Pages

Subscribe:
Tampilkan postingan dengan label promo & diskon spesial RAMADHAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label promo & diskon spesial RAMADHAN. Tampilkan semua postingan

Selasa, 09 Desember 2014

OKI (Organisasi Konferensi Islam)

Sejarah Singkat OKI (Organisasi Konferensi Islam)
Secara resmi OKI berdiri di Jedah, Arab Saudi pada tahun 1971 untuk menggalang solidaritas Islam. Organisasi ini diprakarsai oleh Raja Feisal Ibn. Abdul Aziz dan didirikan oleh beberapa negara Islam, yakni Maroko, Malaysia, Pakistan, Arab Saudi, Somalia dan Nigeria. Pendirian OKI dibicarakan dalam KTT negara-negara Islam di Rabat (Maroko) pada tahun I 969. KTT ini menjadi KTT OKI ke-1.
Adapun KTT OKI selanjutnya adalah sebagai berikut.
1) KTT OKI ke-2 di Lahore (Pakistan) pada tahun 1974.
2) KTT OKI ke-3 di Taif (Arab Saudi) pada tahun 1981.
3) KTT OKI ke-4 di Casablanca (Maroko) pada tahun 1984.
4) KTT OKI ke-5 di Kuwait City (Kuwait) pada tahun 1987.
5) KTT OKI ke-6 di Dakar (Senegal) pada tahun 1991.
6) KTT OKI ke-7 di Casablanca (Maroko) pada tahun 1994.

Tujuan OKI
Sekarang OKI terdiri dari 46 negara. Organisasi ini clidirikan dengan berbagai tujuan seperti berikut.
1. Memajukan solidaritas Islam diantara negara-negara anggota.
2. Memperkuat kerjasama antara negara-negara anggota dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, dan bidang-bidang lainnya, serta mengadakan perundingan.
3. Mengupayakan seoptimal mungkin untuk menghilangkan pemisahan rasial, diskriminasi serta menghilangkan kolonialisme dalam setiap bentuk.
4. Menyokong segala kegiatan dan usaha-usaha perdamaian dunia, dan menciptakan keamanan bersama demi tercapainya keadilan sosial.
5. Mengatur usaha untuk melindungi tempat-tempat suci, menyokong perjuangan rakyat Palestina, dan membantu rakyat palestina` untuk memiliki kembali hak-hak mereka untuk membebaskan tanah Palestina.
6. Membentuk suasana yang harmonis demi meningkatkan kerjasama dan pengertian di antara sesama negara anggota OKI maupun negara-negara lain.
7. Memperkuat perjuangan umat Islam untuk melindungi martabat umat, ketidaktergantungan, dan hak setiap negara Islam.

Struktur organisasi OKI
Struktur organisasi OKI adalah sebagai berikut:
1. Badan utama yang meliputi:
a) Konferensi kepala negara/pemerintahan dan para raja yang diadakan setiap tahun.
b) Sekretariat Jenderal sebagai badan eksekutif di Jedah.
e) Konferensi para menlu negara-negara anggota. Konferensi ini diadakan sekali setahun.
d) Mahkamah Islam Internasional yang menjadi yudikatif cli Kuwait.
2. Komite-komite khusus, yang mencakup Komite Al-Guds, Komite Tetap Keuangan, Komite Ekonomi, Sosial dan Budaya.
3. Badan-badan subsider yang bergerak dalam bidang ekonomi dan sosial budaya, dan lembaga, serta organisasi yang otonom dalam lingkungan OKI, seperti Dana Solidaritas Islam di Jedah, Pusat Riset Sejarah dan Budaya Islam di Istanbul (Turki), Dana Ilmu Teknologi dan Pembangunan di Jedah. Komisi Bulan Sabit Islam di Bengasi (Libya), Komisi warisan Budaya Islam di Istanbul, Pusat Riset dan Training Sosial Ekonomi di Ankara (Turki), Bank Pembangunan Islam di Jedah, dan Kantor Berita Islam Internasional di Jedah.


PRchecker.info

ini sejarah yang membanggakan bangsa indonesia (Kontingen Garuda)

Lambang Pasukan Pedamaian PBBKontingen Garuda disingkat KONGA atau Pasukan Garuda adalah pasukan Tentara Nasional Indonesia yang ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di negara lain. Indonesia mulai turut serta mengirim pasukannya sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian sejak 1957.

Sejarah

Kontingen GarudaKetika Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Mesir segera mengadakan sidang menteri luar negeri negara-negara Liga Arab. Pada 18 November 1946, mereka menetapkan resolusi tentang pengakuan kemerdekaan RI sebagai negara merdeka dan berdaulat penuh. Pengakuan tersebut adalah suatu pengakuan de jure menurut hukum internasional.
Untuk menyampaikan pengakuan ini Sekretaris Jenderal Liga Arab ketika itu, Abdurrahman Azzam Pasya, mengutus Konsul Jendral Mesir di India, Mohammad Abdul Mun’im, untuk pergi ke Indonesia. Setelah melalui perjalanan panjang dan penuh dengan rintangan terutama dari pihak Belanda maka akhirnya ia sampai ke Ibu Kota RI waktu itu yaitu Yogyakarta, dan diterima secara kenegaraan oleh Presiden Soekarno dan Bung Hatta pada 15 Maret 1947. Ini pengakuan pertama atas kemerdekaan RI oleh negara asing.

Hubungan yang baik tersebut berlanjut dengan dibukanya Perwakilan RI di Mesir dengan menunjuk HM Rasyidi sebagi Charge d’Affairs atau “Kuasa Usaha”. Perwakilan tersebut merangkap sebagai misi diplomatik tetap untuk seluruh negara-negara Liga Arab. Hubungan yang akrab ini memberi arti pada perjuangan Indonesia sewaktu terjadi perdebatan di forum Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB yang membicarakan sengketa Indonesia-Belanda, para diplomat Arab dengan gigih mendukung Indonesia.
Presiden Sukarno membalas pembelaan negara-negara Arab di forum internasional dengan mengunjungi Mesir dan Arab Saudi pada Mei 1956 dan Irak pada April 1960. Pada 1956, ketika Majelis Umum PBB memutuskan untuk menarik mundur pasukan Inggris, Prancis, dan Israel dari wilayah Mesir, Indonesia mendukung keputusan itu dan untuk pertama kalinya mengirim Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB ke Mesir yang dinamakan dengan Kontingen Garuda I atau KONGA I.

