, Plato menggunakan metode Socratic. Entah atas alasan apa, Plato tidak pernah menyelesaikan Critias.
Dari apa yang tertulis di Critias, dewa-dewa Hellenik kuno memisahkan
benua-benua sehingga tiap dewa memiliki tanah mereka masing-masing, dan
Poseidon memilih pulau Atlantis sebagai daerahnya. Pulau yang dipilih
oleh Poseidon tadi jauh lebih besar dari Libya Kuno dan Asia Minor
bahkan jika keduanya digabungkan, meskipun pada akhirnya pulau itu
terguncang oleh gempa bumi dan tenggelam jauh ke dalam laut. Orang-orang
mesir pada masa itu, menurut Plato, mendeskripsikan Atlantis sebagai
sebuah pulau yang kebanyakan daerahnya adalah pegunungan di sisi utara
sepanjang pantai, dan di sisi selatan terdiri dari padang yang sangat
luas sepanjang 555 kilometer. Bagian pusat dari pulau tersebut memiliki
diameter sekitar 0.92 kilometer.
Dalam mitologi yang ditulis sendiri oleh Plato, sejarah benua Atlantis dimulai ketika Poseidon jatuh cinta pada Cleito, anak dari Evenor dan Leucippe yang memberikannya lima pasang anak kembar laki-laki. Anak yang paling tua, Atlas, dijadikan raja seluruh pulau dan samudra yang akhirnya diberi nama Samudra Atlantis. Adik kembarnya, Gadeirus atau yang dalam mitologi Yunani disebut Eumelus, diberikan ekstrimitas pulau hingga pilar Herkules. Sisanya Ampheres & Evaemon, Mneseus dan Autochthon, Azaes dan Diaprepes, dan Elasippus dan Mestor diberikan kemampuan untuk “mengatur banyak orang, serta teritori yang besar”.
Poseidon mengukir gunung yang ia dan Cleito tempati menjadi sebuah kasti dan mengitarinya dengan tiga buah parit yang ukurannya terus bertambah. Warga Atlantis kemudian membangun jembatan di arah utara gunung, membuat sebuah rute menuju bagian pulau yang lainnya. Selain jembatan, mereka juga menggali sebuah kanal besar di laut, dan di sekitar jembatan diukir lah sebuah terowongan melewati cincin-cincin batu agar kapal-kapal mampu berlayar menuju kota melalui gunung-gunung.
Menurut tulisan Plato dalam Critias, 9000 tahun sebelum masanya, sebuah perang besar terjadi antara mereka yang ada di luar Pilar Herkules di selat Gibraltar dan mereka yang tinggal di dalam Pilar Herkules. Pada saat itu, masyarakat Atlantis berhasil mendudukkan bagian Libya yang ada di dalam daerah Pilar Herkules hingga sejauh Mesir, dan bagian Eropa hingga Tyrrhenia, dan memaksa orang-orang itu untuk menjadi budak mereka. Orang-orang Athena kemudian memimpin sebuah aliansi perlawanan untuk melawan kekejaman rezim kerajaan Atlantis. Bahkan ketika aliansi yang dibuat hancur, warga Athena akhirnya berhasil mengalahkan kerajaan Atlantis sendirian, membebaskan tanah-tanah yang sebelumnya sudah diambil oleh kerajaan tadi. Tidak butuh waktu lama untuk para dewa mengamuk akan apa yang diperbuat oleh warga Atlantis, karena dalam Critias kembali tercatat tentang sebuah gempa bumi dan banjir yang meluluhlantakkan seluruh benua itu.
Sejarah Atlantis Modern
Tulisan dari dua karya Plato tadi berhasil mengubah dunia sastra modern, karena sejak kedua tulisan tersebut terbit, banyak penulis-penulis yang menggunakan atau bahkan membuat sendiri sejarah lanjutan tentang Atlantis. Meski begitu, hampir seluruh interpretasi tentang Atlantis di era modern dianggap sebagai pseudohistory, pseudoscience, atau bahkan pseudoarchaeology karena meskipun interpretasi tersebut terdengar akademik maupun ilmiah, tulisan-tulisan tadi masih belum memenuhi standar dan kriteria.
