Pages

Subscribe:

Selasa, 09 Desember 2014

1) Agresi Militer Pertama Belanda (21 Juli 1947-4 Agustus 1947)

Pada 21 Juli 1947 Belanda melancarkan serangan secara serentah terhadap daerah daerah republic. Serangan ini diarahkan ke Pulau Jawa dan Sumatra. Serangan militer tersebut oleh pihak republic dikenal sebagai Agresi Militer Pertama Belanda. Sementara itu, pihak Belanda menyebut aksi agresinya sebagai “Operasi Produk” karena serangan pertama yang dilancarkannya ditujukan pada sasaran yang bersifat ekonomis. Agresi militer pertama Belanda berada dibawah pimpinan seorang mantan perwira KNIL, Letnan Jenderal Simon M. Spoor.
Agresi Militer I Belanda
Dalam waktu singkat, Belanda berhasil menguasai Jakarta dan kota kota penting di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatra. Belanda tidak menemui kesulitan yang berarti dalam menjalankan agresi militer pertama. Hal ini disebabkan oleh hal hal berikut.
a) Belanda memiliki senjata yang lengkap dan modern, sedangkan tentara republic hanya menggunakan sisa sisa senjata dari Jepang dan Belanda yang sedikit dan using.
b) Pasukan republic menjadi terpencar pencar sebagai akibat agresi Belanda.
c) Pasukan republic banyak kehilangan koordinasi dengan kesatuan atau pimpinanannya setelah jalur komunikasi diputus Belanda.
d) Sebagian besar rakyat belum sepenuhnya dapat bekerja sama dan mendukung tentara republic untuk bersama sama menghalau musuh.
Dalam perkembangan selanjutnya, tentara republic militer dapat melakukan konsolidasi dan berusaha membangun daerah daerah pertahanan baru. System gerilya diterapkan untuk menggantikan Belanda dibatasi hanya di kota kota besar, sedangkan diluar itu kekuasaan berada ditangan republic.
Agresi Militer Belanda pertama mengundang reaksi dunia. India dan Australia mengajukan usul agar masalah Indonesia dibicarakan dalam Dewan Keamanan PBB. Usul ini diterima baik oleh PB sehingga pada 1 Agustus 1947 Dewan Keamanan PBB memerintahkan penghentian tembak menebak. Tiga hari kemudian, Indonesia dan Belanda mengumumkan genjatan senjata. Dengan demikian, sejak 4 Agustus 1947 berakhirlah agresi militer Belanda yang pertama.
2) Agresi Militer Belanda Kedua (19 Desember 1948-28 Januari 1949)
Pada 19 Desember 1948 Belanda dibawah koordinasi Dr. Bell melancarkan agresi militer kedua. Dengan pasukan lintas udara yang dimilikinya, Belanda terlebih dahulu menyerang pangkalan udara Maguwo. Setelah Maguwo dikuasai, sasaaran beralih langsung ke ibu kota RI di Yogyakarta. Pesawat pesawat terbang Belanda seger menghujani jalan, jembatan, dan barak barak militer dengan bom dan roket.
Agresi Militer Belanda Kedua
Dalam serangan itu Belanda berhasil menawan presiden, wakil presiden, dan beberapa pejabat tinggi lainnya. Presiden Soekarno diterbangkan ke Prapat (dekat Danau Toba) dan kemudian ke Bangka. Wakil Presiden Hatta langsung ditawan di Bangka. Setelah itu Belanda meyiarkan berita keseluruh dunia yang menyatakan bahwa RI sudah tidak ada dan perlawanan TNI sama sekali tidak berarti. Propaganda semacam itu jelas menyudutkan kedudukan RI dimata dunia internasional.
Kendati demikian, sebelum para pemimpin republic ditawan, Presiden Soekarno masih sempat memimpin sidang cabinet secara singkat. Hasil sidang cabinet tersebut, yakni sebagai berikut.
a) Pemerintah republic Indonesia memberikan mandate melalui radiogram kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatra.
b) Presiden dan wakil presiden tetap tinggal didalam kota agar tetap dekat dengan KTN dengan risiko ditawan Belanda.
c) Pimpinan TNI akan menyingkir ke luar kota untuk melaksanakan perang gerilya dengan membentuk wilayah komando di Jawa dan Sumatra.
Agresi militer Belanda kedua ini mengundang reaksi dan kecaman dari dunia internasional. Belanda dinilai selalu menganggu ketertiban dan perdamaian dunia. Belanda pun dianggap tidak menghormati setiap persetujuan yang dibuatnya.
Oleh karena itu, Dewan Keamanan PBB mulai membicarakan agresi militer Belanda kedua ini. Dalam pertemuan tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang memerintahkan penghentian semua operasi militer Belanda dan penghentian semua aktivitas gerilya tentara republic.

Selanjutnya :