Daftar Kontingen Garuda

Kontingen Garuda I
Kontingen Garuda I dikirim pada 8 Januari 1957 ke Mesir. Kontingen Garuda Indonesia I terdiri dari gabungan personel dari Resimen Infanteri-15 Tentara Territorium (TT) IV/Diponegoro, serta 1 kompi dari Resimen Infanteri-18 TT V/Brawijaya di Malang. Kontingen ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Infanteri Hartoyo yang kemudian digantikan oleh Letnan Kolonel Infanteri Suadi Suromihardjo, sedangkan wakilnya Mayor Infanteri Soediono Suryantoro. Kontingen Indonesia berangkat tanggal 8 Januari 1957 dengan pesawat C-124 Globe Master dari Angkatan Udara Amerika Serikat menuju Beirut, ibukota Libanon. Dari Beirut pasukan dibagi dua, sebagian menuju ke Abu Suweir dan sebagian ke Al Sandhira. Selanjutnya pasukan di El Sandhira dipindahkan ke Gaza, daerah perbatasan Mesir dan Israel, sedangkan kelompok Komando berada di Rafah. Kontingen ini mengakhiri masa tugasnya pada tanggal 29 September 1957. Kontingen Garuda I berkekuatan 559 pasukan.
Kontingen Garuda II
Konga II dikirim ke Kongo pada 1960 dan dipimpin oleh Letkol Inf Solichin GP. Konga II berada di bawah misi UNOC.KONGA II berjumlah 1.074 orang dipimpin Kol.Prijatna (kemudian digantikan oleh Letkol Solichin G.P) bertugas di Kongo September 1960 hingga Mei 1961.
Kontingen Garuda III
Konga III dikirim ke Kongo pada 1962. Konga III berada di bawah misi UNOC dan dipimpin oleh Brigjen TNI Kemal Idris dan Kol Inf Sobirin Mochtar.KONGA III terdiri atas 3.457orang dipimpin oleh Brigjen TNI Kemal Idris, kemudian Kol. Sabirin Mochtar.KONGA III terdiri atas Batalyon 531/Raiders, satuan-satuan Kodam II/Bukit Barisan, Batalyon Kavaleri 7, dan unsur bantuan tempur. Seorang Wartawan dari Medan, H.A. Manan Karim (pernah menjadi Wkl. Pemred Hr Analisa) turut dalam kontingen Garuda yang bertugas hingga akhir 1963. Menteri/Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani pernah berkunjung ke Markas Pasukan PBB di Kongo (ketika itu bernama Zaire) pada tanggal 19 Mei 1963. Komandan Yon Kavaleri 7 Letkol GA. Manulang, gugur di Kongo.
Kontingen Garuda IV
Konga IV dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga IV berada di bawah misi ICCS dan dipimpin oleh Brigjen TNI Wiyogo Atmodarminto.Pada tanggal 23 Januari 1973 pasukan Garuda IV diberangkatkan ke Vietnam yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal TNI Wiyogo Atmodarminto, yang merangkap Deputi Militer Misriga dengan kekuatan 294 orang yang terdiri dari anggota ABRI dan PNS Departemen Luar Negeri. Kontingen Garuda IV ini merupakan Kontingen ICCS (International Commission of Cantre and Supervision) pertama yang tiba di Vietnam. Tugas kontingen GAruda IV adalah mencegah pelanggaran-pelanggaran, menjaga status quo, mengawasi evakuasi pasukan dan alat-alat perang serta mengawali pertukaran tawanan perang.
Kontingen Garuda V
Konga V dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga V berada di bawah misi ICCS dan dipimpin oleh Brigjen TNI Harsoyo.
Kontingen Garuda VI
Konga VI dikirim ke Timur Tengah pada 1973. Konga VI berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Rudini.Kontingen Garuda Indonesia VI di resmikan oleh Menhankam/Pangab Jenderal TNI M. Pangabean. Tugas pokok Kontingen Garuda Indonesia sebagai peace keeping force atau “Pasukan Pemelihara Perdamaian”. Komposisi Kontingen tersebut berintikan Yonif 512/Brigif Kodam VIII/Brawijaya dengan kekuatan 466 orang, dibawah pimpinan Kolonel Inf. Rudini. Sebagai Komandan Komando Taktis, ditunjuk Mayor Basofi Sudirman. Selain pengiriman Kontingen, atas permintaan PBB diberangkatkan pula Brigadir Jenderal Himawan Sutanto sebagai Komandan Brigade Selatan Pasukan PBB di Timur Tengah, pada tanggal 13 Desember 1973. Kontingen Garuda Indonesia VI tiba kembali di Indonesia setelah menyelesaikan tugasnya di Timur Tengah selama sembilan bulan. Pada tanggal 31 September 1974, Kasum Hankam Marsdya TNI Sudharmono atas nama Menhankam/Pangab membubarkan Kontingen Garuda Indonesia VI dan selanjutnya diserahkan kepada kesatuan masing-masing.
Kontingen Garuda VII
Konga VII dikirim ke Vietnam pada 1974. Konga VII berada di bawah misi ICCS dan dipimpin oleh Brigjen TNI S. Sumantri.
Kontingen Garuda VIII/1
Konga VIII/1 dikirim ke Timur Tengah pada 1974. Konga VIII/1 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Art Sudiman Saleh.
Kontingen Garuda VIII/2
Konga VIII/2 dikirim ke Timur Tengah pada 1975. Konga VIII/2 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Gunawan Wibisono. Berintikan anggota TNI dari kesatuan KOSTRAD, yaitu dari YONIF LINUD 305/Tengkorak-BRIGIF LINUD 17/KOSTRAD, dengan komandan batalyon Letkol Inf.
Kontingen Garuda VIII/3
Konga VIII/3 dikirim ke Timur Tengah pada 1976. Konga VIII/3 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Untung Sridadi.
Kontingen Garuda VIII/4
Konga VIII/4 dikirim ke Timur Tengah pada 1976. Konga VIII/4 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Suhirno.
Kontingen Garuda VIII/5
Konga VIII/5 dikirim ke Timur Tengah pada 1977. Konga VIII/5 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Kav Susanto Wismoyo.
Kontingen Garuda VIII/6
Konga VIII/6 dikirim ke Timur Tengah pada 1977. Konga VIII/6 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Karma Suparman.
Kontingen Garuda VIII/7
Konga VIII/7 dikirim ke Timur Tengah pada 1978. Konga VIII/7 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Sugiarto.
Kontingen Garuda VIII/8
Konga VIII/8 dikirim ke Timur Tengah pada 1978. Konga VIII/8 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf R. Atmanto.
Kontingen Garuda VIII/9
Konga VIII/9 dikirim ke Timur Tengah pada 1979. Konga VIII/9 berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf RK Sembiring Meliala.
Kontingen Garuda IX/1
Konga IX/1 dikirim ke Iran-Irak pada 1988. Konga IX/1 berada di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh Letkol Inf Endriartono Sutarto.
Kontingen Garuda IX/2
Konga IX/2 dikirim ke Iran-Irak pada 1989. Konga IX/2 berada di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh Letkol Inf Fachrul Razi.
Kontingen Garuda IX/3
Konga IX/3 dikirim ke Iran-Irak pada 1990. Konga IX/3 berada di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh Letkol Inf Jhony Lumintang.
Kontingen Garuda X
Konga X dikirim ke Namibia pada 1989. Konga X berada di bawah misi UNTAG dan dipimpin oleh Kol Mar Amin S.
Kontingen Garuda XI/1
Konga XI/1 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992. Konga XI/1 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh Letkol Inf Albert Inkiriwang.
Kontingen Garuda XI/2
Konga XI/2 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992. Konga XI/2 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May CZI TP Djatmiko.Setelah Kontingen Garuda XI-1 mengakhiri masa tugasnya pada tanggal 23 April 1992 kemudian tugas selanjutnya diserahkan kepada Kontingen Garuda XI-2 untuk melaksanakan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB di wilayah Irak-Kuwait sebagaimana Kontingen Garuda XI-1. Kontingen gelombang kedua ini berangkat pada tanggal 23 April 1992.Penugasan Kontingen Garuda XI-2 berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 687 tanggal 3 April 1992 pada paragraf 5 tentang pembentukan dan tugas-tugas yang dilaksanakan Unikom dan Surat Perintah Panglima ABRI Nomor Sprin 1024/IV/1992.Sebagai Komandan Kontingen Garuda XI-2 adalah Mayor Czi Toto Punto Jatmiko. Personel anggota Kontingen Garuda XI-2 terdiri dari 6 perwira. Sebagai duta bangsa prestasi yang berhasil dicapai Kontingen Garuda XI-2 adalah berperan mengembalikan personel Amerika Serikat yang ditangkap oleh Polisi Irak di wilayah Kuwait. Di samping itu Kontingen Garuda XI-2 berhasil membujuk suku Bieloven untuk tidak melaksanakan kegiatan pasar gelap. Pada tanggal 23 April 1991 Kontingen Garuda XI-2 telah selesai melaksanakan tugas dan kembali ke tanah air dan mereka kemudian mendapatkan bintang Satyalencana Santi Dharma dari pemerintah.
Kontingen Garuda XI/3
Konga XI/3 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1993. Konga XI/3 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May Kav Bambang Sriyono.Garuda XI-2 mengakhiri masa tugasnya pada tanggal 23 April 1992, maka Kontingen Garuda XI-3 menggantikan Kontingen Garuda XI-2 untuk melaksanakan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB di wilayah Irak-Kuwait. Kontingen ini beranggotakan enam orang perwira ABRI di bawah pimpinan Mayor Kav. Bambang Sriyono. Mereka berangkat ke wilayah Irak-Kuwait pada tanggal 19 April 1993 dan kembali ke tanah air pada tanggal 25 April 1994.Atas permintaan Dewan Keamanan PBB pada tanggal 10 Oktober 1993 Pemerintah Indonesia mengirimkan Letkol Inf. Hasanudin sebagai anggota Staf UNIKOM. Ia termasuk Kontingen Garuda XI/UNIKOM dan berhasil melaksanakan tugas dengan baik. Pada tanggal 17 Oktober 1994 kontingen ini kembali ke tanah air.
Kontingen Garuda XI/4
Konga XI/4 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1994. Konga XI/4 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May Inf Muh. Mubin.
Kontingen Garuda XI/5
Konga XI/5 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1995. Konga XI/5 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May CPL Mulyono Esa.
Kontingen Garuda XII/A
Konga XII/A dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII/A berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Erwin Sujono.
Kontingen Garuda XII/B
Konga XII/B dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII/B berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Ryamizard Ryacudu.
Kontingen Garuda XII/C
Konga XII/C dikirim ke Kamboja pada 1993. Konga XII/C berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Darmawi Chaidir.
Kontingen Garuda XII/D
Konga XII/D dikirim ke Kamboja pada 1993. Konga XII/D berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Saptaji Siswaya dan Letkol Inf Asril Hamzah Tanjung.Pada tanggal 20 Januari 1993 Kontingen Garuda XII-D diberangkatkan ke Kamboja untuk menggantikan Kontingen Garuda XII-C. Kontingen Garuda XII-D dipimpin oleh Letkol Inf. Saptdji dan wakilnya Mayor Inf. Suryo Sukanto. Jumlah personel 850 orang terdiri atas 390 orang dari Yonif 303/SSM Kostrad, 213 orang anggota Korps Marinir TNI AL dan 217 orang anggota ABRI dari berbagai kesatuan. Selama penugasan terjadi penyusutan lima orang personel, karena tiga orang menderita kecelakaan ranjau, satu orang kecelakaan lalu lintas dan satu orang sakit. Untuk menggantikan personel tersebut dikirim 63 orang, sehingga pada akhir penugasan berjumlah 908 personel.
Kontingen Garuda XII
Konga XII dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII berada di bawah misi UNTAC (civil police) dan dipimpin oleh Kol Pol Drs S Tarigan dan Kol Pol Drs Rusdihardjo.
Kontingen Garuda XIII
Konga XIII dikirim ke Somalia pada 1992. Konga XIII berada di bawah misi UNOSOM dan dipimpin oleh May Mar Wingky S.
Kontingen Garuda XIV/1
Konga XIV/1 dikirim ke Bosnia-Herzegovina pada 1993. Konga XIV/1 berada di bawah misi UNPROFOR dan dipimpin oleh Letkol Inf Eddi Budianto.
Kontingen Garuda XIV/2
Konga XIV/2 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/2 berada di bawah misi UNPROFOR dan dipimpin oleh Letkol Inf Tarsis K.
Kontingen Garuda XIV/3
Konga XIV/3 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/3 berada di bawah misi UNPROFOR.
Kontingen Garuda XIV/4
Konga XIV/4 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/4 berada di bawah misi UNPROFOR (civil police) dan dipimpin oleh Letkol Pol Drs Suhartono.
Kontingen Garuda XIV/5
Konga XIV/5 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/5 berada di bawah misi UNPROFOR dan dipimpin oleh Letkol Art Mazni Harun.
Kontingen Garuda XIV/A
Konga XIV/A dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/A berada di bawah misi UNPROFOR (Yonkes) dan dipimpin oleh Letkol CKM dr Heridadi. Konga XIV/A ini merupakan petugas kesehatan.
Kontingen Garuda XIV/B
Konga XIV/B dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/B berada di bawah misi UNPROFOR (Yonkes) dan dipimpin oleh Letkol CKM dr Budi Utoyo. Konga XIV/B ini merupakan petugas kesehatan.
Kontingen Garuda XIV/C
Konga XIV/C dikirim ke Bosnia pada 1995. Konga XIV/C berada di bawah misi UNPROFOR (Yon Zeni) dan dipimpin oleh Letkol CZI Anwar Ende. Konga XIV/C ini adalah dari Batalyon Zeni.
Kontingen Garuda XV
Konga XV dikirim ke Georgia pada 1994. Konga XV berada di bawah misi UNOMIG dan dipimpin oleh May Kav M Haryanto.
Kontingen Garuda XVI
Konga XVI dikirim ke Mozambik pada 1994. Konga XVI berada di bawah misi UNOMOZ dan dipimpin oleh May Pol Drs Kuswandi. Kontingen ini terdiri dari 15 pasukan.
Kontingen Garuda XVII
Konga XVII dikirim ke Filipina pada 1994. Kontingen ini bertugas dari 17 Juni 1994 sampai 28 Desember 1994. KONGA XVII dipimpin oleh Brigjen TNI Asmardi Arbi, kemudian digantikan oleh Brigjen TNI Kivlan Zein, bertugas di Filipina sebagai pengawas genjatan senjata setelah adanya perundingan antara MNLF pimpinan Nur Misuari dengan pemerintah Filipina.
Kontingen Garuda XVIII
KONGA XVIII dikirim ke Tajikistan pada November 1997. Kontingen ini terdiri dari 8 perwira TNI yang dipimpin oleh Mayor Can Suyatno.
Kontingen Garuda XIX/1
Konga XIX/1 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/1 beranggotakan 10 perwira TNI dipimpin oleh Letkol K. Dwi Pujianto dan bertugas sebagai misi pengamat (observer mission).
Kontingen Garuda XIX/2
Konga XIX/2 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/2 beranggotakan 10 orang dipimpin oleh Letkol PSK Amarullah. Konga XIX/2 bertugas sebagai misi pengamat.
Kontingen Garuda XIX/3
Konga XIX/3 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/3 beranggotakan 10 perwira dipimpin oleh Letkol (P) Dwi Wahyu Aguk. Konga XIX/3 bertugas sebagai misi pengamat.
Kontingen Garuda XIX/4
Konga XIX/4 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/4 beranggotakan 10 perwira dan dipimpin oleh Mayor CZI Benny Oktaviar MDA. Konga XIX/4 bertugas sebagai misi pengamat.
Kontingen Garuda XX/A
Konga XX/A dikirim ke Bungo, Kongo pada 6 September 2003 dan bertugas selama 1 tahun. Konga XX/A berjumlah 175 prajurit dari Kompi Zeni dibawah pimpinan Mayor CZI Ahmad Faizal.
Kontingen Garuda XX/B
Konga XX/B bertugas di Republik Demokratik Kongo. Konga XX/B berasal dari Kompi Zeni.
Kontingen Garuda XX/C
Konga XX/C dikirim ke Republik Demokratik Kongo pada 28 September 2005. Konga XX/C berjumlah 175 personel dan dipimpin Mayor Czi Demi A. Siahaan. Konga XX/C berasal dari Kompi Zeni.
Kontingen Garuda XX/D
Konga XX/D rencananya akan diberangkatkan ke Republik Demokratik Kongo untuk menggantikan Konga XX/C yang telah bertugas selama hampir satu tahun. Konga XX/D berjumlah 175 personel dan dipimpin oleh Mayor Czi Jamalulael. Konga XX/D berasal dari Kompi Zeni yang terdiri dari kelompok komando 27 orang, tim kesehatan 11 orang, ton bantuan 30 orang, ton 1 Zikon 22 orang, ton 2 Zikon 22 orang, ton 3 Zikon 22 orang dan ton Alberzi 41 orang.
Kontingen Garuda XXI
Kontingen Garuda XXI merupakan kontribusi TNI dalam misi perdamaian PBB di Liberia (UNMIL)yang terdiri dari perwira AD,AL,AU yang terlatih dalam misi PBB dan mempunyai kecakapan khusus sebagai pengamat militer (UN military observer).
Konga XXI terdiri dari 3 tahap:
Konga XXI-1 dipimpin oleh Letkol Lek Bayu Roostono, bertugas antara tahun 2003-2004 dalam periode DDRR, pasca perang sipil II.
Konga XXI-2 dipimpin oleh Letkol (L) Putu Angga, bertugas antara tahun 2004-2005 dalam periode pasca pemilu dan pemilu.
Konga XXI-3 dipimpin oleh Letkol (L)Supriatno, bertugas antara tahun 2005-2006 dalam periode pemulihan keamanan, rekonstruksi dan pemerintahan demokratis pertama semenjak perang sipil 14 tahun.
Kontingen Garuda XXI dalam melaksanakan tugasnya senantiasa didukung oleh Perhimpunan Masyarakat Indonesia di Liberia (PERMIL).
Kontingen Garuda XXII
Kontingen Garuda XXIII/A
Konga XXIII/A bertugas sebagai bagian dari Pasukan Perdamaian PBB di Libanon (UNIFIL) dan rencananya akan berangkat pada akhir September 2006 tetapi kemudian ditunda karena PBB menunda keberangkatan pasukan perdamaian dari negara-negara Asia sehingga akhirnya pasukan dikembalikan lagi ke kesatuannya masing-masing. Kontingen Garuda XXIII/A dipimpin oleh Kolonen Surawahadi dan terdiri dari 850 personel TNI. Anak pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono juga ikut serta dalam pasukan ini.

