Sunan Ngundung dan Amir Hamzah beserta sisa 35 pasukan tidak kembali ke demak, mereka berkemah di Lawu karena pantang pulang sebelum misi menaklukan Majapahit selesai. Demak kemudian mengirimkan lagi 7.000 pasukan untuk menuntaskan misi.
Di Majapahit, kemenangan terasa menyesakkan dada mereka karena tewasnya Panglima Gajah Sena. Dalam pertempuran kehilangan seorang jenderal lebih menakutkan daripada 1000 pasukan.
Brawijaya kemudian menyiagakan kembali pasukan dengan dipimpin sang putra mahkota Raden Gugur. Ini adalah sebuah blunder besar, menurunkan putra mahkota ke medan laga padahal musuh masih kuat.
Pertempuran kedua berlangsung, Majapahit kembali menang tapi Raden Gugur tewas di medan laga.
Di saat genting bantuan dari Kadipaten Wengker utusan Bathara Katong tiba. Pasukan Demak yang semula mengira mereka kawan menjadi kalang kabut karena wengker memilih membela Majapahit.
7.000 pasukan Demak akhirnya musnah ditumpas, Sunan Ngundung dan Amir Hamzah putera Sunan Wilis ikut tewas. Kabar kematian dua panglima berserta kekalahan kedua ini benar-benar membuat suasana Demak mencekam.
Masyarakat Demak diliputi isu bahwa kekalahan mereka karena melanggar wasiat Sunan Ampel agar jangan menyerang Majapahit. Mereka merasa sebagai umat yang durhaka, semangat tempur prajurit pun turun.
Karena Nusantara adalah pusat perdagangan dunia, berita kekalahan kedua Demak menyebar cepat ke seluruh dunia.
Di saat bersamaan Turki Ottoman (tahun 1500-1525) sedang gencar berekspansi di Timur Tengah dan Asia. Telah memiliki armada laut yang tangguh untuk bersaing dengan Bangsa Eropa memperebutkan sumber rempah-rempah.
Mereka mendapat hak eksklusif di samudra Hindia untuk melindungi rute pelayaranya. Ini adalah hadiah dari kerajaan Aceh karena Turki sponsor Aceh dalam perang melawan Batak.
Diplomasi erat Turki-Aceh inilah yang mampu membuat Aceh bertahan sampai tahun 1910. (Catatan Frederict De Houtman 1603M) Belanda baru berani menyerang Aceh saat Turki Ottoman sudah runtuh.
Melihat situasi Demak dan atas rekomendasi diplomasi Aceh serta semangat Pan Islamisme, Turki membantu Demak dengan mengirimkan pasukan dan ahli senapan dan meriam. Di kemudian hari Demak terkenal sebagai penghasil meriam terbaik di Nusantara.
Bagi Turki, Demak sangat strategis untuk mengamankan pasokan rempah-rempah terkait persainganya dengan Portugis. Terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511 M.
Mughal di India yang tak pernah akur dengan Turki Ottoman tak mau kalah dalam mencari posisi keuntungan dalam perang Jawa. Mereka mengirim bantuan 50 ekor gajah perang.
Mughal sendiri tidak intens terlibat dalam perang karena pada saat yang sama mereka juga terlibat perang melawan Portugis dalam rebutan Goa dan Ceylon.
Semangat tempur pasukan Demak yang sempat surut karena takut kualat dengan wasiat Sunan Ampel kini tumbuh kembali melihat semangat jihad dalam diri pasukan bantuan asing.
Portugis mencatat ada sekitar 300 pasukan Turki bersenjata lengkap dalam barisan militer Demak. Melihat kekuatan Demak yang demikian kuat, Majapahit mencoba membuat aliansi dengan Portugis.
Dalam catatan Tome Pires bertahun 1512 M, Patih Udara dari Daha (Ibukota terakhir Majapahit) mengirimkan seperangkat gamelan dan kain batik pada penguasa Portugis di Malaka.
Kabar ini semakin menguatkan tekad Demak untuk menginvasi Majapahit. Semangat jihad dan anti Portugis membuat gelora Demak membara.
Dukungan pasukan multinasional dan artileri berat tercanggih di zamanya. Serbuan pamungkas Demak ke Majapahit ini seperti kisah film “The Last Samurai” dalam bayangan saya.
Sebuah peradaban agung bernama Majapahit yang mencoba bertahan dengan sisa-sisa kekuatan karena perang saudara, dihancurkan dengan meriam dan mesiu.
Lumrah bila di hari ini sangat susah menemukan warisan bangunan monumental dari peradaban Majapahit.
Daftar bacaan:
1. Anthony Reid, Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga jilid 1: Tanah di Bawah Angin, Pustaka Obor.
2. Anthony Reid, Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga jilid 2: Jaringan Perdagangan Global, Pustaka Obor.
3. Sjamsudduha, Walisanga Tak Pernah Ada?, JP Books. (bersumber: serat drajat dan serat badu wanar)
4. Prof. Kong Yuanzhi, Cheng Ho: Muslim China, Pustaka Obor
5. Ratna S, H.Schulte, Perpektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia, Pustaka Obor
6. Agus Sunjoto, Perjuangan dan Ajaran Syekh Siti Jenar, LKiS Jogja. (merujuk pada serat-serat caruban/cirebon)
0 comments:
Posting Komentar