PERKEMBANGAN PERS DI INDONESIA

     Komunikasi merupakan kebutuhan kodrati manusia, sehingga komunikasi cenderung menjadi persyaratan mutlak bagi kemajuannya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Makin maju suatu masyarakat, makin berkembanglah lalu lintas komunikasi.Tatap muka sebagai medium komunikasi tingkat rendah, dirasakan tidak lagi memadai akibat perkembangan masyarakat. Akibat perkembangan itu pula, masyarakat berusaha menemukan instrumen lain untuk media komunikasinya dan di antara media komunikasi itu adalah pers. Menurut Rachmadi bahwa pers lahir dari kebutuhan rohaniah manusia, produk dari kehidupan manusia, produk kebudayaan manusia, adalah hasil dari perkembangan manusia.Keberadaan pers di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari hubungan bangsa Indonesia dengan Eropa, khususnya dengan bangsa Belanda. Melalui hubungan itulah, berbagai anasir kebudayaan Barat dapat dikenal di Indonesia termasuk pers.
Pengiriman dan penyebaran informasi dalam bentuk jurnal awalnya digunakan oleh VOC untuk menyalurkan dan atau mendapat berita, baik dari Eropa maupun dari pos-pos perdagangan Belanda yang tersebar di Nusantara yang menurut Von Veber telah berlangsung sejak tahun 1615.Hal ini dipertegas oleh Muhtar Lubis dengan mengatakan bahwa pada tahun 1615, J.P. Coen menerbitkan Memorie de Nouvelles, sebuah jurnal cetak yang pertama di Indonesia, memuat berita dan informasi tentang VOC.Sementara surat kabar pertama yang terbit di Indonesia adalah Bataviase Nouvelles tahun 1744 oleh J.E. Jordens.Perancis dan Inggris yang pernah menyelingi kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia, turut pula menerbitkan surat kabar. Perancis di bawah Daendels menerbitkanBataviasche Zoloniale Courant. Sementara pada masa kekuasaan Inggris menerbitkan surat kabar dengan nama The Java Government Gazette.Setelah kekuasaan Inggris berakhir (1816) di Indonesia, maka surat kabar yang terbit menjadi organ resmi pemerintah Belanda adalah Bataviasche Courant yang kemudian digantikan olehJavasche Courant.Sampai dengan terbitnya surat kabar ini ada kenampakan bahwa usaha penerbitan masih didominasi oleh pemerintah yang berkuasa. Isinya pun dapat diduga, yaitu hanya memuat berita mengenai kegiatan pemerintah.
Memasuki pertengahan abad ke-19, sudah semakin banyak surat kabar terbit di Indonesia. Bahkan kaum Indo-Belanda sudah mengusahakan penerbitan yang diperuntukkan buat kaum pribumi dan peranakan Tionghoa. Sehingga pada masyarakat kolonial sudah dikenal adanya pers yang berbahasa Melayu dan bahasa daerah. Surat kabar pertama berbahasa daerah adalahBromartani yang terbit di Surakarta pada tahun 1855. Selanjutnya surat kabar pertama berbahasa Melayu adalah Soerat Kabar Bahasa Melajoe yang terbit di Surabaya pada tahun 1856.8) Di samping itu, dikenal pula surat kabar yang berbahasa Tionghoa yang menggunakan bahasa campuran antara bahasa Melayu rendahan dengan dialek Hokkian.Seiring dengan pemberlakuan politik kolonial liberal atau dikenal sebagai politik pintu terbuka (open door policy) tahun 1970, maka dinamika persuratkabaran di Indonesia juga semakin kompleks. Kaum swasta asing Eropa (pengusaha-pengusaha penanam modal di Indonesia) semakin banyak menerbitkan surat kabar. Dalam dekade ini pula (menjelang berakhirnya abad ke-19), terdapat kemajuan di bidang jurnalistik. Kemajuan yang dimaksud adalah semakin banyaknya orang-orang pribumi dan orang-orang peranakan Tionghoa yang terlibat dalam penerbitan pers. Dengan demikian sudah lahir wartawan-wartawan pribumi (Indonesia) yang pertama. Kedudukan orang-orang ini kelak menjadi sangat penting terhadap kelahiran pers nasional.
Sementara itu, timbulnya kesadaran kebangsaan (nasionalisme) Indonesia yang dimanifestasikan melalui perjuangan pergerakan nasional, telah memperjelas dan mempertegas adanya surat kabar yang mempunyai  wawasan dan orientasi informasi untuk kepentingan perjuangan pergerakan. Surat kabar-surat kabar itulah yang pada gilirannya dikenal sebagai pers nasional atau pers pergerakan.
Didalam UU 1945 pasal 6 tahun 1999 tentang pers disebutkan bahwa :
1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi mendorong terwujudnya kebebasan dan hak asasi manusia serta menghormati ke bhinekaan.
2. Mengungkapkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.
3. Melakukan kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal benar dengan kepentingan umum memperjuangkan keadilan
Tahap – Tahap Perkembangan PERS di Indonesia
1. Masa Penjajahan
Pada masa penjajahan, surat kabar yang dikeluarkan oleh bangsa Indonesia berfungsi sebagai alat perjuangan pers yang menyuarakan kepedihan penderitaan dan merupakan refleksi dari isi hati bangsa yang terjajah.
a. Masa Pendudukan Belanda
Pada tahun 1615 atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619 menjadi Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles”, yang ditulis dengan tangan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa “surat kabar” pertama di Indonesia ialah suatu penerbitan pemerintah VOC.
Pada Maret 1688, tiba mesin cetak pertama di Indonesia dari negeri Belanda. Atas intruksi pemerintah, diterbitkan surat kabar tercetak pertama dan dalam nomor perkenalannya dimuat ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda dengan Sultan Makassar. Setelah surat kabar pertama kemudian terbitlah surat kabar yang diusahakan oleh pemilik percetakan-percetakan di beberapa tempat di Jawa. Surat kabar tersebut lebih berbentuk koran iklan
          Ciri-Ciri pers pada masa belanda :
v  Dibatasi dan Diancam dengan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana
v  Persbreidel Ordonantie
v  Haatzai Artikelen
v  Kontrol yang Keras Terhadap Pers
b.  Masa Pendudukan Jepang
  Pada masa ini, surat kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri dipaksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan rencana-rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa yang mereka namakan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, di zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar dan karangan-karangan yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata.

            Ciri-Ciri Pers pada Masa Jepang :
v  Penekanan Terhadap Pers Indonesia
v  Bersifat fasis memanfaatkan  instrumen untuk menegakan kekusaan pemerintahannya
C. Masa Revolusi Fisik
            Peranan yang telah dilakukan oleh pers kita di saat-saat proklamasi kemerdekaan dicetuskan, dengan sendirinya sejalan dengan perjuangan rakyat Indonesia. Bahkan tidak sedikit dari para wartawan yang langsung turut serta dalam usaha-usaha proklamasi. Semboyan “Sekali Merdeka Tetap Merdeka” menjadi pegangan teguh bagi para wartawan.
Periode tahun 1945 sampai 1949 yang biasa dinamakan periode “revolusi fisik”, membawa coraknya tersendiri dalam sifat dan fungsi pers kita. Dalam periode ini pers kita dapat digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu pertama, pers yang terbit dan diusahakan di daerah yang dikuasai oleh pendudukan sekutu, kemudian Belanda, dan kedua pers yang terbit diusahakan di daerah yang dikuasai oleh RI yang kemudian turut bergerilya.
Ciri-Ciri Pers Masa Revolusi:
v  Hubungan Pemerintah dan Pers Terjalin Baik
v  Pers Harus Menjaga Kepentingan Publik
v  Pembatasan Pers
2. Masa Revolusi (17 Agustus 1945-1949)
Pada masa itu pers dibagi menjadi 2 golongan yaitu pers yang diterbitkan dan di usahakan oleh tentara pendudukan sekutu dan belanda yang selajutnya dinamakan Pers NIKA. Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh bangsa Indonesia yang dinamakan Pers Republik.
3. Masa Demokrasi Liberal (1949-1959)
Pers Nasional saat itu sesuai dengan alam liberal yang sangat menikmati kebebasan Pers. Fungsi Pers pada masa ini adalah sebagai perjuangan kelompok partai atau aliran politik. Dalam aksi-aksi ini peranan yang telah dilakukan oleh pers republik sangat besar. Republik Indonesia Serikat yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat akhirnya bubar dengan terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950.
Pada masa ini untuk memperoleh pengaruh dan dukungan pendapat umum, pers kita yang pada umumnya mewakili aliran-aliran politik yang saling bertentangan, menyalahgunakan kebebasan pers (freedom of the press), yang kadang-kadang melampaui batas-batas kesopanan.
Ciri-Ciiri per Masa Demokrasi Liberal
v  Memberi Perlindungan yang Keras Terhadap Pers Namun dalam Prakteknya Tidak
v  Pembatasan Terhadap Pers
v  Adanya Tindakan Antipers
4. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Pada masa ini, pers menganut konsep Otoriter Pers di beri tugas menggerakkan aksi-aksi masa yang revolusioner dengan jalan memberikan penerangan membangkitkan jiwa dan kehendak masa agar mendukung pelaksanaan manipol dan ketetapan pemerintah lainya.
            Periode yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin sering disebut sebagai zaman Orde Lama. Periode ini terjadi saat terbentuknya Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Presiden Soekarno, sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga meletusnya Gerakan 30 September 1965.
Ciri-Ciri Pers Masa Demokrasi Terpimpin
v  Tidak Adanya Kebebasan Pers
v  Adanya Ketegasan Terhadap Pers
v  Pemerintah Mengontrol Setiap Kegiatan Pers
5. Orde Baru (1966-21 Mei 1998)
Pers masa orde baru di kenal dengan istilah Pers Pancasila dan di tandai dengan di keluarkannya undang-undang pokok Pers no 11 tahun 1966.  Ketika alam Orde Baru ditandai dengan kegiatan pembangunan di segala bidang, kehidupan pers kita pun mengalami perubahan dengan sendirinya karena pers mencerminkan situasi dan kondisi dari kehidupan masyarakat di mana pers itu bergerak. Pers sebagai sarana penerangan/komunikasi merupakan salah satu alat yang vital dalam proses pembangunan.
Pada masa Orde Baru, ternyata tidak berarti kehidupan pers mengalami kebebasan yang sesuai dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat. Terjadinya pembredelan pers pada masa-masa ini menjadi penghalang bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan memperjuangkan hak-hak asasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Ciri-Ciri Pers Masa  Orde Baru
v  Kebebasan Terhadap Pers
v  Pers Masa itu Sangat Buram
v  Berkembangnya Dunia Pers
6. Masa Reformasi (21 Mei 1998-sekarang)
Di Era Reformasi, pemerintah mengeluarkan berbagai undang-undang yang benar­-benar menjamin kebebasan Pers. Salah satu jasa pemerintahan B.J. Habibie pasca Orde Baru yang harus disyukuri ialah pers yang bebas. Pemerintahan Presiden Habibie mempunyai andil besar dalam melepaskan kebebasan pers, sekalipun barangkali kebebasan pers ikut merugikan posisinya sebagai presiden.
Ciri-Ciri Pers Masa Reformasi
v  Kebebasan Mengeluarkan Pendapat  (Pers adalah Hak Asasi Manusia)
v  Wartawan Mempunyai Hak Tolak
v  Penerbit Wajib Memiliki SIUPP
v  Perusahaan Pers Tidak Lagi Melibatkan Diri ke Departemen Penerangan untuk Mendapat SIUPP
Kesimpulan:
Komunikasi merupakan kebutuhan kodrati manusia, sehingga komunikasi cenderung menjadi persyaratan mutlak bagi kemajuannya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Makin maju suatu masyarakat, makin berkembanglah lalu lintas komunikasi. Akibat perkembangan itu pula, masyarakat berusaha menemukan instrumen lain untuk media komunikasinya dan di antara media komunikasi itu adalah pers. Dan perkembangan pers di Indonesia dibagi dalam 6 Masa, yaitu:
1.       Masa penjajahan
2.       Masa Revolusi
3.       Masa Demokrasi Liberal
4.       Masa Demokrasi Terpimpin
5.       Masa Orde Baru
6.       Masa reformasi