Kajian Sejarah dan misteri benua Atlantis modern pertama dimulai dengan tulisan oleh Sir Thomas More yang juga pertama kali mencetuskan kata-kata “utopia” dalam karya fiksinya di abad ke-16 yang berjudul Utopia. Terinspirasi dari tulisan Plato, More mendiskripsikan Atlantis sebagai sebuah tanah yang ada di Dunia Baru. Tema ini kemudian diperkuat oleh Sir Francis Bacon dalam bukunya yang berjudul The New Atlantis, tentang sebuah masyarakat utopis yang ia sebut “Bensalem”, berlokasi di pantai barat Amerika. Berkat tulisan Bacon ini jugalah orang-orang mulai percaya bahwa reruntuhan Aztec dan Maya merupakan peninggalan Atlantis.
Pada sekitar tahun 1960, continental drift mulai bisa diterima oleh orang-orang banyak, dan peningkatan pengetahuan tentang lempeng tektonik mendemonstrasikan tidak mungkinnya benua yang hilang pada jaman dahulu pernah ada. Hal tersebut menyebabkan kajian mengenai sejarah dan misteri benua Atlantis yang hilang menyusut popularitasnya. Meski begitu, Julia Annas yang merupakan wakil profesor filosofi di Universitas Arizona mengatakan bahwa selama ini orang-orang telah salah karena berfokus pada benua yang hilang, dan tidak paham apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Plato. Baru oleh Kenneth Feder, tujuan asli Plato bisa dilihat dari tulisan yang ada dalam Timaeus bahwa Plato ingin orang-orang ketika membicarakan tentang kota-kota dan masyarakat mereka, bisa mengingat tentang Atlantis, tentang bagaimana secara tidak sengaja, setuju dengan seluruh narasi Solon. Feder juga mengutip tulisan dari A. E. Taylor yang menulis tentang ketidakmampuan kita mengetahui secara polos tentang apa yang dibicarakan Solon dengan para pendeta dan juga tujuan Plato menulis tentang Atlantis.
Demikian artikel singkat mengenai kajian sejarah dan misteri benua atlantis yang hilang dilihat dari sudut pandang plato dan kajian modern. Semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasan pengetahuan anda semua. Terima kasih telah berkunjung dihalaman kami Kumpulan Sejarah.
Sejarah Atlantis Oleh Plato
Tulisan yang mengandung referensi paling awal tentang sejarah dan misteri benua Atlantis ada dalam tulisan Plato, Timaeus dan Critias yang ditulis pada tahun 360 sebelum masehi. Dalam kedua karya tersebut, muncul empat orang yang terdiri dari Critias dan Hermocrates, dua orang politisi, serta Socrates dan Timaeus dari Locri, dua orang filsuf. Meski begitu, hanya Critias yang membicarakan tentang Atlantis. Dalam kedua tulisannya, Plato menggunakan metode Socratic. Entah atas alasan apa, Plato tidak pernah menyelesaikan Critias.
Dalam mitologi yang ditulis sendiri oleh Plato, sejarah benua Atlantis dimulai ketika Poseidon jatuh cinta pada Cleito, anak dari Evenor dan Leucippe yang memberikannya lima pasang anak kembar laki-laki. Anak yang paling tua, Atlas, dijadikan raja seluruh pulau dan samudra yang akhirnya diberi nama Samudra Atlantis. Adik kembarnya, Gadeirus atau yang dalam mitologi Yunani disebut Eumelus, diberikan ekstrimitas pulau hingga pilar Herkules. Sisanya Ampheres & Evaemon, Mneseus dan Autochthon, Azaes dan Diaprepes, dan Elasippus dan Mestor diberikan kemampuan untuk “mengatur banyak orang, serta teritori yang besar”.
Poseidon mengukir gunung yang ia dan Cleito tempati menjadi sebuah kasti dan mengitarinya dengan tiga buah parit yang ukurannya terus bertambah. Warga Atlantis kemudian membangun jembatan di arah utara gunung, membuat sebuah rute menuju bagian pulau yang lainnya. Selain jembatan, mereka juga menggali sebuah kanal besar di laut, dan di sekitar jembatan diukir lah sebuah terowongan melewati cincin-cincin batu agar kapal-kapal mampu berlayar menuju kota melalui gunung-gunung.