misi pengiriman pasukan garuda I


Kontingen Garuda disingkat KONGA atau Pasukan Garuda adalah pasukan Tentara Nasional Indonesia yang ditugaskan sebagai pasukan perdamaiandi negara lain. Indonesia mulaiturut serta mengirim pasukannya sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB sejak 1957 .

SEJARAH
Ketika Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 , Mesir segera mengadakan sidang menteri luar negeri negara-negara Liga Arab . Pada 18 November 1946 , mereka menetapkan resolusi tentang pengakuan kemerdekaan RI sebagai negara merdeka danberdaulat penuh. Pengakuan tersebut adalah suatu pengakuan de jure menurut hukum internasional.
Untuk menyampaikan pengakuan ini Sekretaris Jenderal Liga Arab ketika itu, Abdurrahman Azzam Pasya , mengutus Konsul Jendral Mesir di India , Mohammad Abdul Mun'im , untuk pergi ke Indonesia. Setelah melalui perjalanan panjang dan penuh dengan rintangan terutama dari pihak Belanda maka akhirnya ia sampai ke Ibu Kota RI waktu itu yaitu Yogyakarta , dan diterima secara kenegaraan oleh Presiden Soekarno dan Bung Hatta pada 15 Maret 1947 . Ini pengakuan pertama atas kemerdekaan RI oleh negara asing.
Hubungan yang baik tersebutberlanjut dengan dibukanya Perwakilan RI di Mesir denganmenunjuk HM Rasyidi sebagi Charge d'Affairs atau "Kuasa Usaha". Perwakilan tersebut merangkap sebagai misi diplomatik tetap untuk seluruh negara-negara Liga Arab. Hubungan yang akrab ini memberi arti pada perjuangan Indonesia sewaktu terjadi perdebatan di forum Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB yang membicarakan sengketaIndonesia-Belanda, para diplomat Arab dengan gigih mendukung Indonesia.
Presiden Sukarno membalas pembelaan negara-negara Arab di forum internasional dengan mengunjungi Mesir dan Arab Saudi pada Mei 1956dan Irak pada April 1960. Pada 1956, ketika Majelis Umum PBB memutuskan untuk menarik mundur pasukan Inggris , Prancis dan Israel dari wilayah Mesir, Indonesia mendukung keputusan itu dan untuk pertama kalinya mengirim Pasukan PemeliharaPerdamaian PBB ke Mesir yang dinamakan dengan Kontingen Garuda I atau KONGA I

PENGIRIMAN PASUKAN GARUDA I

Masalah yang menyebabkan pembentukan dan pengiriman pasukan PBB ke Mesir adalah terjadinya pergolakan di Teursan Suez. Terusan Suez dinasionalisasi keg presiden Mesir, gamal Abdul Nasser pada tanggal 26 Juli 1956.
Nasionalisasi terusan suez yang dilakukan oleh pihak mesir mengakibatkan Negara-negara yang mempunyai kepentingan atas terusan suez seperti Inggris dan Perancis menolak nasionalisasi tersebut. Pendekatan-pendekatan untuk jalan damai terus dilakukan namun Mesir menolak dengan kukuh mengatakan bahwa Terusan Suez adalah bagian dari wilayhnya. Perjanjian damai yang diupayakan buyar ketika tentara Israel menyerbu pada tanggal 30 oktober 1956 hingga melewati garis perbatasan Meir dengan bertujuan menduduki gurun siani hingga terusan suez.
Pergolakan yang terjadi di wilayah terusan suez itu mengundang perhatian PBB untuk mencarikan jalan keluar dan mendamaikan Negara yang bersengketa, oleh karena itu PBB mengirimkan pasukan perdamaian ke Mesir. Pemerintah Indonesia menyatakan kesediannya ikut serta dalam pasukan PBB dengan mengirimkan pasukan Garuda . pada tanggal 31 desember 1956, pasukan garuda I dibawah pimpinan Mayor Sudiyono mengadakan apel persiapan di Istana Merdeka.
Pasukan garuda I yang dikirim ke mesir selanjutnya bergabung dengan UNEF (United Nations Emergency Force) di Abu Suweir, Mesir. Pasukan garuda I berhasil melaksanakan tugasnya dnegan baik dan kembali ke tanah air pada tangga 12 september 1957. 
Yang menjadi dasar Indonesia mengambil bagian dalam tugas misi Garuda ialah :
 Sebagai anggota Dewan Keamanan PBB
 Landasan ideologi Indonesia (Pancasila)
 Landasan Konstitusional Indonesia ( Pembukaan UUD 1945)
 Perwujudan dari politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
Serangan Inggris, Prancis, dan Israel terhadap Mesir itu dinilai telah membahayakan perdamaian dunia. Pergolakan yang terjadi di wilayah Terusan Suez mengundang PBB untuk mencarikan jalan keluar dan mendamaikan Negara-negara yang sedang bersengketa. Oleh katena itu, PBB mengirim pasukan perdamaian ke Mesir, yang diberi nama United Nations Emergency Forces (UNEF) di bawah pimpinan E.L.M. Burns.
Pada tanggal 8 November 1956 pemerintah Indonesia menyatakan kesediaannya untuk ikut serta dalam pasukan PBB dengan mengirimkan pasukan Garuda I. sebagai Komandan Kontingen ditunjuk Letnan Kolonel Hartoyo, yang kemudian digantikan Letnan Kolonel Saudi sampai januari 1957.
Pasukan Polisi PBB dibentuk dengan anggota berjumlah 550 orang (1 Detasemen). Pada tanggal 28 Desember 1956 pasukan Indonesia untuk PBB diresmikan oleh KSAD dengan nama Garuda.. Susunan pimpinan Pasukan Garuda I adalah:
Komandan : Letnan Kolonel Hartoyo, kemudian diganti Letnan Kolonel suadi
Wakil Komandan : Mayor Sugiarto
Kepala Staf : Mayor Sudiyono
Pra Komandan Kompi : Kapten Sukarno, Kapten Harsono, dan Kapten Suprapto
Misi garuda I berangkat pada tanggal 1 Januari 1957. Tugas utamanya ialah mengawasi penarikan mundur tentara Israel. Pasukan polisi PBB yang bertugas mengawasi garis demarkasi di sekitar Gaza dan Sinai berjumlah lebih kurang 6.000 orang.
Pasukan Garuda I ternyata berhasil dengan baik dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya. Keberhasilan ini membuat Indonesia terus menerus dipercaya oleh PBB untuk membantu memelihara perdamaian di berbagai pelosok dunia bila terjadi sengketa. Bangsa Indonesia boleh berbangga karena kepercayaan yang begitu besar diberikan oleh PBB untuk memelihara perdamaian dunia.

Sabtu, 04 Oktober 2014

Biografi Ibnu Khaldun - peletak dasar ilmu sosial dan politik Islam

Nama lengkapnya adalah Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin al-Hasan yang kemudian masyhur dengan sebutan Ibnu Khaldun. lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H./27 Mei 1332 M. adalah dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia dini. Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana.


Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam, pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas pula.

Selain itu dalam tugas-tugas yang diembannya penuh dengan berbagai peristiwa, baik suka dan duka. Ia pun pernah menduduki jabatan penting di Fes,
Granada, dan Afrika Utara serta pernah menjadi guru besar di Universitas al-Azhar, Kairo yang dibangun oleh dinasti Fathimiyyah. Dari sinilah ia melahirkan karya-karya yang monumental hingga saat ini. Nama dan karyanya harum dan dikenal di berbagai penjuru dunia. Panjang sekali jika kita berbicara tentang biografi Ibnu Khaldun, namun ada tiga periode yang bisa kita ingat kembali dalam perjalan hidup beliau. Periode pertama, masa dimana Ibnu Khaldun menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan. Yakni, ia belajar Alquran, tafsir, hadis, usul fikih, tauhid, fikih madzhab Maliki, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu balaghah, fisika dan matematika.

Dalam semua bidang studinya mendapatkan nilai yang sangat memuaskan dari para gurunya. Namun studinya terhenti karena penyakit pes telah melanda selatan Afrika pada tahun 749 H. yang merenggut ribuan nyawa. Ayahnya dan sebagian besar gurunya meninggal dunia. Ia pun berhijrah ke Maroko selanjutnya ke Mesir; Periode kedua, ia terjun dalam dunia politik dan sempat menjabat berbagai posisi penting kenegaraan seperti qadhi al-qudhat (Hakim Tertinggi). Namun, akibat fitnah dari lawan-lawan politiknya, Ibnu Khaldun sempat juga dijebloskan ke dalam penjara.

SETELAH keluar dari penjara, dimulailah periode ketiga kehidupan Ibnu Khaldun, yaitu berkonsentrasi pada bidang penelitian dan penulisan, ia pun melengkapi dan merevisi catatan-catatannya yang telah lama dibuatnya. Seperti kitab al-’ibar (tujuh jilid) yang telah ia revisi dan ditambahnya bab-bab baru di dalamnya, nama kitab ini pun menjadi Kitab al-’Ibar wa Diwanul Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar.

Kitab al-i’bar ini pernah diterjemahkan dan diterbitkan oleh De Slane pada tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun. Namun pengaruhnya baru terlihat setelah 27 tahun kemudian. Tepatnya pada tahun 1890, yakni saat pendapat-pendapat Ibnu Khaldun dikaji dan diadaptasi oleh sosiolog-sosiolog German dan
Austria yang memberikan pencerahan bagi para sosiolog modern.

Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).

DR. Bryan S. Turner, guru besar sosiologi di Universitas of
Aberdeen, Scotland dalam artikelnya “The Islamic Review & Arabic Affairs” di tahun 1970-an mengomentari tentang karya-karya Ibnu Khaldun. Ia menyatakan, “Tulisan-tulisan sosial dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya
satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama ahli-ahli sosiologi dalam bahasa Inggris (yang menulis karya-karyanya dalam bahasa Inggris).” Salah satu tulisan yang sangat menonjol dan populer adalah muqaddimah (pendahuluan) yang merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji hingga saat ini.