OKI (Organisasi Konferensi Islam)

Sejarah Singkat OKI (Organisasi Konferensi Islam)
Secara resmi OKI berdiri di Jedah, Arab Saudi pada tahun 1971 untuk menggalang solidaritas Islam. Organisasi ini diprakarsai oleh Raja Feisal Ibn. Abdul Aziz dan didirikan oleh beberapa negara Islam, yakni Maroko, Malaysia, Pakistan, Arab Saudi, Somalia dan Nigeria. Pendirian OKI dibicarakan dalam KTT negara-negara Islam di Rabat (Maroko) pada tahun I 969. KTT ini menjadi KTT OKI ke-1.
Adapun KTT OKI selanjutnya adalah sebagai berikut.
1) KTT OKI ke-2 di Lahore (Pakistan) pada tahun 1974.
2) KTT OKI ke-3 di Taif (Arab Saudi) pada tahun 1981.
3) KTT OKI ke-4 di Casablanca (Maroko) pada tahun 1984.
4) KTT OKI ke-5 di Kuwait City (Kuwait) pada tahun 1987.
5) KTT OKI ke-6 di Dakar (Senegal) pada tahun 1991.
6) KTT OKI ke-7 di Casablanca (Maroko) pada tahun 1994.

Tujuan OKI
Sekarang OKI terdiri dari 46 negara. Organisasi ini clidirikan dengan berbagai tujuan seperti berikut.
1. Memajukan solidaritas Islam diantara negara-negara anggota.
2. Memperkuat kerjasama antara negara-negara anggota dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, dan bidang-bidang lainnya, serta mengadakan perundingan.
3. Mengupayakan seoptimal mungkin untuk menghilangkan pemisahan rasial, diskriminasi serta menghilangkan kolonialisme dalam setiap bentuk.
4. Menyokong segala kegiatan dan usaha-usaha perdamaian dunia, dan menciptakan keamanan bersama demi tercapainya keadilan sosial.
5. Mengatur usaha untuk melindungi tempat-tempat suci, menyokong perjuangan rakyat Palestina, dan membantu rakyat palestina` untuk memiliki kembali hak-hak mereka untuk membebaskan tanah Palestina.
6. Membentuk suasana yang harmonis demi meningkatkan kerjasama dan pengertian di antara sesama negara anggota OKI maupun negara-negara lain.
7. Memperkuat perjuangan umat Islam untuk melindungi martabat umat, ketidaktergantungan, dan hak setiap negara Islam.

Struktur organisasi OKI
Struktur organisasi OKI adalah sebagai berikut:
1. Badan utama yang meliputi:
a) Konferensi kepala negara/pemerintahan dan para raja yang diadakan setiap tahun.
b) Sekretariat Jenderal sebagai badan eksekutif di Jedah.
e) Konferensi para menlu negara-negara anggota. Konferensi ini diadakan sekali setahun.
d) Mahkamah Islam Internasional yang menjadi yudikatif cli Kuwait.
2. Komite-komite khusus, yang mencakup Komite Al-Guds, Komite Tetap Keuangan, Komite Ekonomi, Sosial dan Budaya.
3. Badan-badan subsider yang bergerak dalam bidang ekonomi dan sosial budaya, dan lembaga, serta organisasi yang otonom dalam lingkungan OKI, seperti Dana Solidaritas Islam di Jedah, Pusat Riset Sejarah dan Budaya Islam di Istanbul (Turki), Dana Ilmu Teknologi dan Pembangunan di Jedah. Komisi Bulan Sabit Islam di Bengasi (Libya), Komisi warisan Budaya Islam di Istanbul, Pusat Riset dan Training Sosial Ekonomi di Ankara (Turki), Bank Pembangunan Islam di Jedah, dan Kantor Berita Islam Internasional di Jedah.


PRchecker.info

ini sejarah yang membanggakan bangsa indonesia (Kontingen Garuda)

Lambang Pasukan Pedamaian PBBKontingen Garuda disingkat KONGA atau Pasukan Garuda adalah pasukan Tentara Nasional Indonesia yang ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di negara lain. Indonesia mulai turut serta mengirim pasukannya sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian sejak 1957.

Sejarah

Kontingen GarudaKetika Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Mesir segera mengadakan sidang menteri luar negeri negara-negara Liga Arab. Pada 18 November 1946, mereka menetapkan resolusi tentang pengakuan kemerdekaan RI sebagai negara merdeka dan berdaulat penuh. Pengakuan tersebut adalah suatu pengakuan de jure menurut hukum internasional.
Untuk menyampaikan pengakuan ini Sekretaris Jenderal Liga Arab ketika itu, Abdurrahman Azzam Pasya, mengutus Konsul Jendral Mesir di India, Mohammad Abdul Mun’im, untuk pergi ke Indonesia. Setelah melalui perjalanan panjang dan penuh dengan rintangan terutama dari pihak Belanda maka akhirnya ia sampai ke Ibu Kota RI waktu itu yaitu Yogyakarta, dan diterima secara kenegaraan oleh Presiden Soekarno dan Bung Hatta pada 15 Maret 1947. Ini pengakuan pertama atas kemerdekaan RI oleh negara asing.

