Sebelum perjanjian bonganya ini dibuat, saat itu di makassar sedang ada perselisihan antara Arung Palakka, seorang pangeran dari Kerajaan Bone / Suku Bugis dengan Kerajaan Makassar / Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hassanudin.
Dalam peperangan besar antara Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka yang
saat itu di bantu oleh tentara VOC yang dipimpin oleh Kapten Cornelis
Speelman, ternyata Sultan Hasanudin mengalami kekalahan dan dipaksa
untuk menandatangani sebuah perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada
tahun 1667.
Dari situlah perjanjian ini disebut dengan Perjanjian Bongaya, karena diadakan di Desa Bongaya. Jelas isi dari perjanjian bongaya ini sangat merugikan bagi Sultan Hassanudin dan Rakya Makassar
Adapun Isi Perjanjian Bongaya adalah sebagai berikut:
2. Makasar harus melepas seluruh daerah bawahannya, seperti Sopeng, Luwu, Wajo, dan Bone.
3. Aru Palaka dikukuhkan sebagai Raja Bone.
4. Makasar harus menyerahkan seluruh benteng-bentengnya.
5. Makasar harus membayar biaya perang dalam bentuk hasil bumi kepada VOC setiap tahun.
Perjanjian tersebut sangat merugikan rakyat Indonesia, terlebih di Makasar dan politik adu domba Belanda terhadap Sultan Hasanudin dan Aru Palaka telah menghancurkan persatuan rakyat di Makasar.
Dari sini kita bisa memetik pelajaran, sebagai sesorang pemimpin kita harus mempunyai visi yang luas kedepan dan tidak mudah di pengaruhi oleh orang asing untuk berperang / berselisih dengan saudara sendiri.
Perjanjian Bongaya ini adalah sebuah saksi bisu dimana kita di adu domba oleh bangsa asing.
0 comments:
Posting Komentar