Bahkan buku ini telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Di sini Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan ‘gejala-gejala sosial’ dengan metoda-metodanya yang masuk akal yang dapat kita lihat bahwa ia menguasai dan memahami akan gejala-gejala sosial tersebut. Pada bab ke dua dan ke tiga, ia berbicara tentang gejala-gejala yang membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat moderen dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik di masyarakat.

Bab ke dua dan ke empat berbicara tentang gejala-gejala yang berkaitan dengan cara berkumpulnya manusia serta menerangkan pengaruh faktor-faktor dan lingkungan geografis terhadap gejala-gejala ini. Bab ke empat dan ke
lima, menerangkan tentang ekonomi dalam individu, bermasyarakat maupun negara. Sedangkan bab ke enam berbicara tentang paedagogik, ilmu dan pengetahuan serta alat-alatnya. Sungguh mengagumkan sekali sebuah karya di abad ke-14 dengan lengkap menerangkan hal ihwal sosiologi, sejarah, ekonomi, ilmu dan pengetahuan. Ia telah menjelaskan terbentuk dan lenyapnya negara-negara dengan teori sejarah.

Ibnu Khaldun sangat meyakini sekali, bahwa pada dasarnya negera-negara berdiri bergantung pada generasi pertama (pendiri negara) yang memiliki tekad dan kekuatan untuk mendirikan negara. Lalu, disusul oleh generasi ke dua yang menikmati kestabilan dan kemakmuran yang ditinggalkan generasi pertama. Kemudian, akan datang generasi ke tiga yang tumbuh menuju ketenangan, kesenangan, dan terbujuk oleh materi sehingga sedikit demi sedikit bangunan-bangunan spiritual melemah dan negara itu pun hancur, baik akibat kelemahan internal maupun karena serangan musuh-musuh yang kuat dari luar yang selalu mengawasi kelemahannya.

ADA beberapa catatan penting dari sini yang dapat kita ambil bahan pelajaran. Bahwa Ibnu Khaldun menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan tidak meremehkan akan sebuah sejarah. Ia adalah seorang peneliti yang tak kenal lelah dengan dasar ilmu dan pengetahuan yang luas. Ia selalu memperhatikan akan komunitas-komunitas masyarakat. Selain seorang pejabat penting, ia pun seorang penulis yang produktif. Ia menghargai akan tulisan-tulisannya yang telah ia buat. Bahkan ketidaksempurnaan dalam tulisannya ia lengkapi dan perbaharui dengan memerlukan waktu dan kesabaran. Sehingga karyanya benar-benar berkualitas, yang di adaptasi oleh situasi dan kondisi.

Karena pemikiran-pemikirannya yang briliyan Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Dasar pendidikan Alquran yang diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman. Sebagai Muslim dan hafidz Alquran, ia menjunjung tinggi akan kehebatan Alquran. Sebagaimana dikatakan olehnya, “Ketahuilah bahwa pendidikan Alquran termasuk syiar agama yang diterima oleh umat Islam di seluruh dunia Islam. Oleh kerena itu pendidikan Alquran dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran Alquran pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.”

Jadi, nilai-nilai spiritual sangat di utamakan sekali dalam kajiannya, disamping mengkaji ilmu-ilmu lainnya. Kehancuran suatu negara, masyarakat, atau pun secara individu dapat disebabkan oleh lemahnya nilai-nilai spritual. Pendidikan agama sangatlah penting sekali sebagai dasar untuk menjadikan insan yang beriman dan bertakwa untuk kemaslahatan umat. Itulah kunci keberhasilan
Ibnu Khaldun, ia wafat di Kairo Mesir pada saat bulan suci Ramadan tepatnya pada tanggal 25 Ramadan 808 H./19 Maret 1406 M.***

Referensi :

- http://jacksite.wordpress.com/2007/04/17/biografi-ibnu-khaldun/

Biografi Ibnu Sina

Syeikhur Rais, Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina, yang dikenal dengan sebutan Ibnu Sina atau Aviciena lahir pada tahun 370 hijriyah di sebuah desa bernama Khormeisan dekat Bukhara. Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Kecerdasannya yang sangat tinggi membuatnya sangat menonjol sehingga salah seorang guru menasehati ayahnya agar Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan apapun selain belajar dan menimba ilmu.

Dengan demikian, Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada aktivitas keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai banyak ilmu, dan meski masih berusia muda, beliau sudah mahir dalam bidang kedokteran. Beliau pun menjadi terkenal, sehingga Raja Bukhara Nuh bin Mansur yang memerintah antara tahun 366 hingga 387 hijriyah saat jatuh sakit memanggil Ibnu Sina untuk merawat dan mengobatinya.


Berkat itu, Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samani yang besar. Ibnu Sina mengenai perpustakan itu mengatakan demikian;

“Semua buku yang aku inginkan ada di situ. Bahkan aku menemukan banyak buku yang kebanyakan orang bahkan tak pernah mengetahui namanya. Aku sendiri pun belum pernah melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya lagi. Karena itu aku dengan giat membaca kitab-kitab itu dan semaksimal mungkin memanfaatkannya... Ketika usiaku menginjak 18 tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang ilmu.” Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu seperti hikmah, mantiq, dan matematika dengan berbagai cabangnya.



Kesibukannya di pentas politik di istana Mansur, raja dinasti Samani, juga kedudukannya sebagai menteri di pemerintahan Abu Tahir Syamsud Daulah Deilami dan konflik politik yang terjadi akibat perebutan kekuasaan antara kelompok bangsawan, tidak mengurangi aktivitas keilmuan Ibnu Sina. Bahkan safari panjangnya ke berbagai penjuru dan penahanannya selama beberapa bulan di penjara Tajul Muk, penguasa Hamedan, tak menghalangi beliau untuk melahirkan ratusan jilid karya ilmiah dan risalah.



Ketika berada di istana dan hidup tenang serta dapat dengan mudah memperoleh buku yang diinginkan, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menulis kitab Qanun dalam ilmu kedokteran atau menulis ensiklopedia filsafatnya yang dibeni nama kitab Al-Syifa’. Namun ketika harus bepergian beliau menulis buku-buku kecil yang disebut dengan risalah. Saat berada di dalam penjara, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menggubah bait-bait syair, atau menulis perenungan agamanya dengan metode yang indah.



Di antara buku-buku dan risalah yang ditulis oleh Ibnu Sina, kitab al-Syifa’ dalam filsafat dan Al-Qanun dalam ilmu kedokteran dikenal sepanjang massa. Al-Syifa’ ditulis dalam 18 jilid yang membahas ilmu filsafat, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq al-Syifa’ saat ini dikenal sebagai buku yang paling otentik dalam ilmu mantiq islami, sementara pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat dari kitab al-Syifa’ sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah.



Dalam ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 masehi,
kitab Al-Qanun karya Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah kitab kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab ini pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas Eropa.



Ibnu juga memiliki peran besar dalam mengembangkan berbagai bidang keilmuan. Beliau menerjemahkan karya Aqlides dan menjalankan observatorium untuk ilmu perbintangan. Dalam masalah energi Ibnu Sina memberikan hasil penelitiannya akan masalah ruangan hampa, cahaya dan panas kepada khazanah keilmuan dunia.



Dikatakan bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul De Conglutineation Lagibum. Dalam salah bab karya tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal nama gunung-gunung. Pembahasan ini sungguh menarik. Di sana Ibnu Sina mengatakan, “Kemungkinan gunung tercipta karena dua penyebab. Pertama menggelembungnya kulit luar bumi dan ini terjadi lantaran goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang mencari jalan untuk mengalir. Proses mengakibatkan munculnya lembah-lembah bersama dan melahirkan penggelembungan pada permukaan bumi. Sebab sebagian permukaan bumi keras dan sebagian lagi lunak. Angin juga berperan dengan meniup sebagian dan meninggalkan sebagian pada tempatnya. Ini adalah penyebab munculnya gundukan di kulit luar bumi.”



Ibnu Sina dengan kekuatan logikanya -sehingga dalam banyak hal mengikuti teori matematika bahkan dalam kedokteran dan proses pengobatan- dikenal pula sebagai filosof tak tertandingi. Menurutnya, seseorang baru diakui sebagai ilmuan, jika ia menguasai filsafat secara sempurna. Ibnu Sina sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan Aristoteles di bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi, filosof muslim sebelumnya.



Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting. Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham filsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.



Berkat telaah dan studi filsafat yang dilakukan para filosof sebelumnya semisal Al-Kindi dan Farabi, Ibnu Sina berhasil menyusun sistem filsafat islam yang terkoordinasi dengan rapi. Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah menjawab berbagai persoalan filsafat yang tak terjawab sebelumnya.



Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. Albertos Magnus, ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup antara tahun 1200-1280 Masehi adalah orang Eropa pertama yang menulis penjelasan lengkap tentang filsafat Aristoteles. Ia dikenal sebagai perintis utama pemikiran Aristoteles Kristen. Dia lah yang mengawinkan dunia Kristen dengan pemikiran Aristoteles. Dia mengenal pandangan dan pemikiran filosof besar Yunani itu dari buku-buku Ibnu Sina. Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah ringkasan dari tema-tema filosofis yang kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh para pemikir Barat.



Ibnu Sina wafat pada tahun 428 hijriyah pada usia 58 tahun. Beliau pergi setelah menyumbangkan banyak hal kepada khazanah keilmuan umat manusia dan namanya akan selalu dikenang sepanjang sejarah. Ibnu Sina adalah contoh dari peradaban besar Iran di zamannya.

Biografi I Gusti Ngurah Rai

Biografi I Gusti Ngurah RaiKolonel TNI Anumerta I Gusti Ngurah Rai lahir di Desa Carangsari, Petang, Kabupaten Badung, Bali, tanggal 30 Januari 1917, Ayahnya bernama I Gusti Ngurah Palung yang berprofesi sebagai manca (jabatan setingkat camat). Setelah menamatkan pendidikannya di HIS Denpasar dan MULO di Malang, tahun 1936 beliau melanjutkan pendidikan di Sekolah Kader Militer di Gianyar Bali. Selanjutnya mengikuti pendidikan di Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO) di Magelang. Pada masa pendudukan Jepang, Ngurah Rai bekerja sebagai intel sekutu di daerah Bali dan Lombok.

Setelah Indonesia Merdeka pemerintah Indonesia I Gusti Ngurah Rai membentuk TKR Sunda Kecildan beliau menjadi komandannya dengan pangkat Letnal Kolonel. Ngurah Rai kemudian pergi ke Yogyakarta untuk konsolidasi dan mendapatkan petunjuk dari pimpinan TKR. Sekembalinya dari Yogyakarta, Bali ternyata sudah dikuasai Belanda. Ngurah Rai memiliki pasukan yang bernama "Ciung Wenara" melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan Margarana. (Puputan, dalam bahasa bali, berarti "habis-habisan", sedangkan Margarana berarti "Pertempuran di Marga" Marga adalah sebuah desa ibukota kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali).

Nisan Puputan Mangarana Pahlawan Di Bali
Bersama 1.372 anggotanya pejuang
MBO (Markas Besar Oemoem) Dewan Perjoeangan Republik Indonesia Sunda Kecil (DPRI SK) dibuatkan nisan di Kompleks Monumen de Kleine Sunda Eilanden, Candi Marga, Tabanan. Detil perjuangan I Gusti Ngurah Rai dan resimen CW dapat disimak dari beberapa buku, seperti "Bergerilya Bersama Ngurah Rai" (Denpasar: BP, 1994) kesaksian salah seorang staf MBO DPRI SK, I Gusti Bagus Meraku Tirtayasa peraih "Anugrah Jurnalistik Harkitnas 1993", buku "Orang-orang di Sekitar Pak Rai: Cerita Para Sahabat Pahlawan Nasional Brigjen TNI (anumerta) I Gusti Ngurah Rai" (Denpasar: Upada Sastra, 1995), atau buku "Puputan Margarana Tanggal 20 November 1946" yang disusun oleh Wayan Djegug A Giri (Denpasar: YKP, 1990).