Hubungan yang baik tersebut berlanjut dengan dibukanya Perwakilan RI di Mesir dengan menunjuk HM Rasyidi sebagi Charge d’Affairs atau “Kuasa Usaha”. Perwakilan tersebut merangkap sebagai misi diplomatik tetap untuk seluruh negara-negara Liga Arab. Hubungan yang akrab ini memberi arti pada perjuangan Indonesia sewaktu terjadi perdebatan di forum Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB yang membicarakan sengketa Indonesia-Belanda, para diplomat Arab dengan gigih mendukung Indonesia.
Presiden Sukarno membalas pembelaan negara-negara Arab di forum internasional dengan mengunjungi Mesir dan Arab Saudi pada Mei 1956 dan Irak pada April 1960. Pada 1956, ketika Majelis Umum PBB memutuskan untuk menarik mundur pasukan Inggris, Prancis, dan Israel dari wilayah Mesir, Indonesia mendukung keputusan itu dan untuk pertama kalinya mengirim Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB ke Mesir yang dinamakan dengan Kontingen Garuda I atau KONGA I.

Daftar Kontingen Garuda

Kontingen Garuda I
Kontingen Garuda I dikirim pada 8 Januari 1957 ke Mesir. Kontingen Garuda Indonesia I terdiri dari gabungan personel dari Resimen Infanteri-15 Tentara Territorium (TT) IV/Diponegoro, serta 1 kompi dari Resimen Infanteri-18 TT V/Brawijaya di Malang. Kontingen ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Infanteri Hartoyo yang kemudian digantikan oleh Letnan Kolonel Infanteri Suadi Suromihardjo, sedangkan wakilnya Mayor Infanteri Soediono Suryantoro. Kontingen Indonesia berangkat tanggal 8 Januari 1957 dengan pesawat C-124 Globe Master dari Angkatan Udara Amerika Serikat menuju Beirut, ibukota Libanon. Dari Beirut pasukan dibagi dua, sebagian menuju ke Abu Suweir dan sebagian ke Al Sandhira. Selanjutnya pasukan di El Sandhira dipindahkan ke Gaza, daerah perbatasan Mesir dan Israel, sedangkan kelompok Komando berada di Rafah. Kontingen ini mengakhiri masa tugasnya pada tanggal 29 September 1957. Kontingen Garuda I berkekuatan 559 pasukan.
Kontingen Garuda II
Konga II dikirim ke Kongo pada 1960 dan dipimpin oleh Letkol Inf Solichin GP. Konga II berada di bawah misi UNOC.KONGA II berjumlah 1.074 orang dipimpin Kol.Prijatna (kemudian digantikan oleh Letkol Solichin G.P) bertugas di Kongo September 1960 hingga Mei 1961.
Kontingen Garuda III
Konga III dikirim ke Kongo pada 1962. Konga III berada di bawah misi UNOC dan dipimpin oleh Brigjen TNI Kemal Idris dan Kol Inf Sobirin Mochtar.KONGA III terdiri atas 3.457orang dipimpin oleh Brigjen TNI Kemal Idris, kemudian Kol. Sabirin Mochtar.KONGA III terdiri atas Batalyon 531/Raiders, satuan-satuan Kodam II/Bukit Barisan, Batalyon Kavaleri 7, dan unsur bantuan tempur. Seorang Wartawan dari Medan, H.A. Manan Karim (pernah menjadi Wkl. Pemred Hr Analisa) turut dalam kontingen Garuda yang bertugas hingga akhir 1963. Menteri/Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani pernah berkunjung ke Markas Pasukan PBB di Kongo (ketika itu bernama Zaire) pada tanggal 19 Mei 1963. Komandan Yon Kavaleri 7 Letkol GA. Manulang, gugur di Kongo.
Kontingen Garuda IV
Konga IV dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga IV berada di bawah misi ICCS dan dipimpin oleh Brigjen TNI Wiyogo Atmodarminto.Pada tanggal 23 Januari 1973 pasukan Garuda IV diberangkatkan ke Vietnam yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal TNI Wiyogo Atmodarminto, yang merangkap Deputi Militer Misriga dengan kekuatan 294 orang yang terdiri dari anggota ABRI dan PNS Departemen Luar Negeri. Kontingen Garuda IV ini merupakan Kontingen ICCS (International Commission of Cantre and Supervision) pertama yang tiba di Vietnam. Tugas kontingen GAruda IV adalah mencegah pelanggaran-pelanggaran, menjaga status quo, mengawasi evakuasi pasukan dan alat-alat perang serta mengawali pertukaran tawanan perang.
Kontingen Garuda V
Konga V dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga V berada di bawah misi ICCS dan dipimpin oleh Brigjen TNI Harsoyo.
Kontingen Garuda VI
Konga VI dikirim ke Timur Tengah pada 1973. Konga VI berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Rudini.Kontingen Garuda Indonesia VI di resmikan oleh Menhankam/Pangab Jenderal TNI M. Pangabean. Tugas pokok Kontingen Garuda Indonesia sebagai peace keeping force atau “Pasukan Pemelihara Perdamaian”. Komposisi Kontingen tersebut berintikan Yonif 512/Brigif Kodam VIII/Brawijaya dengan kekuatan 466 orang, dibawah pimpinan Kolonel Inf. Rudini. Sebagai Komandan Komando Taktis, ditunjuk Mayor Basofi Sudirman. Selain pengiriman Kontingen, atas permintaan PBB diberangkatkan pula Brigadir Jenderal Himawan Sutanto sebagai Komandan Brigade Selatan Pasukan PBB di Timur Tengah, pada tanggal 13 Desember 1973. Kontingen Garuda Indonesia VI tiba kembali di Indonesia setelah menyelesaikan tugasnya di Timur Tengah selama sembilan bulan. Pada tanggal 31 September 1974, Kasum Hankam Marsdya TNI Sudharmono atas nama Menhankam/Pangab membubarkan Kontingen Garuda Indonesia VI dan selanjutnya diserahkan kepada kesatuan masing-masing.
Kontingen Garuda VII
Konga VII dikirim ke Vietnam pada 1974. Konga VII berada di bawah misi ICCS dan dipimpin oleh Brigjen TNI S. Sumantri.
Kontingen Garuda VIII/1
Konga VIII/1 dikirim ke Timur Tengah pada 1974. Konga VIII/1 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Art Sudiman Saleh.
Kontingen Garuda VIII/2
Konga VIII/2 dikirim ke Timur Tengah pada 1975. Konga VIII/2 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Gunawan Wibisono. Berintikan anggota TNI dari kesatuan KOSTRAD, yaitu dari YONIF LINUD 305/Tengkorak-BRIGIF LINUD 17/KOSTRAD, dengan komandan batalyon Letkol Inf.
Kontingen Garuda VIII/3
Konga VIII/3 dikirim ke Timur Tengah pada 1976. Konga VIII/3 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Untung Sridadi.
Kontingen Garuda VIII/4
Konga VIII/4 dikirim ke Timur Tengah pada 1976. Konga VIII/4 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Suhirno.
Kontingen Garuda VIII/5
Konga VIII/5 dikirim ke Timur Tengah pada 1977. Konga VIII/5 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Kav Susanto Wismoyo.
Kontingen Garuda VIII/6
Konga VIII/6 dikirim ke Timur Tengah pada 1977. Konga VIII/6 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Karma Suparman.
Kontingen Garuda VIII/7
Konga VIII/7 dikirim ke Timur Tengah pada 1978. Konga VIII/7 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Sugiarto.
Kontingen Garuda VIII/8
Konga VIII/8 dikirim ke Timur Tengah pada 1978. Konga VIII/8 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf R. Atmanto.
Kontingen Garuda VIII/9
Konga VIII/9 dikirim ke Timur Tengah pada 1979. Konga VIII/9 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf RK Sembiring Meliala.
Kontingen Garuda IX/1
Konga IX/1 dikirim ke Iran-Irak pada 1988. Konga IX/1 berada di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh Letkol Inf Endriartono Sutarto.
Kontingen Garuda IX/2
Konga IX/2 dikirim ke Iran-Irak pada 1989. Konga IX/2 berada di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh Letkol Inf Fachrul Razi.
Kontingen Garuda IX/3
Konga IX/3 dikirim ke Iran-Irak pada 1990. Konga IX/3 berada di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh Letkol Inf Jhony Lumintang.
Kontingen Garuda X
Konga X dikirim ke Namibia pada 1989. Konga X berada di bawah misi UNTAG dan dipimpin oleh Kol Mar Amin S.
Kontingen Garuda XI/1
Konga XI/1 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992. Konga XI/1 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh Letkol Inf Albert Inkiriwang.
Kontingen Garuda XI/2
Konga XI/2 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992. Konga XI/2 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May CZI TP Djatmiko.Setelah Kontingen Garuda XI-1 mengakhiri masa tugasnya pada tanggal 23 April 1992 kemudian tugas selanjutnya diserahkan kepada Kontingen Garuda XI-2 untuk melaksanakan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB di wilayah Irak-Kuwait sebagaimana Kontingen Garuda XI-1. Kontingen gelombang kedua ini berangkat pada tanggal 23 April 1992.Penugasan Kontingen Garuda XI-2 berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 687 tanggal 3 April 1992 pada paragraf 5 tentang pembentukan dan tugas-tugas yang dilaksanakan Unikom dan Surat Perintah Panglima ABRI Nomor Sprin 1024/IV/1992.Sebagai Komandan Kontingen Garuda XI-2 adalah Mayor Czi Toto Punto Jatmiko. Personel anggota Kontingen Garuda XI-2 terdiri dari 6 perwira. Sebagai duta bangsa prestasi yang berhasil dicapai Kontingen Garuda XI-2 adalah berperan mengembalikan personel Amerika Serikat yang ditangkap oleh Polisi Irak di wilayah Kuwait. Di samping itu Kontingen Garuda XI-2 berhasil membujuk suku Bieloven untuk tidak melaksanakan kegiatan pasar gelap. Pada tanggal 23 April 1991 Kontingen Garuda XI-2 telah selesai melaksanakan tugas dan kembali ke tanah air dan mereka kemudian mendapatkan bintang Satyalencana Santi Dharma dari pemerintah.
