Panduan praktis budidaya belut
Belut merupakan binatang air yang
digolongkan dalam kelompok ikan. Berbeda dengan kebanyakan jenis ikan lainnya, belut
bisa hidup dalam lumpur dengan sedikit air. Binatang ini mempunyai dua sistem
pernapasan yang bisa membuatnya bertahan dalam kondisi tersebut.
Jenis belut yang paling banyak
dikenal di Indonesia adalah belut sawah (Monopterus albus). Di beberapa
tempat dikenal juga belut rawa (Synbranchus bengalensis). Perbedaan
belut sawah dan belut rawa yang paling mencolok adalah postur tubuhnya. Belut
sawah tubuhnya pendek dan gemuk, sedangkan belut rawa lebih panjang dan
ramping.
Terdapat dua
segmen usaha budidaya belut yaitu pembibitan dan pembesaran. Pembibitan
bertujuan untuk menghasilkan anakan. Sedangkan pembesaran bertujuan untuk
menghasilkan belut hingga ukuran siap konsumsi.
Kali ini
alamtani akan menguraikan tentang budidaya pembesaran belut di kolam tembok.
Mulai dari pemilihan bibit hingga pemanenan. Semoga bermanfaat.
Memilih bibit belut
Bibit untuk
budidaya belut bisa didapatkan dari hasil tangkapan atau hasil budidaya.
Keduanya memiliki kekurangan dan keunggulan masing-masing.
Bibit hasil
tangkapan memiliki beberapa kekurangan, seperti ukuran yang tidak seragam dan
adanya kemungkinan trauma karena metode penangkapan. Kelebihan bibit hasil
tangkapan adalah rasanya lebih gurih sehingga harga jualnya lebih baik.
Kekurangan
bibit hasil budidaya harga jualnya biasanya lebih rendah dari belut tangkapan.
Sedangkan kelebihannya ukuran bibit lebih seragam, bisa tersedia dalam jumlah
banyak, dan kontinuitasnya terjamin. Selain itu, bibit hasil budidaya memiliki
daya tumbuh yang relatif sama karena biasanya berasal dari induk yang seragam.
Bibit belut
hasil budidaya diperoleh dengan cara memijahkan belut jantan dengan betina
secara alami. Sejauh ini di Indonesia belum ada pemijahan buatan (seperti
suntik hormon) untuk belut. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pembibitan,
silahkan baca kiat sukses pembibitan belut.
Bibit yang
baik untuk budidaya belut hendaknya memiliki kriteria berikut:
- Ukurannya seragam. Ukuran bibit yang seragam dimaksudkan untuk memudahkan pemeliharaan dan menekan risiko kanibalisme atau saling memangsa.
- Gerakannya aktif dan lincah, tidak loyo.
- Tidak cacat atau luka secara fisik.
- Bebas dari penyakit.
Budidaya
belut untuk segmen pembesaran biasanya menggunakan bibit belut berukuran
panjang 10-12 cm. Bibit sebesar ini memerlukan waktu pemeliharaan sekitar 3-4
bulan, hingga siap konsumsi. Untuk pasar ekspor yang menghendaki ukuran lebih
besar, waktu pemeliharaan bisa mencapai 6 bulan.
Menyiapkan kolam budidaya belut
Budidaya
belut bisa dilakukan dalam kolam permanen maupun semi permanen. Kolam permanen
yang sering dipakai antara lain kolam tanah, sawah, dan kolam tembok. Sedangkan
kolam semi permanen antara lain kolam terpal, drum, tong, kontainer plastik dan
jaring.
Kali ini
kita akan membahas budidya belut di kola tembok. Kolam tembok relatif lebih
kuat, umur ekonomisnya bisa bertahan hingga 5 tahun.
Bentuk dan
luas kolam tembok bisa dibuat berbagai macam, disesuaikan dengan keadaan ruang
dan kebutuhan. Ketinggian kolam berkisar 1-1,25 meter. Lubang pengeluaran
dibuat dengan pipa yang agak besar untuk memudahkan penggantian media tumbuh.
Untuk kolam
tembok yang masih baru, sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu selama beberapa
minggu. Kemudian direndam dengan air dan tambahkan daun pisang, sabut kelapa,
atau pelepah pisang. Lakukan pencucian minimal tiga kali atau sampai bau
semennya hilang.
Media tumbuh untuk budidaya belut
Di alam
bebas belut sering dijumpai dalam perairan berlumpur. Lumpur merupakan tempat
perlindungan bagi belut. Dalam kolam budidaya pun, belut membutuhkan media
tumbuh berupa lumpur.
Beberapa
material yang bisa dijadikan bahan membuat lumpur/media tumbuh antara lain,
lumpur sawah, kompos,
humus, pupuk
kandang, sekam padi, jerami padi, pelepah pisang, dedak, tanaman
air, dan mikroba dekomposer.
Komposisi
material organik dalam media tumbuh budidaya belut tidak ada patokannya. Sangat
tergantung dengan kebiasaan dan pengalaman. Pembudidaya bisa meramu sendiri
media tumbuh dari bahan-bahan yang mudah didapatkan.
Berikut ini
salah satu alternatif langkah-langkah membuat media tumbuh untuk budididaya
belut:
- Bersihkan dan keringkan kolam. Kemudian letakkan jerami padi yang telah dirajang pada dasar kolam setebal kurang lebih 20 cm.