Patung I Gusti Ngurah Rai
Bandara I Gusti Ngurah Rai
Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi Brigjen TNI (anumerta). Namanya kemudian diabadikan dalam nama bandar udara di Bali, Bandara Ngurah Rai.

Referensi :

- http://id.wikipedia.org/wiki/I_Gusti_Ngurah_Rai

Biografi Imam Bukhari

Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi. Akan tetapi beliau lebih terkenal dengan sebutan Imam Bukhari, karena beliau lahir di kota Bukhara, Turkistan.

Sewaktu kecil Al Imam Al Bukhari buta kedua matanya. Pada suatu malam ibu beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam yang mengatakan, “Hai Fulanah (yang beliau maksud adalah ibu Al Imam Al Bukhari, pent), sesungguhnya Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa”. Ternyata pada pagi harinya sang ibu menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putranya.


Ketika berusia sepuluh tahun, Al Imam Al Bukhari mulai menuntut ilmu, beliau melakukan pengembaraan ke Balkh, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam.
Guru-guru beliau banyak sekali jumlahnya. Di antara mereka yang sangat terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin Ibrahim, Ubaidaillah bin Musa, Abu Al Mughirah, ‘Abdan bin ‘Utsman, ‘Ali bin Al Hasan bin Syaqiq, Shadaqah bin Al Fadhl, Abdurrahman bin Hammad Asy-Syu’aisi, Muhammad bin ‘Ar’arah, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, Abdullah bin Raja’, Khalid bin Makhlad, Thalq bin Ghannaam, Abdurrahman Al Muqri’, Khallad bin Yahya, Abdul ‘Azizi Al Uwaisi, Abu Al Yaman, ‘Ali bin Al Madini, Ishaq bin Rahawaih, Nu’aim bin Hammad, Al Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan ulama ahlul hadits lainnya.

Murid-murid beliau tak terhitung jumlahnya. Di antara mereka yang paling terkenal adalah Al Imam Muslim bin Al Hajjaj An Naisaburi, penyusun kitab Shahih Muslim.
Al Imam Al Bukhari sangat terkenal kecerdasannya dan kekuatan hafalannya. Beliau pernah berkata, “Saya hafal seratus ribu hadits shahih, dan saya juga hafal dua ratus ribu hadits yang tidak shahih”. Pada kesempatan yang lain belau berkata, “Setiap hadits yang saya hafal, pasti dapat saya sebutkan sanad (rangkaian perawi-perawi)-nya”.

Beliau juga pernah ditanya oleh Muhamad bin Abu Hatim Al Warraaq, “Apakah engkau hafal sanad dan matan setiap hadits yang engkau masukkan ke dalam kitab yang engkau susun (maksudnya : kitab Shahih Bukhari, pent.)?” Beliau menjawab, ”Semua hadits yang saya masukkan ke dalam kitab yang saya susun itu sedikit pun tidak ada yang samar bagi saya”.
Anugerah Allah kepada Al Imam Al Bukhari berupa reputasi di bidang hadits telah mencapai puncaknya. Tidak mengherankan jika para ulama dan para imam yang hidup sezaman dengannya memberikan pujian (rekomendasi) terhadap beliau. Berikut ini adalah sederet pujian (rekomendasi) termaksud:

Muhammad bin Abi Hatim berkata, “Saya mendengar Ibrahim bin Khalid Al Marwazi berkata, “Saya melihat Abu Ammar Al Husein bin Harits memuji Abu Abdillah Al Bukhari, lalu beliau berkata, “Saya tidak pernah melihat orang seperti dia. Seolah-olah dia diciptakan oleh Allah hanya untuk hadits”.
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata, “Saya tidak pernah meliahat di kolong langit seseorang yang lebih mengetahui dan lebih kuat hafalannya tentang hadits Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dari pada Muhammad bin Ismail (Al Bukhari).”Muhammad bin Abi Hatim berkata, “ Saya mendengar Abu Abdillah (Al Imam Al
Bukhari) berkata, “Para sahabat ‘Amr bin ‘Ali Al Fallaas pernah meminta penjelasan kepada saya tentang status (kedudukan) sebuah hadits. Saya katakan kepada mereka, “Saya tidak mengetahui status (kedudukan) hadits tersebut”. Mereka jadi gembira dengan sebab mendengar ucapanku, dan mereka segera bergerak menuju ‘Amr. Lalu mereka menceriterakan peristiwa itu kepada ‘Amr. ‘Amr berkata kepada mereka, “Hadits yang status (kedudukannya) tidak diketahui oleh Muhammad bin Ismail bukanlah hadits”.

Al Imam Al Bukhari mempunyai karya besar di bidang hadits yaitu kitab beliau yang diberi judul Al Jami’ atau disebut juga Ash-Shahih atau Shahih Al Bukhari. Para ulama menilai bahwa kitab Shahih Al Bukhari ini merupakan kitab yang paling shahih setelah kitab suci Al Quran.
Hubungannya dengan kitab tersebut, ada seorang ulama besar ahli fikih, yaitu Abu Zaid Al Marwazi menuturkan, “Suatu ketika saya tertidur pada sebuah tempat (dekat Ka’bah –ed) di antara Rukun Yamani dan Maqam Ibrahim. Di dalam tidur saya bermimpi melihat Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau berkata kepada saya, “Hai Abu Zaid, sampai kapan engaku mempelajari kitab Asy-Syafi’i, sementara engkau tidak mempelajari kitabku? Saya berkata, “Wahai Baginda Rasulullah, kitab apa yang Baginda maksud?” Rasulullah menjawab, “ Kitab Jami’ karya Muhammad bin Ismail”. Karya Al Imam Al Bukhari yang lain yang terkenal adalah kita At-Tarikh yang berisi tentang hal-ihwal para sahabat dan tabi’in serta ucapan-ucapan (pendapat-pendapat) mereka. Di bidang akhlak belau menyusun kitab Al Adab Al Mufrad. Dan di bidang akidah beliau menyusun kitab Khalqu Af’aal Al Ibaad.

Ketakwaan dan keshalihan Al Imam Al Bukhari merupakan sisi lain yang tak pantas dilupakan. Berikut ini diketengahkan beberapa pernyataan para ulama tentang ketakwaan dan keshalihan beliau agar dapat dijadikan teladan.
Abu Bakar bin Munir berkata, “Saya mendengar Abu Abdillah Al Bukhari berkata, “Saya berharap bahwa ketika saya berjumpa Allah, saya tidak dihisab dalam keadaan menanggung dosa ghibah (menggunjing orang lain).”
Abdullah bin Sa’id bin Ja’far berkata, “Saya mendengar para ulama di Bashrah mengatakan, “Tidak pernah kami jumpai di dunia ini orang seperti Muhammad bin Ismail dalam hal ma’rifah (keilmuan) dan keshalihan”.
Sulaim berkata, “Saya tidak pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri semenjak enam puluh tahun orang yang lebih dalam pemahamannya tentang ajaran Islam, leblih wara’ (takwa), dan lebih zuhud terhadap dunia daripada Muhammad bin Ismail.”

Al Firabri berkata, “Saya bermimpi melihat Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam di dalam tidur saya”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepada saya, “Engkau hendak menuju ke mana?” Saya menjawab, “Hendak menuju ke tempat Muhammad bin Ismail Al Bukhari”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam berkata, “Sampaikan salamku kepadanya!”
Al Imam Al Bukhari wafat pada malam Idul Fithri tahun 256 H. ketika beliau mencapai usia enam puluh dua tahun. Jenazah beliau dikuburkan di Khartank, nama sebuah desa di Samarkand. Semoga Allah Ta’ala mencurahkan rahmat-Nya kepada Al Imam Al Bukhari.

Sumber:
Siyar A’laam An-Nubala’ karya Al Imam Adz-Dzahabi dll
http://www.ahlussunnah-jakarta.org/detail.php?no=170

Biografi Imam Hanafi

Imam Abu Hanifah yang dikenal dengan dengan sebutan Imam Hanafi bernama asli Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al Kufi, lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M), pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan. Beliau digelari Abu Hanifah (suci dan lurus) karena kesungguhannya dalam beribadah sejak masa kecilnya, berakhlak mulia serta menjauhi perbuatan dosa dan keji. dan mazhab fiqhinya dinamakan Mazhab Hanafi. Gelar ini merupakan berkah dari doa Ali bin Abi Thalib r.a, dimana suatu saat ayahnya (Tsabit) diajak oleh kakeknya (Zauti) untuk berziarah ke kediaman Ali r.a yang saat itu sedang menetap di Kufa akibat pertikaian politik yang mengguncang ummat islam pada saat itu, Ali r.a mendoakan agar keturunan Tsabit kelak akan menjadi orang orang yang utama di zamannya, dan doa itu pun terkabul dengan hadirnya Imam hanafi, namun tak lama kemudian ayahnya meninggal dunia.


Pada masa remajanya, dengan segala kecemerlangan otaknya Imam Hanafi telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan hukum islam, kendati beliau anak seorang saudagar kaya namun beliau sangat menjauhi hidup yang bermewah mewah, begitu pun setelah beliau menjadi seorang pedagang yang sukses, hartanya lebih banyak didermakan ketimbang untuk kepentingan sendiri.

Disamping kesungguhannya dalam menuntut ilmu fiqh, beliau juga mendalami ilmu tafsir, hadis, bahasa arab dan ilmu hikmah, yang telah mengantarkannya sebagai ahli fiqh, dan keahliannya itu diakui oleh ulama ulama di zamannya, seperti Imam hammad bin Abi Sulaiman yang mempercayakannya untuk memberi fatwa dan pelajaran fiqh kepada murid muridnya. Keahliannya tersebut bahkan dipuji oleh Imam
Syafi’i ” Abu Hanifah adalah bapak dan pemuka seluruh ulama fiqh “. karena kepeduliannya yang sangat besar terhadap hukum islam, Imam Hanafi kemudian mendirikan sebuah lembaga yang di dalamnya berkecimpung para ahli fiqh untuk bermusyawarah tentang hukum hukum islam serta menetapkan hukum hukumnya dalam bentuk tulisan sebagai perundang undangan dan beliau sendiri yang mengetuai lembaga tersebut. Jumlah hukum yang telah disusun oleh lembaga tersebut berkisar 83 ribu, 38 ribu diantaranya berkaitan dengan urusan agama dan 45 ribu lainnya mengenai urusan dunia.

Metode yang digunakan dalam menetapkan hukum (istinbat) berdasarkan pada tujuh hal pokok :
1. Al Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum.
2. Sunnah Rasul sebagai penjelasan terhadap hal hal yang global yang ada dalam Al Quran.
3. Fatwa sahabat (Aqwal Assahabah) karena mereka semua menyaksikan turunnya ayat dan mengetahui asbab nuzulnya serta asbabul khurujnya hadis dan para perawinya. Sedangkan fatwa para tabiin tidak memiliki kedudukan sebagaimana fatwa sahabat.
4. Qiyas (Analogi) yang digunakan apabila tidak ada nash yang sharih dalam Al Quran, Hadis maupun Aqwal Asshabah.
5. Istihsan yaitu keluar atau menyimpang dari keharusan logika menuju hukum lain yang menyalahinya dikarenakan tidak tepatnya Qiyas atau Qiyas tersebut berlawanan dengan Nash.
6. Ijma’ yaitu kesepakatan para mujtahid dalam suatu kasus hukum pada suatu masa tertentu.
7. ‘Urf yaitu adat kebiasaan orang muslim dalam suatu masalah tertentu yang tidak ada nashnya dalam Al Quran, Sunnah dan belum ada prakteknya pada masa sahabat.