Kontingen Garuda XI/3
Konga XI/3 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1993. Konga XI/3 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May Kav Bambang Sriyono.Garuda XI-2 mengakhiri masa tugasnya pada tanggal 23 April 1992, maka Kontingen Garuda XI-3 menggantikan Kontingen Garuda XI-2 untuk melaksanakan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB di wilayah Irak-Kuwait. Kontingen ini beranggotakan enam orang perwira ABRI di bawah pimpinan Mayor Kav. Bambang Sriyono. Mereka berangkat ke wilayah Irak-Kuwait pada tanggal 19 April 1993 dan kembali ke tanah air pada tanggal 25 April 1994.Atas permintaan Dewan Keamanan PBB pada tanggal 10 Oktober 1993 Pemerintah Indonesia mengirimkan Letkol Inf. Hasanudin sebagai anggota Staf UNIKOM. Ia termasuk Kontingen Garuda XI/UNIKOM dan berhasil melaksanakan tugas dengan baik. Pada tanggal 17 Oktober 1994 kontingen ini kembali ke tanah air.
Kontingen Garuda XI/4
Konga XI/4 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1994. Konga XI/4 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May Inf Muh. Mubin.
Kontingen Garuda XI/5
Konga XI/5 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1995. Konga XI/5 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May CPL Mulyono Esa.
Kontingen Garuda XII/A
Konga XII/A dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII/A berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Erwin Sujono.
Kontingen Garuda XII/B
Konga XII/B dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII/B berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Ryamizard Ryacudu.
Kontingen Garuda XII/C
Konga XII/C dikirim ke Kamboja pada 1993. Konga XII/C berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Darmawi Chaidir.
Kontingen Garuda XII/D
Konga XII/D dikirim ke Kamboja pada 1993. Konga XII/D berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Saptaji Siswaya dan Letkol Inf Asril Hamzah Tanjung.Pada tanggal 20 Januari 1993 Kontingen Garuda XII-D diberangkatkan ke Kamboja untuk menggantikan Kontingen Garuda XII-C. Kontingen Garuda XII-D dipimpin oleh Letkol Inf. Saptdji dan wakilnya Mayor Inf. Suryo Sukanto. Jumlah personel 850 orang terdiri atas 390 orang dari Yonif 303/SSM Kostrad, 213 orang anggota Korps Marinir TNI AL dan 217 orang anggota ABRI dari berbagai kesatuan. Selama penugasan terjadi penyusutan lima orang personel, karena tiga orang menderita kecelakaan ranjau, satu orang kecelakaan lalu lintas dan satu orang sakit. Untuk menggantikan personel tersebut dikirim 63 orang, sehingga pada akhir penugasan berjumlah 908 personel.
Kontingen Garuda XII
Konga XII dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII berada di bawah misi UNTAC (civil police) dan dipimpin oleh Kol Pol Drs S Tarigan dan Kol Pol Drs Rusdihardjo.
Kontingen Garuda XIII
Konga XIII dikirim ke Somalia pada 1992. Konga XIII berada di bawah misi UNOSOM dan dipimpin oleh May Mar Wingky S.
Kontingen Garuda XIV/1
Konga XIV/1 dikirim ke Bosnia-Herzegovina pada 1993. Konga XIV/1 berada di bawah misi UNPROFOR dan dipimpin oleh Letkol Inf Eddi Budianto.
Kontingen Garuda XIV/2
Konga XIV/2 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/2 berada di bawah misi UNPROFOR dan dipimpin oleh Letkol Inf Tarsis K.
Kontingen Garuda XIV/3
Konga XIV/3 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/3 berada di bawah misi UNPROFOR.
Kontingen Garuda XIV/4
Konga XIV/4 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/4 berada di bawah misi UNPROFOR (civil police) dan dipimpin oleh Letkol Pol Drs Suhartono.
Kontingen Garuda XIV/5
Konga XIV/5 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/5 berada di bawah misi UNPROFOR dan dipimpin oleh Letkol Art Mazni Harun.
Kontingen Garuda XIV/A
Konga XIV/A dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/A berada di bawah misi UNPROFOR (Yonkes) dan dipimpin oleh Letkol CKM dr Heridadi. Konga XIV/A ini merupakan petugas kesehatan.
Kontingen Garuda XIV/B
Konga XIV/B dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/B berada di bawah misi UNPROFOR (Yonkes) dan dipimpin oleh Letkol CKM dr Budi Utoyo. Konga XIV/B ini merupakan petugas kesehatan.
Kontingen Garuda XIV/C
Konga XIV/C dikirim ke Bosnia pada 1995. Konga XIV/C berada di bawah misi UNPROFOR (Yon Zeni) dan dipimpin oleh Letkol CZI Anwar Ende. Konga XIV/C ini adalah dari Batalyon Zeni.
Kontingen Garuda XV
Konga XV dikirim ke Georgia pada 1994. Konga XV berada di bawah misi UNOMIG dan dipimpin oleh May Kav M Haryanto.
Kontingen Garuda XVI
Konga XVI dikirim ke Mozambik pada 1994. Konga XVI berada di bawah misi UNOMOZ dan dipimpin oleh May Pol Drs Kuswandi. Kontingen ini terdiri dari 15 pasukan.
Kontingen Garuda XVII
Konga XVII dikirim ke Filipina pada 1994. Kontingen ini bertugas dari 17 Juni 1994 sampai 28 Desember 1994. KONGA XVII dipimpin oleh Brigjen TNI Asmardi Arbi, kemudian digantikan oleh Brigjen TNI Kivlan Zein, bertugas di Filipina sebagai pengawas genjatan senjata setelah adanya perundingan antara MNLF pimpinan Nur Misuari dengan pemerintah Filipina.
Kontingen Garuda XVIII
KONGA XVIII dikirim ke Tajikistan pada November 1997. Kontingen ini terdiri dari 8 perwira TNI yang dipimpin oleh Mayor Can Suyatno.
Kontingen Garuda XIX/1
Konga XIX/1 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/1 beranggotakan 10 perwira TNI dipimpin oleh Letkol K. Dwi Pujianto dan bertugas sebagai misi pengamat (observer mission).
Kontingen Garuda XIX/2
Konga XIX/2 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/2 beranggotakan 10 orang dipimpin oleh Letkol PSK Amarullah. Konga XIX/2 bertugas sebagai misi pengamat.
Kontingen Garuda XIX/3
Konga XIX/3 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/3 beranggotakan 10 perwira dipimpin oleh Letkol (P) Dwi Wahyu Aguk. Konga XIX/3 bertugas sebagai misi pengamat.
Kontingen Garuda XIX/4
Konga XIX/4 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/4 beranggotakan 10 perwira dan dipimpin oleh Mayor CZI Benny Oktaviar MDA. Konga XIX/4 bertugas sebagai misi pengamat.
Kontingen Garuda XX/A
Konga XX/A dikirim ke Bungo, Kongo pada 6 September 2003 dan bertugas selama 1 tahun. Konga XX/A berjumlah 175 prajurit dari Kompi Zeni dibawah pimpinan Mayor CZI Ahmad Faizal.
Kontingen Garuda XX/B
Konga XX/B bertugas di Republik Demokratik Kongo. Konga XX/B berasal dari Kompi Zeni.
Kontingen Garuda XX/C
Konga XX/C dikirim ke Republik Demokratik Kongo pada 28 September 2005. Konga XX/C berjumlah 175 personel dan dipimpin Mayor Czi Demi A. Siahaan. Konga XX/C berasal dari Kompi Zeni.
Kontingen Garuda XX/D
Konga XX/D rencananya akan diberangkatkan ke Republik Demokratik Kongo untuk menggantikan Konga XX/C yang telah bertugas selama hampir satu tahun. Konga XX/D berjumlah 175 personel dan dipimpin oleh Mayor Czi Jamalulael. Konga XX/D berasal dari Kompi Zeni yang terdiri dari kelompok komando 27 orang, tim kesehatan 11 orang, ton bantuan 30 orang, ton 1 Zikon 22 orang, ton 2 Zikon 22 orang, ton 3 Zikon 22 orang dan ton Alberzi 41 orang.
Kontingen Garuda XXI
Kontingen Garuda XXI merupakan kontribusi TNI dalam misi perdamaian PBB di Liberia (UNMIL)yang terdiri dari perwira AD,AL,AU yang terlatih dalam misi PBB dan mempunyai kecakapan khusus sebagai pengamat militer (UN military observer).
Konga XXI terdiri dari 3 tahap:
Konga XXI-1 dipimpin oleh Letkol Lek Bayu Roostono, bertugas antara tahun 2003-2004 dalam periode DDRR, pasca perang sipil II.
Konga XXI-2 dipimpin oleh Letkol (L) Putu Angga, bertugas antara tahun 2004-2005 dalam periode pasca pemilu dan pemilu.
Konga XXI-3 dipimpin oleh Letkol (L)Supriatno, bertugas antara tahun 2005-2006 dalam periode pemulihan keamanan, rekonstruksi dan pemerintahan demokratis pertama semenjak perang sipil 14 tahun.
Kontingen Garuda XXI dalam melaksanakan tugasnya senantiasa didukung oleh Perhimpunan Masyarakat Indonesia di Liberia (PERMIL).
Kontingen Garuda XXII
Kontingen Garuda XXIII/A
Konga XXIII/A bertugas sebagai bagian dari Pasukan Perdamaian PBB di Libanon (UNIFIL) dan rencananya akan berangkat pada akhir September 2006 tetapi kemudian ditunda karena PBB menunda keberangkatan pasukan perdamaian dari negara-negara Asia sehingga akhirnya pasukan dikembalikan lagi ke kesatuannya masing-masing. Kontingen Garuda XXIII/A dipimpin oleh Kolonen Surawahadi dan terdiri dari 850 personel TNI. Anak pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono juga ikut serta dalam pasukan ini.