Menurut tulisan Plato dalam Critias, 9000 tahun sebelum masanya, sebuah perang besar terjadi antara mereka yang ada di luar Pilar Herkules di selat Gibraltar dan mereka yang tinggal di dalam Pilar Herkules. Pada saat itu, masyarakat Atlantis berhasil mendudukkan bagian Libya yang ada di dalam daerah Pilar Herkules hingga sejauh Mesir, dan bagian Eropa hingga Tyrrhenia, dan memaksa orang-orang itu untuk menjadi budak mereka. Orang-orang Athena kemudian memimpin sebuah aliansi perlawanan untuk melawan kekejaman rezim kerajaan Atlantis. Bahkan ketika aliansi yang dibuat hancur, warga Athena akhirnya berhasil mengalahkan kerajaan Atlantis sendirian, membebaskan tanah-tanah yang sebelumnya sudah diambil oleh kerajaan tadi. Tidak butuh waktu lama untuk para dewa mengamuk akan apa yang diperbuat oleh warga Atlantis, karena dalam Critias kembali tercatat tentang sebuah gempa bumi dan banjir yang meluluhlantakkan seluruh benua itu.
Sejarah Atlantis Modern
Tulisan dari dua karya Plato tadi berhasil mengubah dunia sastra modern, karena sejak kedua tulisan tersebut terbit, banyak penulis-penulis yang menggunakan atau bahkan membuat sendiri sejarah lanjutan tentang Atlantis. Meski begitu, hampir seluruh interpretasi tentang Atlantis di era modern dianggap sebagai pseudohistory, pseudoscience, atau bahkan pseudoarchaeology karena meskipun interpretasi tersebut terdengar akademik maupun ilmiah, tulisan-tulisan tadi masih belum memenuhi standar dan kriteria.
Kajian Sejarah dan misteri benua Atlantis modern pertama dimulai dengan tulisan oleh Sir Thomas More yang juga pertama kali mencetuskan kata-kata “utopia” dalam karya fiksinya di abad ke-16 yang berjudul Utopia. Terinspirasi dari tulisan Plato, More mendiskripsikan Atlantis sebagai sebuah tanah yang ada di Dunia Baru. Tema ini kemudian diperkuat oleh Sir Francis Bacon dalam bukunya yang berjudul The New Atlantis, tentang sebuah masyarakat utopis yang ia sebut “Bensalem”, berlokasi di pantai barat Amerika. Berkat tulisan Bacon ini jugalah orang-orang mulai percaya bahwa reruntuhan Aztec dan Maya merupakan peninggalan Atlantis.
Pada sekitar tahun 1960, continental drift mulai bisa diterima oleh orang-orang banyak, dan peningkatan pengetahuan tentang lempeng tektonik mendemonstrasikan tidak mungkinnya benua yang hilang pada jaman dahulu pernah ada. Hal tersebut menyebabkan kajian mengenai sejarah dan misteri benua Atlantis yang hilang menyusut popularitasnya. Meski begitu, Julia Annas yang merupakan wakil profesor filosofi di Universitas Arizona mengatakan bahwa selama ini orang-orang telah salah karena berfokus pada benua yang hilang, dan tidak paham apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Plato. Baru oleh Kenneth Feder, tujuan asli Plato bisa dilihat dari tulisan yang ada dalam Timaeus bahwa Plato ingin orang-orang ketika membicarakan tentang kota-kota dan masyarakat mereka, bisa mengingat tentang Atlantis, tentang bagaimana secara tidak sengaja, setuju dengan seluruh narasi Solon. Feder juga mengutip tulisan dari A. E. Taylor yang menulis tentang ketidakmampuan kita mengetahui secara polos tentang apa yang dibicarakan Solon dengan para pendeta dan juga tujuan Plato menulis tentang Atlantis.
Demikian artikel singkat mengenai kajian sejarah dan misteri benua atlantis yang hilang dilihat dari sudut pandang plato dan kajian modern. Semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasan pengetahuan anda semua. Terima kasih telah berkunjung dihalaman kami Kumpulan Sejarah.
Langganan:
Postingan (Atom)