Karya besar yang ditinggalkan oleh Imam hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al ‘Alim Walmutam dan Musnad Fiqh Akhbar.

Biografi Imam Syafi’i

Imam Syafi’i bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris As Syafi’i, lahir di Gaza, Palestina pada tahun 150 Hijriah (767-820 M), berasal dari keturunan bangsawan Qurays dan masih keluarga jauh rasulullah SAW. dari ayahnya, garis keturunannya bertemu di Abdul Manaf (kakek ketiga rasulullah) dan dari ibunya masih merupakan cicit Ali bin Abi Thalib r.a. Semasa dalam kandungan, kedua orang tuanya meninggalkan Mekkah menuju palestina, setibanya di Gaza, ayahnya jatuh sakit dan berpulang ke rahmatullah, kemudian beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibunya dalam kondisi yang sangat prihatin dan seba kekurangan, pada usia 2 tahun, ia bersama ibunya kembali ke mekkah dan di kota inilah Imam Syafi’i mendapat pengasuhan dari ibu dan keluarganya secara lebih intensif.


Saat berusia 9 tahun, beliau telah menghafal seluruh ayat Al Quran dengan lancar bahkan beliau sempat 16 kali khatam Al Quran dalam perjalanannya dari Mekkah menuju Madinah. Setahun kemudian, kitab Al Muwatha’ karangan imam malik yang berisikan 1.720 hadis pilihan juga dihafalnya di luar kepala, Imam Syafi’i juga menekuni bahasa dan sastra Arab di dusun badui bani hundail selama beberapa tahun, kemudian beliau kembali ke Mekkah dan belajar fiqh dari seorang ulama besar yang juga mufti kota Mekkah pada saat itu yaitu Imam Muslim bin Khalid Azzanni. Kecerdasannya inilah yang membuat dirinya dalam usia yang sangat muda (15 tahun) telah duduk di kursi mufti kota Mekkah, namun demikian Imam Syafi’i belum merasa puas menuntut ilmu karena semakin dalam beliau menekuni suatu ilmu, semakin banyak yang belum beliau mengerti, sehingga tidak mengherankan bila guru Imam Syafi’i begitu banyak jumlahnya sama dengan banyaknya para muridnya.

Meskipun Imam Syafi’i menguasai
hampir seluruh disiplin ilmu, namun beliau lebih dikenal sebagai ahli hadis dan hukum karena inti pemikirannya terfokus pada dua cabang ilmu tersebut, pembelaannya yang besar terhadap sunnah Nabi sehingga beliau digelari Nasuru Sunnah (Pembela Sunnah Nabi). Dalam pandangannya, sunnah Nabi mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, malah beberapa kalangan menyebutkan bahwa Imam Syafi’i menyetarakan kedudukan sunnah dengan Al Quran dalam kaitannya sebagai sumber hukum islam, karena itu, menurut beliau setiap hukum yang ditetapkan oleh rasulullah pada hakekatnya merupakan hasil pemahaman yang diperoleh Nabi dari pemahamannya terhadap Al Quran. Selain kedua sumber tersebut (Al Quran dan Hadis), dalam mengambil suatu ketetapan hukum, Imam Syafi’i juga menggunakan Ijma’, Qiyas dan istidlal (penalaran) sebagai dasar hukum islam.

Berkaitan dengan bid’ah, Imam Syafi’i berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bid’ah terpuji dan sesat, dikatakan terpuji jika bid’ah tersebut selaras dengan prinsip prinsip Al Quran dan Sunnah dan sebaliknya. dalam soal taklid, beliau selalu memberikan perhatian kepada murid muridnya agar tidak menerima begitu saja pendapat pendapat dan hasil ijtihadnya, beliau tidak senang murid muridnya bertaklid buta pada pendapat dan ijtihadnya, sebaliknya malah menyuruh untuk bersikap kritis dan berhati hati dalam menerima suatu pendapat, sebagaimana ungkapan beliau ” Inilah ijtihadku, apabila kalian menemukan ijtihad lain yang lebih baik dari ijtihadku maka ikutilah ijtihad tersebut “.

Diantara karya karya Imam Syafi’i yaitu Al Risalah, Al Umm yang mencakup isi beberapa kitabnya, selain itu juga buku Al Musnadberisi tentang hadis hadis rasulullahyang dihimpun dalam kitab Umm serta ikhtilaf Al hadis.

Biografi Imam Malik

Imam malik bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris Al Asbahi, lahir di Madinah pada tahun 712-796 M. Berasal dari keluarga Arab yang terhormat dan berstatus sosial yang tinggi, baik sebelum datangnya islam maupun sesudahnya, tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah nenek moyangnya menganut islam mereka pindah ke Madinah, kakeknya Abu Amir adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama islam pada tahun ke dua Hijriah.


Kakek dan ayahnya termasuk ulama hadis terpandang di Madinah, oleh sebab itu, sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu, karena beliau merasa Madinah adalah kota sumber ilmu yang berlimpah dengan ulama ulama besarnya. Imam Malik menekuni pelajaran hadis kepada ayah dan paman pamannya juga pernah berguru pada ulama ulama terkenal seperti Nafi’ bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab Al Zuhri, Abu Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said Al Anshari, Muhammad bin Munkadir, Abdurrahman bin Hurmuz dan Imam Ja’far AsShadiq.

Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan, tidak kurang empat Khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Harun Arrasyid dan Al Makmun pernah jadi muridnya, bahkan ulama ulama besar Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i pun pernah menimba ilmu darinya, menurut sebuah riwayat disebutkan bahwa
murid Imam Malik yang terkenal mencapai 1.300 orang. Ciri pengajaran Imam malik adalah disiplin, ketentraman dan rasa hormat murid terhadap gurunya.

Karya Imam malik terbesar adalah bukunya Al Muwatha’ yaitu kitab fiqh yang berdasarkan himpunan hadis hadis pilihan, menurut beberapa riwayat mengatakan bahwa buku Al Muwatha’ tersebut tidak akan ada bila Imam Malik tidak dipaksa oleh Khalifah Al Mansur sebagai sangsi atas penolakannya untuk datang ke Baghdad, dan sangsinya yaitu mengumpulkan hadis hadis dan membukukannya, Awalnya imam Malik enggan untuk melakukannya, namun setelah dipikir pikir tak ada salahnya melakukan hal tersebut Akhirnya lahirlah Al Muwatha’ yang ditulis pada masa khalifah Al Mansur (754-775 M) dan selesai di masa khalifah Al Mahdi (775-785 M), semula kitab ini memuat 10 ribu hadis namun setelah diteliti ulang, Imam malik hanya memasukkan 1.720 hadis. Selain kitab tersebut, beliau juga mengarang buku Al Mudawwanah Al Kubra.

Imam malik tidak hanya meninggalkan warisan buku, tapi juga mewariskan Mazhab fiqhinya di kalangan sunni yang disebut sebagai mazhab Maliki, Mazhab ini sangat mengutamakan aspek kemaslahatan di dalam menetapkan hukum, sumber hukum yang menjadi pedoman dalam mazhab Maliki ini adalah Al Quran, Sunnah Rasulullah, Amalan para sahabat, Tradisi masyarakat Madinah, Qiyas dan Al Maslaha Al Mursal ( kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu.