misi pengiriman pasukan garuda I


Kontingen Garuda disingkat KONGA atau Pasukan Garuda adalah pasukan Tentara Nasional Indonesia yang ditugaskan sebagai pasukan perdamaiandi negara lain. Indonesia mulaiturut serta mengirim pasukannya sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB sejak 1957 .

SEJARAH
Ketika Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 , Mesir segera mengadakan sidang menteri luar negeri negara-negara Liga Arab . Pada 18 November 1946 , mereka menetapkan resolusi tentang pengakuan kemerdekaan RI sebagai negara merdeka danberdaulat penuh. Pengakuan tersebut adalah suatu pengakuan de jure menurut hukum internasional.
Untuk menyampaikan pengakuan ini Sekretaris Jenderal Liga Arab ketika itu, Abdurrahman Azzam Pasya , mengutus Konsul Jendral Mesir di India , Mohammad Abdul Mun'im , untuk pergi ke Indonesia. Setelah melalui perjalanan panjang dan penuh dengan rintangan terutama dari pihak Belanda maka akhirnya ia sampai ke Ibu Kota RI waktu itu yaitu Yogyakarta , dan diterima secara kenegaraan oleh Presiden Soekarno dan Bung Hatta pada 15 Maret 1947 . Ini pengakuan pertama atas kemerdekaan RI oleh negara asing.
Hubungan yang baik tersebutberlanjut dengan dibukanya Perwakilan RI di Mesir denganmenunjuk HM Rasyidi sebagi Charge d'Affairs atau "Kuasa Usaha". Perwakilan tersebut merangkap sebagai misi diplomatik tetap untuk seluruh negara-negara Liga Arab. Hubungan yang akrab ini memberi arti pada perjuangan Indonesia sewaktu terjadi perdebatan di forum Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB yang membicarakan sengketaIndonesia-Belanda, para diplomat Arab dengan gigih mendukung Indonesia.
Presiden Sukarno membalas pembelaan negara-negara Arab di forum internasional dengan mengunjungi Mesir dan Arab Saudi pada Mei 1956dan Irak pada April 1960. Pada 1956, ketika Majelis Umum PBB memutuskan untuk menarik mundur pasukan Inggris , Prancis dan Israel dari wilayah Mesir, Indonesia mendukung keputusan itu dan untuk pertama kalinya mengirim Pasukan PemeliharaPerdamaian PBB ke Mesir yang dinamakan dengan Kontingen Garuda I atau KONGA I