- Letakkan pelepah pisang yang telah dirajang setebal 6 cm, di atas lapisan jerami.
- Tambahkan campuran pupuk kandang (kotoran kerbau atau sapi), kompos atau tanah humus setebal 20-25 cm, di atas pelepah pisang. Pupuk organik berguna untuk memicu pertumbuhan biota yang bisa menjadi penyedia makanan alami bagi belut.
- Siram lapisan media tumbuh tersebut dengan cairan bioaktivator atau mikroba dekomposer, misalnya larutan EM4.
- Timbun dengan lumpur sawah atau rawa setebal 10-15 cm. Biarkan media tumbuh selama 1-2 minggu agar terfermentasi sempurna.
- Alirkan air bersih selama 3-4 hari pada media tumbuh yang telah terfermentasi tersebut untuk membersihkan racun. Setel besar debit air, jangan terlalu deras agar tidak erosi.
- Langkah terakhir, genangi media tumbuh tersebut dengan air bersih. Kedalaman air 5 cm dari permukaan. Pada kolam tersebut bisa diberikan tanaman air seperti eceng gondok. Jangan terlalu padat.
- Dari proses di atas didapatkan lapisan media tumbuh/lumpur setebal kurang lebih 60 cm. Setelah semuanya selesai, bibit belut siap untuk ditebar.
Catatan: Dengan metode lain, budidaya belut
bisa dipelihara dalam air bersih tanpa menggunakan lumpur.
Penebaran bibit dan pengaturan air
Belut
merupakan hewan yang bisa dibudidayakan dengan kepadatan tinggi. Kepadatan
tebar untuk bibit belut berukuran panjang 10-12 cm berkisar 50-100 ekor/m2.
Lakukan
penebaran bibit pada pagi atau sore hari, agar belut tidak stres. Bibit yang
berasal dari tangkapan alam sebaiknya dikarantina terlebih dahulu selama 1-2
hari. Proses karantina dilakukan dengan meletakkan bibit dalam air bersih yang
mengalir. Berikan pakan berupa kocokan telur selama dalam proses karantina.
Aturlah
sirkulasi air dengan seksama. Jangan terlalu deras (air seperti genangan sawah)
yang penting terjadi sirkulasi air. Atur juga kedalaman air, hal ini
berpengaruh pada postur tubuh belut. Air yang terlalu dalam akan membuat belut
banyak bergerak untuk mengambil oksigen dari permukaan, sehingga belut akan
lebih kurus.
Pemberian pakan
Belut
merupakan hewan yang rakus. Keterlambatan dalam memberikan pakan bisa berakibat
fatal. Terutama pada belut yang baru ditebar.
Takaran
pakan harus disesuaikan dengan berat populasi belut. Secara umum belut
membutuhkan jumlah pakan sebanyak 5-20% dari bobot tubuhnya setiap hari.
Berikut
kebutuhan pakan harian untuk bobot populasi belut 10 kg:
- Umur 0-1 bulan: 0,5 kg
- Umur 1-2 bulan: 1 kg
- Umur 2-3 bulan: 1,5 kg
- Umur 3-4 bulan: 2 kg
Pakan
budidaya belut bisa berupa pakan hidup atau pakan mati. Pakan hidup bagi belut
yang masih kecil (larva) antara lain zooplankton, cacing, kutu air (daphnia/moina), cacing, kecebong, larva ikan, dan
larva serangga. Sedangkan belut yang telah dewasa bisa diberi makanan berupa
ikan, katak, serangga, kepiting yuyu, bekicot, belatung, dan keong. Frekuensi
pemberian pakan hidup dapat dilakukan 3 hari sekali.
Untuk pakan
mati bisa diberikan bangkai ayam, cincangan bekicot, ikan rucah, cincangan
kepiting yuyu, atau pelet. Pakan mati untuk budidaya belut sebaiknya diberikan
setelah direbus terlebih dahulu. Frekuensi pemberian pakan mati bisa 1-2 kali
setiap hari.
Karena belut
binatang nokturnal, pemberian pakan akan lebih efektif pada sore atau malam
hari. Kecuali pada tempat budidaya yang ternaungi, pemberian pakan bisa
dilakukan sepanjang hari.
Pemanenan
Tidak ada
patokan seberapa besar ukuran belut dikatakan siap konsumsi. Tapi secara umum
pasar domestik biasanya menghendaki belut berukuran lebih kecil, sedangkan
pasar ekspor menghendaki ukuran yang lebih besar. Untuk pasar domestik, lama
pemeliharaan pembesaran berkisar 3-4 bulan, sedangkan untuk pasar ekspor 3-6
bulan, bahkan bisa lebih, terhitung sejak bibit ditebar.
Terdapat dua
cara memanen budidaya belut, panen sebagian dan panen total. Panen sebagian
dilakukan dengan cara memanen semua populasi belut, kemudian belut yang masih
kecil dipisahkan untuk dipelihara kembali.
Sedangkan
pemanenan total biasanya dilakukan pada budidaya belut intensif, dimana
pemberian pakan dan metode budidaya dilakukan secara cermat. Sehingga belut
yang dihasilkan memiliki ukuran yang lebih seragam.