Pembebasan Jerusalem di Masa Umar bin Khattab


Jerusalem 6
Jerusalem adalah kota suci bagi tiga agama besar di dunia –Islam, Yahudi, dan Kristen-. Karena latar belakang sejrah yang panjang, ratusan atau mungkin ribuan tahun, kota ini memiliki beberapa nama Jerusalem, al-Quds, Yerushaláyim, Aelia (Umar bin Khattba menyebut dengan nama ini dalam surat perjanjiannya), dll. semua nama tersebut mencirikan karakter dan warisan yang beragam. Kota ini juga merupakan tempat tinggal beberapa nabi, seperti: dari Nabi Sulaiman dan Nabi Daud hingga Nabi Isa ‘alahimussalam.
Di masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau pun pernah menginjakkan kaki di tanah para nabi ini. Dalam suatu perjalanan dari Mekah menuju Jerusalem, kemudian dari Jerusalem menuju Sidratul Muntaha, perjalanan ini kita kenal dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Jerusalem tidak pernah menjadi bagian dari negeri Islam di masa hidup Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, negeri penuh berkah tersebut baru masuk menjadi wilayah Islam pada masa Umar bin Khattab.
Perjalalan Menuju Suriah
Kekaisarabn Bizantium membuat sebuah relasi yang jelas dengan umat Islam di masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka tidak menginginkan agama yang baru saja berkembang di Selatan kekaisaran mereka ini masuk dan berkembang di teritorial Bizantium. Ketegangan dimulai pada Oktober 630 M, ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memimpin 30.000 pasukannya menuju Tabuk, daerah perbatasan Kekaisaran Bizantium. Walaupun kontak fisik gagal terjadi, namun ekspedisi Rasulullah untuk menyambut serangan Bizantium di Tabuk menunjukkan era baru hubungan Madinah dan Bizantium.
Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq (632-634 M), tidak terjadi kontak dengan wilayah kekuasaan Bizantium. Barulah pada masa Umar bin Khattab, Madinah mulai serius mengekspansi ke wilayah Utara menuju area kekuasaan Bizantium. Umar mengirim pasukan yang terdiri dari jawara-jawara Arab seperti Khalid bin Walid dan Amr bin Ash menuju Kekaisaran Romawi Timur ini. Perang ini dikenal dengan perang Yarmuk, perang yang terjadi tahun 636 M. Perang ini merupakan pukulan telak bagi Bizantium, sejumlah kota di Suriah berhasil jatuh ke tangan umat Islam, termasuk kota utama Damaskus.
Kedatangan umat Islam ke daerah tersebut disambut dengan baik oleh penduduk lokal, baik Yahudi atau Kristen, termasuk aliran yang ortodok yang meyakini bahwa Yesus adalah Tuhan bukan hanya anak Tuhan. Mereka semua menyabut kehadiran dan era kepeminpinan Islam di wilayah mereka walaupun banyak perbedaan secara teologi.
Memasuki Jerusalem
Pada tahun 637 M, pasukan Islam sudah mendekati wilayah Jerusalem. Saat itu Jerusalem dibawah tanggung jawab Uskup Sophronius sebagai perwakilan Bizantium dan kepala gereja Kristen Jerusalem. Ketika pasukan Islam di bawah kepemimpinan Khalid bin Walid dan Amr bin Ash mengepung kota suci tersebut Sophronius tetap menolak untuk menyerahkan Jerusalem kepada umat Islam kecuali jika Khalifah Umar bin Khattab yang datang langsung menerima penyerahan darinya.
Masjid Umar bin Khattab yang saat ini terletak bersebrangan dengan Gereja Makam Suci
Masjid Umar bin Khattab yang saat ini terletak bersebrangan dengan Gereja Makam Suci
Mendengar kabar tersebut, Umar langsung berangkat dari Madinah menuju Jerusalem. Sang khalifah berangkat dengan hanya berkendara keledai dengan ditemani satu orang pengawal. Setibanya di Jerusalem, Umar disambut oleh Sophronius yang benar-benar merasa takjub dan kagum dengan sosok pemimpin muslim satu ini. Salah seorang yang paling berkuasa di muka bumi kala itu, hanya menyandang pakaian sederhana yang tidak jauh berbeda dengan pengawalnya.
Umar diajak mengelilingi Jerusalem, termasuk mengunjungi Gereja Makam Suci (menurut keyakinan Kristen, Nabi Isa dimakamkan di
gereja ini). Ketika waktu shalat tiba, Sophronius mempersilahkan Umar untuk shalat di gereja namun Umar menolaknya. Umar khawatir kalau seandainya ia shalat di gereja tersebut, nanti umat Islam akan merubah gereja ini menjadi masjid dengan dalih Umar pernah shalat disitu sehingga menzalimi hak umat Nasrani. Umar shlat di luar gereja, lalu tempat Umar shalat itu dibangun Masjid Umar bin Khattab.
Perjanjian Umar bin Khattab
Sebagaimana kebiasaan umat Islam ketika menaklukkan suatu daerah, mereka membuat perjanjian tertulis dengan penduduk setempat yang mengatur hak dan kewajiban antara umat Islam Jerusalem dan penduduk non-Islam. Perjanjian ini ditandatangani oleh Umar bin Khattab, Uskup Sophronius, dan beberapa panglima perang Islam. Teks perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:
Bismillahirrahmanirrahim.
Ini adalah jaminan keamanan dari hamba Allah, Umar, amirul mukminin, kepada penduduk Jerusalem. Umar memberikan jaminan terhadap jiwa mereka, harta, gereja-gereja, salib-salib, orang-orang yang lemah, dan mereka tidak dipakasa meninggalkan agama mereka. Tidak ada seorang pun diantara mereka yang merasa terancam dan diusir dari Jerusalem. Dan orang-orang Yahudi tidak akan tinggal bersama mereka di Jerusalem. (Ini adalah permintaan penduduk Jerusalem, karena penduduk Jerusalem sangat membenci orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi membunuhi tawanan Nasrani di wilayah Persia. Sampai ada riwayat yang menyebutkan, Umar menjamin tidak ada Yahudi yang lewat dan bermalam di Jerusalem).
Penduduk Jerusalem diwajibkan membayar pajak sebagaimana penduduk kota-kota lainnya, mereka juga harus mengeluarkan orang-orang Bizantium, dan para perampok. Orang-orang Jerusalem yang tetap ingin tinggal di wilayah Bizantium, mereka boleh membawa barang-barang dan salib-salib mereka. Mereka dijamin aman sampai mereka tiba di wilayah Bizantium. Setelah itu mereka pun masih diperbolehkan kembali lagi ke Jerusalem jika ingin berkumpul dengan keluarga mereka, namun mereka wajib membayar pajak sebagaimana penduduk lainnya.
Apabila mereka membayar pajak sesuai dengan kewajiban, maka persyaratan yang tercantum dalam surat ini adalah di bawah perjanjian Allah, Rasul-Nya, Khalifah, dan umat Islam. (Tarikh at-Thabari).
Pada waktu itu, apa yang dilakukan Umar bin Khattab adalah langkah yang benar-benar maju dalam masalah pakta (perjanjian). Sebagai perbandingan, 23 tahun sebelum Jerusalem ditaklukkan umat Islam, wilayah Bizantium ini pernah ditaklukkan oleh Persia saat itu Persia memerintahkan melakukan pembantaian terhadap masayarakat sipil Jerusalem. Kejadian serupa terjadi ketika Jerusalem yang dikuasai umat Islam ditaklukkan pasukan salib pada tahun 1099 M.
Perjanjian yang dilakukan oleh Umar membebaskan penduduk Jerusalem beribadah sesuai dengan keyakinan mereka adalah pakta pertama dan sangat berpengaruh dalam hal menjamin kebebasan melaksanakan ibadah sesuai keyakinan. Meskipun ada klausul dalam perjanjian yang mengusir Yahudi dari Jerusalem, klausul ini masih diperdebatkan (keshahihannya). Karena salah seorang pemandu Umar di Jerusalem adalah seorang Yahudi yang bernama Kaab al-Ahbar, Umar juga mengizinkan orang-orang Yahudi untuk beribadah di reruntuhan Kuil Sulaiman dan Tembok Ratapan, padahal sebelumnya Bizantium melarang orang-orang Yahudi melakukan ritual tersebut. Oleh karena itulah, klausul yang melarang orang Yahudi ini masih diperdebatkan.
Perjanjian tersebut menjadi acuan dalam hubungan umat Islam dan Kristren di seluruh bekas wilayah Bizantium. Orang-orang Kristen di wilayah Bizantium akan dilindungi hak-hak mereka dalam segala kondisi dan orang-orang yang memaksa mereka untuk mengubah keyakinan menjadi Islam atau selainnya akan dikenakan sangsi.
Menata Kembali Jerusalem
Setelah Jerusalem dikuasai oleh umat Islam, Khalifah Umar bin Khattab segera menata kembali kota suci ini dan menjadikannya kota penting bagi umat Islam. Umar memerintahkan agar area Kuil Sulaiman –area tempat Nabi berangkat menuju sidratul muntaha- dibersihkan dari sampah-sampah yang dibuang orang-orang Kristen untuk menghina orang Yahudi. Bersama para tentaranya dan dibantu beberapa orang Yahudi, Umar membersihkan wilayah tersebut kemudian merenovasi komplek Masjid al-Aqsha.al haram al sharif of jerusalem
Selanjutnya, di masa pemerintahan Umar dan masa kekhalifahan Bani Umayyah Jerusalem menjadi kota pusat ziarah keagamaan dan perdagangan. Pada tahun 691 M, Dome of Rock (Qubatu Shakhrah) dibangun di komplek tersebut untuk melengkapi pembangunan al-haram asy-syarif. Lalu menyusul dibangun masjid-masjid lainnya dan institusi-instusi publik di penjuru kota suci ini.
Penaklukkan Jerusalem pada masa pemerintahan Umar bin Khattab di tahun 637 M benar-benar peristiwa yang sangat penting dalam sejarah Islam. Selama 462 tahun ke depan wilayah ini terus menjadi daerah kekuasaan Islam dengan jaminan keamanan memeluk agama dan perlindungan terhadap kelompok minoritas berdasarkan pakta yang dibuat Umar ketika menaklukkan kota tersebut. Bahkan pada tahun 2012, ketika konflik Palestina kian memuncak, banyak umat Islam, Yahudi, dan Kristen menuntut diberlakukannya kembali pakta tersebut dan membuat poin-poin perdamaian yang merujuk pada pakta itu untuk sebagai solusi konflik antara umat bergama di sana.
Sumber: Lostislamichistory.com dan islamstory.com