PENGIRIMAN PASUKAN GARUDA I

Masalah yang menyebabkan pembentukan dan pengiriman pasukan PBB ke Mesir adalah terjadinya pergolakan di Teursan Suez. Terusan Suez dinasionalisasi keg presiden Mesir, gamal Abdul Nasser pada tanggal 26 Juli 1956.
Nasionalisasi terusan suez yang dilakukan oleh pihak mesir mengakibatkan Negara-negara yang mempunyai kepentingan atas terusan suez seperti Inggris dan Perancis menolak nasionalisasi tersebut. Pendekatan-pendekatan untuk jalan damai terus dilakukan namun Mesir menolak dengan kukuh mengatakan bahwa Terusan Suez adalah bagian dari wilayhnya. Perjanjian damai yang diupayakan buyar ketika tentara Israel menyerbu pada tanggal 30 oktober 1956 hingga melewati garis perbatasan Meir dengan bertujuan menduduki gurun siani hingga terusan suez.
Pergolakan yang terjadi di wilayah terusan suez itu mengundang perhatian PBB untuk mencarikan jalan keluar dan mendamaikan Negara yang bersengketa, oleh karena itu PBB mengirimkan pasukan perdamaian ke Mesir. Pemerintah Indonesia menyatakan kesediannya ikut serta dalam pasukan PBB dengan mengirimkan pasukan Garuda . pada tanggal 31 desember 1956, pasukan garuda I dibawah pimpinan Mayor Sudiyono mengadakan apel persiapan di Istana Merdeka.
Pasukan garuda I yang dikirim ke mesir selanjutnya bergabung dengan UNEF (United Nations Emergency Force) di Abu Suweir, Mesir. Pasukan garuda I berhasil melaksanakan tugasnya dnegan baik dan kembali ke tanah air pada tangga 12 september 1957. 
Yang menjadi dasar Indonesia mengambil bagian dalam tugas misi Garuda ialah :
 Sebagai anggota Dewan Keamanan PBB
 Landasan ideologi Indonesia (Pancasila)
 Landasan Konstitusional Indonesia ( Pembukaan UUD 1945)
 Perwujudan dari politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
Serangan Inggris, Prancis, dan Israel terhadap Mesir itu dinilai telah membahayakan perdamaian dunia. Pergolakan yang terjadi di wilayah Terusan Suez mengundang PBB untuk mencarikan jalan keluar dan mendamaikan Negara-negara yang sedang bersengketa. Oleh katena itu, PBB mengirim pasukan perdamaian ke Mesir, yang diberi nama United Nations Emergency Forces (UNEF) di bawah pimpinan E.L.M. Burns.
Pada tanggal 8 November 1956 pemerintah Indonesia menyatakan kesediaannya untuk ikut serta dalam pasukan PBB dengan mengirimkan pasukan Garuda I. sebagai Komandan Kontingen ditunjuk Letnan Kolonel Hartoyo, yang kemudian digantikan Letnan Kolonel Saudi sampai januari 1957.
Pasukan Polisi PBB dibentuk dengan anggota berjumlah 550 orang (1 Detasemen). Pada tanggal 28 Desember 1956 pasukan Indonesia untuk PBB diresmikan oleh KSAD dengan nama Garuda.. Susunan pimpinan Pasukan Garuda I adalah:
Komandan : Letnan Kolonel Hartoyo, kemudian diganti Letnan Kolonel suadi
Wakil Komandan : Mayor Sugiarto
Kepala Staf : Mayor Sudiyono
Pra Komandan Kompi : Kapten Sukarno, Kapten Harsono, dan Kapten Suprapto
Misi garuda I berangkat pada tanggal 1 Januari 1957. Tugas utamanya ialah mengawasi penarikan mundur tentara Israel. Pasukan polisi PBB yang bertugas mengawasi garis demarkasi di sekitar Gaza dan Sinai berjumlah lebih kurang 6.000 orang.
Pasukan Garuda I ternyata berhasil dengan baik dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya. Keberhasilan ini membuat Indonesia terus menerus dipercaya oleh PBB untuk membantu memelihara perdamaian di berbagai pelosok dunia bila terjadi sengketa. Bangsa Indonesia boleh berbangga karena kepercayaan yang begitu besar diberikan oleh PBB untuk memelihara perdamaian dunia.

APEC - Asia-Pacific Economic Cooperation

  APEC adalah singkatan dari Asia-Pacific Economic Cooperation atau Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik. APEC didirikan pada tahun 1989. APEC bertujuan mengukuhkan pertumbuhan ekonomi dan mempererat komunitas negara-negara di Asia Pasifik.

Organisasi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) adalah forum dan badan konsultasi ekonomi regional biasa pada masa awal berdirinya. Melalui perkembangan selama belasan tahun, APEC berangsur-angsur telah menjadi mekanisme kerja sama ekonomi antar pemerintah yang paling tinggi tingkatnya di kawasan Asia-Pasifik, jembatan penting yang menghubungkan kedua pantai Pasifik dan arena kerja sama antar anggota.
Pada tahun 1980-an, situasi internasional cenderung mereda dengan berakhirnya perang dingin, kecenderungan globalisasi ekonomi, liberalisasi perdagangan dan investasi serta pengelompokan regional semakin menjadi arus. Di bawah latar belakang percepatan pengintegrasian ekonomi Eropa, terbentuknya untuk tingkat awal Zona Perdagagan Bebas Amerika Utara (Nafta) dan meningkatnya proporsi ekonomi kawasan Asia dalam ekonomi dunia, mantan Perdana Menteri Australia Bob Hawke pada Januari tahun 1989 mengusulkan penyelenggaraan pertemuan tingkat menteri kawasan Asia-Pasifik untuk membahas peningkatan kerja sama ekonomi antara satu sama lain. Usul tersebut mendapat tanggapan positif Amerika, Kanada, Jepang dan Asean. Pertemuan pertama tingkat menteri APEC diadakan di Canbera, ibukota Australia pada tanggal 6 dan 7 November tahun 1989, menandakan berdirinya APEC. Pertemuan tingkat menteri ke-3 APEC pada bulan November tahun 1991 menerima baik Deklarasi Seoul di ibu kota Korea Selatan tersebut dengan menetapkan secara resmi asas dan target APEC yakni saling bergantung, kepentingan bersama, mempertahankan mekanisme perdagngan multilateral yang terbuka dan mengurangi pagar perdagangan regional.
Juni tahun 1993, APEC menjadi forum resmi, kegiatannya dibantu oleh sekretariat. Pembahasan masalah menggunakan pendekatan konsensus, kerja sama terpusat di bidang ekonomi, antara lain liberalisasi perdagangan dan investasi serta kerja sama ekonomi dan teknologi. Jumlah total penduduk 21 anggota APEC tercatat 2,5 miliar, merupakan 45% jumlah total penduduk dunia; Nilai total PDB-nya di atas 19 triliun dolar AS, merupakan 55% PDB dunia; Nilai perdagangannya di atas 47% nilai perdagangan dunia. APEC memiliki kedudukan cukup berbobot dalam kegiatan ekonomi global.