Syahidnya Husein Radhiallahu ‘anhu di Padang Karbala


karbala 21
-Tulisan berikut ini diterjemahkan dari tulisan dan sebagian ceramah Syaikh Utsman al-Khomis, seorang ulama yang terkenal sebagai pakar dalam pembahasan Syiah-.
Pembahasan tentang terbunuhnya cucu Rasulullalllah, asy-syahid Husein bin Ali ‘alaihissalam telah banyak ditulis, namun beberapa orang ikhwan meminta saya agar menulis sebuah kisah shahih yang benar-benar bersumber dari para ahli sejarah. Maka saya pun menulis ringkasan kisah tersebut sebagai berikut –sebelumnya Syaikh telah menulis secara rinci tentang kisah terbunuhnya Husein di buku beliau Huqbah min at-Tarikh-.
Pada tahun 60 H, ketika Muawiyah bin Abu Sufyan wafat, penduduk Irak mendengar kabar bahwa Husein bin Ali belum berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah, maka orang-orang Irak mengirimkan utusan kepada Husein yang membawakan baiat mereka secara tertulis kepadanya. Penduduk Irak tidak ingin kalau Yazid bin Muawiyah yang menjadi khalifah, bahkan mereka tidak menginginkan Muawiyah, Utsman, Umar, dan Abu Bakar menjadi khalifah, yang mereka inginkan adalah Ali dan anak keturunannya menjadi pemimpin umat Islam. Melalui utusan tersebut sampailah 500 pucuk surat lebih yang menyatakan akan membaiat Husein sebagai khalifah.
Setelah surat itu sampai di Mekah, Husein tidak terburu-buru membenarkan isi surat itu. Ia mengirimkan sepupunya, Muslim bin Aqil, untuk meneliti kebenaran kabar baiat ini. Sesampainya Muslim di Kufah, ia menyaksikan banyak orang yang sangat menginginkan Husein menjadi khalifah. Lalu mereka membaiat Husein melalui perantara Muslim bin Aqil. Baiat itu terjadi di kediaman Hani’ bin Urwah.
Kabar ini akhirnya sampai ke telinga Yazid bin Muawiyah di ibu kota kekhalifahan, Syam, lalu ia mengutus Ubaidullah bin Ziyad menuju Kufah untuk mencegah Husein masuk ke Irak dan meredam pemberontakan penduduk Kufah terhadap otoritas kekhalifahan. Saat Ubaidullah bin Ziyad tiba di Kufah, masalah ini sudah sangat memanas. Ia terus menanyakan perihal ini hingga akhirnya ia mengetahui bahwa kediaman Hani’ bin Urwah adalah sebagai tempat berlangsungnya pembaiatan dan di situ juga Muslim bin Aqil tinggal.
Ubaidullah menemui Hani’ bin Urwah dan menanyakannya tentang gejolak di Kufah. Ubaidullah ingin mendengar sendiri penjelasan langsung dari Hani’ bin Urwah walaupun sebenarnya ia sudah tahu tentang segala kabar yang beredar. Dengan berani dan penuh tanggung jawab terhadap keluarga Nabi (Muslim bin Aqil adalah keponakan Nabi), Hani’ bin Urwah mengatakan, “Demi Allah, sekiranya (Muslim bin Aqil) bersembunyi di kedua telapak kakiku ini, aku tidak akan memberitahukannya kepadamu!” Ubaidullah lantas memukulnya dan memerintahkan agar ia ditahan.
Mendengar kabar bahwa Ubaidullah memenjarakan Hani’ bin Urwah, Muslim bin Aqil bersama 4000 orang yang membaiatnya mengepung istana Ubaidullah bin Ziyad. Pengepungan itu terjadi di siang hari.
Ubaidullah bin Ziayd merespon ancaman Muslim dengan mengatakan akan mendatangkan sejumlah pasukan dari Syam. Ternyata gertakan Ubaidullah membuat takut Syiah (pembela) Husein ini. Mereka pun berkhianat dan berlari meninggalkan Muslim bin Aqil hingga tersisa 30 orang saja yang bersama Muslim bin Aqil, dan belumlah matahari terbenam hanya tersisa Muslim bin Aqil seorang diri.
Muslim pun ditangkap dan Ubaidullah memerintahkan agar ia dibunuh. Sebelum dieksekusi, Muslim meminta izin untuk mengirim surat kepada Husein, keinginan terakhirnya dikabulkan oleh Ubaidullah bin Ziyad. Isi surat Muslim kepada Husein adalah “Pergilah, pulanglah kepada keluargamu! Jangan engkau tertipu oleh penduduk Kufah. Sesungguhnya penduduk Kufah telah berkhianat kepadamu dan juga kepadaku. Orang-orang pendusta itu tidak memiliki pandangan (untuk mempertimbangkan masalah)”. Muslim bin Aqil pun dibunuh, padahal saat itu adalah hari Arafah.
Husein berangkat dari Mekah menuju Kufah di hari tarwiyah. Banyak para sahabat Nabi menasihatinya agar tidak pergi ke Kufah. Di antara yang menasihatinya adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Abu Said al-Khudri, Abdullah bin Amr, saudara tiri Husein, Muhammad al-Hanafiyah dll.
Abu Said al-Khudri radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Sesungguhnya aku adalah seorang penasihat untukmu, dan aku sangat menyayangimu. Telah sampai berita bahwa orang-orang yang mengaku sebagai Syiahmu (pembelamu) di Kufah menulis surat kepadamu. Mereka mengajakmu untuk bergabung bersama mereka, janganlah engkau pergi bergabung bersama mereka karena aku mendengar ayahmu –Ali bin Abi Thalib- mengatakan tentang penduduk Kufah, ‘Demi Allah, aku bosan dan benci kepada mereka, demikian juga mereka bosan dan benci kepadaku. Mereka tidak memiliki sikap memenuhi janji sedikit pun. Niat dan kesungguhan mereka tidak ada dalam suatu permasalahan (mudah berubah pen.). Mereka juga bukan orang-orang yang sabar ketika menghadapi pedang (penakut pen.)’.
Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Aku hendak menyampaikan kepadamu beberapa kalimat. Sesungguhnya Jibril datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian memberikan dua pilihan kepada beluai antara dunia dan akhirat, maka beliau memilih akhirat dan tidak mengiginkan dunia. Engkau adalah darah dagingnya, demi Allah tidaklah Allah memberikan atau menghindarkan kalian (ahlul bait) dari suatu hal, kecuali hal itu adalah yang terbaik untuk kalian”. Husein tetap enggan membatalkan keberangkatannya. Abdullah bin Umar pun menangis, lalu mengatakan, “Aku titipkan engkau kepada Allah dari pembunuhan”.
Setelah meneruskan keberangkatannya, datanglah kabar kepada Husein tentang tewasnya Muslim bin Aqil. Husein pun sadar bahwa keputusannya ke Irak keliru, dan ia hendak pulang menuju Mekah atau Madinah, namun anak-anak Muslim mengatakan, “Janganlah engkau pulang, sampai kita menuntut hukum atas terbunuhnya ayah kami”. Karena menghormati Muslim dan berempati terhadap anak-anaknya, Husein akhirnya tetap berangkat menuju Kufah dengan tujuan menuntut hukuman bagi pembunuh Muslim.
Bersamaan dengan itu Ubaidullah bin Ziyad telah mengutus al-Hurru bin Yazid at-Tamimi dengan membawa 1000 pasukan untuk menghadang Husein agar tidak memasuki Kufah. Bertemulah al-Hurru dengan Husein di Qadisiyah, ia mencoba menghalangi Husein agar tidak masuk ke Kufah. Husein mengatakan, “Celakalah ibumu, menjauhlah dariku”. Al-Hurru menjawab, “Demi Allah, kalau saja yang mengatakan itu adalah orang selainmu akan aku balas dengan menghinanya dan menghina ibunya, tapi apa yang akan aku katakan kepadamu, ibumu adalah wanita yang paling mulia, radhiallahu ‘anha”.
Saat Husein menginjakkan kakinya di daerah Karbala, tibalah 4000 pasukan lainnya yang dikirim oleh Ubaidullah bin Ziyad dengan pimpinan pasukan Umar bin Saad. Husein mengatakan, “Apa nama tempat ini?” Orang-orang menjawab, “Ini adalah daerah Karbala.” Kemudian Husein menanggapi, “Karbun (musibah) dan balaa’ (bencana).”
Melihat pasukan dalam jumlah yang sangat besar, Husein radhiallahu ‘anhu menyadari tidak ada peluang baginya. Lalu ia mengatakan, “Aku ada dua alternatif pilihan, (1) kalian mengawal (menjamin keamananku) pulang atau (2) kalian biarkan aku pergi menghadap Yazid di Syam.
Engkau pergi menghadap Yazid, tapi sebelumnya aku akan menghadap Ubaidullah bin Ziyad terlebih dahulu kata Umar bin Saad. Ternyata Ubadiullah menolak jika Husein pergi menghadap Yazid, ia menginginkan agar Husein ditawan menghadapnya. Mendengar hal itu Husein menolak untuk menjadi tawanan.
Terjadilah peperangan yang sangat tidak imbang antara 73 orang di pihak Husein berhadapan dengan 5000 pasukan Irak. Kemudian 30 orang pasukan Irak dipimpin oleh al-Hurru bin Yazid at-Tamimi membelot dan bergabung dengan Husein. Peperangan yang tidak imbang itu menewaskan semua orang yang mendukung Husein, hingga tersisa Husein seorang diri. Orang-orang Kufah merasa takut dan segan untuk membunuhnya, masih tersisa sedikit rasa hormat mereka kepada darah keluarga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ada seorang laki-laki yang bernama Amr bin Dzi al-Jausyan –semoga Allah menghinakannya- melemparkan panah lalu mengenai Husein, Husein pun terjatuh lalu orang-orang mengeroyoknya, Husein akhirnya syahid, semoga Allah meridhainya. Ada yang mengatakan Amr bin Dzi al-Jausyan-lah yang memotong kepala Husein sedangkan dalam riwayat lain, orang yang menggorok kepala Husein adalah Sinan bin Anas, Allahu a’lam. Yang perlu pembaca ketauhi Ubaidullah bin Ziyad, Amr bin Dzi al-Jausyan, dan Sinan bin Anas adalah pembela Ali (Syiah nya Ali) di Perang Shiffin.
Ini adalah sebuah kisah pilu yang sangat menyedihkan, celaka dan terhinalah orang-orang yang turut serta dalam pembunuhan Husein dan ahlul bait yang bersamanya. Bagi mereka kemurkaan dari Allah. Semoga Allah merahmati dan meridhai Husein dan orang-orang yang tewas bersamanya. Di antara ahlul bait yang terbunuh bersama Husein adalah:
–          Anak-anak Ali bin Abi Thalib: Abu Bakar, Muhammad, Utsman, Ja’far, dan Abbas.
–          Anak-anak Husein bin Ali: Ali al-Akbar dan Abdullah.
–          Anak-anak Hasan bin Ali: Abu Bakar, Abdullah, Qosim.
–          Anak-anak Aqil bin Abi Thalib: Ja’far, Abdullah, Abdurrahman, dan Abdullah bin Muslim bin Aqil.
–          Anak-anak dari Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib: ‘Aun dan Muhammad.
Dari Ummu Salamah bawasanya Jibril datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “…Jibril mengatakan, “Apakah engkau mencintai Husein wahai Muhammad?” Nabi menjawab, “Tentu” Jibril melanjutkan, “Sesungguhnya umatmu akan membunuhnya. Kalau engkau mau, akan aku tunjukkan tempat dimana ia akan terbunuh.” Kemudian Nabi diperlihatkan tempat tersebut, sebuah tempat yang dinamakan Karbala. (HR. Ahmad dalam Fadhailu ash-Shahabah, ia mengatakan hadis ini hasan). Adapun berita-berita bahwa langit menurunkan hujan darah, dinding-dinding berdarah, batu yang diangkat lalu di bawahnya terdapat darah, dll. karena sedih dengan tewasnya Husein, berita-berita ini tidak bersumber dari rujukan yang shahih.
Benarkah Sikap Husein ‘alaihissalam Pergi ke Irak?
Tidak ada kemaslahatan dalam hal dunia maupun akhirat dari sikap Husein ‘alaihissalam yang keluar menuju Irak. Oleh karena itu, banyak sahabat Nabi yang berusaha mencegahnya dan melarangnya berangkat ke Irak. Husein pun menyadari hal itu dan ia sempat hendak pulang, namun anak-anak Muslim bin Aqil memintanya mengambil sikap atas terbunuhnya ayah mereka. Husein dengan penuh tanggung jawab tidak lari dari permasalahan ini. Dari peristiwa ini tampaklah kezaliman dan kesombongan orang-orang Kufah (Syiah-nya Husein) terhadap ahlul bait Nabi ‘alaihumu ash-shalatu wa salam.
Sekiranya Husein ‘alaihissalam menuruti nasihat para sahabat tentu tidak terjadi peristiwa ini, akan tetapi Allah telah menetapkan takdirnya. Terbunuhnya Husein ini tentu saja tidak sebesar peristiwa terbunuhnya para Nabi, semisal dipenggalnya kepala Nabi Yahya oleh seorang raja, karena calon istri raja tersebut meminta kepala Nabi Yahya bin Zakariya sebagai mahar pernikahan. Demikian juga dibunuhnya Nabi Zakariya oleh Bani Israil, dan nabi-nabi lainnya. Demikian juga dengan dibunuhnya Umar dan Utsman. Semua kejadian itu lebih besar dibanding dengan peristiwa dibunuhnya Husein ‘alaihissalam.
 Bagaimana Sikap Kita Terhadap Peristiwa Karbala?
Tidak diperbolehkan bagi umat Islam, apabila disebutkan tentang kematian Husein, maka ia meratap dengan memukul-mukul pipi atau merobek-robek pakaian, atau bentuk ratapan yang semisalnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukan termasuk golongan kami, orang-orang yang menampar-nampar pipi dan merobek saku bajunya.” (HR. Bukhari).
Seorang muslim yang baik, apabila mendengar musibah ini hendaknya ia mengatakan sebuah kalimat yang Allah tuntunkan dalam firman-Nya,
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعونَ
“Orang-orang yang apabila mereka ditimpa musibah, mereka mengtakan sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami akan kembali.” (QS. Al-Baqarah: 155)
Tidak pernah diriwayatkan bahwa Ali bin Husein atau putranya Muhammad, atau Ja’far ash-Shadiq atau Musa bin Ja’far radhiallahu ‘anhum, para imam dari kalangan ahlul bait maupun selain mereka pernah memukul-mukul pipi mereka, atau merobek-robek pakaian atau berteriak-teriak, dalam rangka meratapi kematian Husein. Tirulah mereka kalau engkau tidak bisa serupa dengan mereka, karena meniru orang-orang yang mulia itu adalah kemuliaan.
Tidak seperti orang-orang yang mengaku Syiah (pembela) Husein, Syiahnya ahlul bait Nabi pada hari ini, mereka merusak anggota tubuh, memukul kepala dan tubuh dengan pedang dan rantai, mereka katakan kami bangga menyucurkan darah bersama Husein. Demi Allah, sekiranya mereka berada pada hari dimana Husein terbunuh mereka akan turut serta dalam kelompok pembunuh Husein karena mereka adalah orang-orang yang selalu berhianat.
Posisi Yazid Dalam Peristiwa Ini
Dalm permasalahan ini, Yazid sama sekali tidak turut campur. Aku mengakatakan hal ini bukan untuk membela Yazid tetapi hanya untuk mendudukan permasalahan yang sebenarnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Yazid bin Muawiyah tidak memerintahkan untuk membunuh Husein. Ini adalah kesepatakan para ahli sejarah. Yazid hanya memerintahkan Ubaidullah bin Ziyad agar mencegah Husein untuk memasuki wilayah Irak. Ketika Yazid mendengar tewasnya Husein, Yazid pun terkejut dan menangis. Setelah itu Yazid memuliakan keluarga Husein dan mengamankan anggota keluarga yang tersisa sampai ke daerah mereka. Adapun riwayat yang menyatakan bahwa Yazid merendahkan perempuan-perempuan ahlul bait lalu membawa mereka ke Syam, ini adalah riwayat yang batil. Bani Umayyah (keluarga Yazid) selalu memuliakan Bani Hasyim (keluarga Rasulullah).
Sebelumnya Yazid telah mengirim surat kepada Husein ketika di Mekah, ternyata saat surat itu tiba Husein telah berangkat menuju Irak. Surat itu berisikan syair dari Yazid untuk melunakkan hati Husein agar tidak berangkat ke Irak dan Yazid juga menyatakan kedekatan kekerabatan mereka. Bibi Yazid, Ummu Habibah adalah istri Rasulullah dan kakek (Jawa: mbah buyut) Yazid dan Husein adalah saudara kembar.
Kepala Husein
Tidak ada riwayat yang shahih yang menyatakan bahwa kepala Husein dikirim kepada Yazid di Syam. Husein tewas di Karbala dan kepalanya didatangkan kepada Ubaidullah bin Ziyad. Tidak diketahui dimana makamnya dan makam kepalanya.
Wallahu Ta’ala a’la wa a’lam, wa shallallahu ‘ala nabiyyina muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.
Sumber: almanhaj.net