November tahun 1991, Tiongkok secara resmi menjadi anggota APEC sebagai negara berdaulat, sedang Taibei Tiongkok dan Hong Kong (menggunakan nama Hong Kong Tiongkok sejak tanggal 1 Juli tahun 1997) resmi menjadi anggota APEC atas nama ekonomi regional. Kini APEC telah mempunyai 21 anggota yakni Australia, Brunei, Kanada, Cili, Tiongkok, Hong Kong Tiongkok, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Papua Nugini, Peru, Filipina, Rusia, Singapura, Taibei Tiongkok, Thailand, Amerika Serikat dan Vietnam. Sekretariat Asean, Dewan Kerja Sama Ekonomi Pasifik dan Forum Negara Kepulauan Pasifik sebagai peninjau APEC boleh menghadiri pertemuan dan kegiatan APEC tingkat menteri dan tingkat yang lebih rendah. Penerimaan anggota baru harus disetujui secara bulat oleh semua anggota melalui musyawarah. Pertemuan pemimpin APEC di Vancouver pada tahun 1997 mengumumkan APEC memasuki masa konsolidasi selama 10 tahun dan untuk sementara tidak menerima anggota baru.

Bahasa kerja resmi APEC adalah bahasa Inggris. Melalui perkemgbangan selama bertahun-tahun, telah terbentuk mekanisme kerja berbagai tingkat seperti pertemuan informal pemimpin, pertemuan tingkat menteri, dan pertemuan pejabat senior serta komite, tim kerja panel dan sekretariat yang dibawahinya. Bidang kerja sama APEC meliputi liberalisasi perdagangan dan investasi, kerja sama ekonomi dan teknologi, dialog kebijakan ekonomi makro dll. Di antaranya yang paling penting adalah pertemuan informal pemimpin. Deklarisasi pemimpin yang diterima baik pertemuan informal pemimpin adalah dokumen program penting sebagai pegangan berbagai pekerjaan APEC.
Lambang APEC yang mulai digunakan sejak tahun 1991 berbentuk bola bumi berwarna hijau, biru dan putih. Lambang tersebut tidak saja mewakili APEC sebagai organisasi kerja sama ekonomi regional yang penting itu, juga wewakili harapan kawasan Asia-Pasifik. Lambang itu mengandung makna: dengan menggunakan Pasifik dari paro bumi tersebut untuk mewakili ekonomi APEC, warna hijau dan biru melambangkan kemakmuran, kesehatan dan kesejahteraaan yang didambakan oleh rakyat Asia-Pasifik, warna putih melambangkan perdamaian dan kestabilan; bayangan di pinggiran warna hijau melambangkan prospek dinamis pembangunan dan pertumbuhan di kawasan Asia-Pasifik; dan di bagian tengah adalah huruf APEC warna putih.


APEC saat ini memiliki 21 anggota, kebanyakan adalah negara yang memiliki garis pantai ke Samudra Pasifik.

KTT APEC diadakan setiap tahun di negara-negara anggota. Pertemuan pertama organisasi APEC diadakan di Canberra, Australia pada tahun 1989.
APEC menghasilkan "Deklarasi Bogor" pada KTT 1994 di Bogor yang bertujuan untuk menurunkan bea cuka hingga nol dan lima persen di lingkungan Asia Pasifik untuk negara maju paling lambat tahun 2010 dan untuk negara berkembang selambat-lambatnya tahun 2020.
Pada tahun 1997, KTT APEC diadakan di Vancouver, Kanada. Kontroversi timbul ketika kepolisian setempat menggunakan bubuk merica untuk meredakan aksi para pengunjuk rasa yang memprotes kehadiran Soeharto yang menjabat sebagai presiden Indonesia pada saat itu.
Pada tahun 2003, kepala organisasi Jemaah Islamiyah Riduan Isamuddin alias Hambali berencana melancarkan serangan pada KTT APEC di Bangkok, Thailand. Hambali ditangkap di kota Ayutthaya oleh kepolisian setempat sebelum ia dapat melaksanakan serangan itu.
Pada tahun 2004, Chili menjadi negara Amerika Selatan pertama yang menjadi tuan rumah KTT APEC.



 Anggota APEC

Nama Anggota  ↓ Tahun Diterima  ↓
Flag of Australia.svg Australia 1989
Flag of Brunei.svg Brunei Darussalam 1989
Flag of Canada.svg Kanada 1989
Flag of Indonesia.svg Indonesia 1989
Flag of Japan.svg Jepang 1989
Flag of South Korea.svg Korea Selatan 1989
Flag of Malaysia.svg Malaysia 1989
Flag of New Zealand.svg Selandia Baru 1989
Flag of the Philippines.svg Filipina 1989
Flag of Singapore.svg Singapura 1989
Flag of Thailand.svg Thailand 1989
Flag of the United States.svg Amerika Serikat 1989
Flag of the Republic of China.svg Republik Cina 1991
Flag of Hong Kong.svg Hong Kong 1991
Flag of the People's Republic of China.svg RRC 1991
Flag of Mexico.svg Meksiko 1993
Flag of Papua New Guinea.svg Papua New Guinea 1993
Flag of Chile.svg Chili 1994
Flag of Peru.svg Peru 1998
Flag of Russia.svg Russia 1998
Flag of Vietnam.svg Vietnam 1998




*******

Paulo Freire Pendidikan untuk Pembebasan


Pada 1946, Freire diangkat menjadi Direktur Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dari Dinas Sosial di Negara bagian Pernambuco (yang ibu kotanya adalah Recife). Selama bekerja itu, terutama ketika bekerja di antara orang-orang miskin yang buta huruf,

Gatotkaca, Kesendirian Seorang Panglima

Bangsa Dewa yang kala itu mendapat rongrongan wibawa dari Prabu Kalapracona, raja negri Gilingwesi. Gatotkaca pun dibuat cepat dewasa, agar segera bisa menjadi jago bangsa Dewa menghadapi serangan bangsa Gilingwesi

Tan Malaka, Sang Pejuang Yang Disingkirkan Negara

”seorang yang mahir dalam revolusi”. Tapi hidupnya berakhir tragis di ujung senapan tentara republik yang didirikannya. Ia seorang yang telah melukis revolusi Indonesia dengan bergelora. Namanya Tan Malaka, atau Ibrahim Datuk Tan Malaka,

1) Agresi Militer Pertama Belanda (21 Juli 1947-4 Agustus 1947)

Pada 21 Juli 1947 Belanda melancarkan serangan secara serentah terhadap daerah daerah republic. Serangan ini diarahkan ke Pulau Jawa dan Sumatra. Serangan militer tersebut oleh pihak republic dikenal sebagai Agresi Militer Pertama Belanda.