Syuf’ah
menurut bahasa berarti “ penggabungan “, yakni penggabungan secara
paksa atas sesuatu hak yang sudah dijual kepihak lain supaya dijual
kembali kepada pihak yang sudah berhak, yaitu anggota perserikatan.
Dalam kerangka inilah syuf’ah berarti pemilik barang yang
diperkongsikan(al-masyfu’) oleh pihak yang bergabung pada suatu
persekutuan secara paksa dari pihak yang membeli dengan cara mengganti
nilai harga jual yang sudah dilakukan. Dengan istilah lain dapat pula
dikatakan bahwa syuf’ah adalah pemilik harta perserikatan yang telah
dijual oleh salah satu pihak kepihak lain yang tidak termasuk dalam
persekutuan itu serta tidak pula seizin anggota persekutuan dengan cara
mengganti uang penjual kepihak pembeli.
Guna lebih memudahkan pemahaman terhadap arti atau meksud dari syuf’ah ini, ada baiknya keterangan diatas diikuti oleh contoh berikut ini. A dan B memiliki sebuah rumah secara bersama. Tanpa sepengetahuan dan seizin A, B menjual haknya kepada C. Dalam keadaan yang seperti itu, A memiliki hak syuf’ah dengan secara paksa mengambil rumah itu dari C melalui cara ganti rugi sebesar penjualan yang dilakukan oleh B kepada C. Jadi, pengambilan harta secara paksa atas harta perkongsian yang telah dijual kepada pihak luar tanpa kerelaan atau persetujuan pihak-pihak yang berserikat dengan cara menebus harga jual, itulah yang dinamakan syuf’ah.
Diantara dalil yang dijadikan argumen yang berkaitan dengan syuf’ah tersebut adalah hadist Nabi Muhammad SAW, yang berbunyi :
قَضَى رَسُوْلُ الَلهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِا لشُفْعَةِ فِى كُلِّ شِرْكَةِ لَمْ تُقْسَمْ رُبْعَةٌ أَوْحَائِطٌ لاَيَحِلُّ لَهُ أَنْ يَبِيْعَ حَتَّى يُؤْ ذِنَ شَرِكُهُ فَإِنْ شَاءَ أَخَذَ وَإِنْ شَاءَ تَرَكَ فَإِذَا بَاعَ وَلَمْ يُؤْذِ نْهُ فَهُوَاَحَقُّ بِهِ
Rasulullah SAW telah menetapkan adanya hak syuf’ah atas tiap perkongsian terhadap rumah atau kebun. Tidaklah dihalalkan seseorang di antara anggota persekutuan itu menjual barang yang mereka miliki sebelum seizin persekutuannya. Jika seorang anggota perkongsian itu ingin (membeli hak-hak yang akan dijual oleh patnernya) maka ia boleh mengambil dan jika ia tidak berminat, ia pun boleh meninggalkannya.
Jika penjualan itu berlangsung tanpa seizin koleganya dalam kepemilikan itu, maka anggota pengongsian itulah yang paling berhak atas bagian yang dijual tersebut. Untuk bisa terwujud suatu syuf’ah ada empat unsur yang mesti ada, yaitu adanya pihak yang mempunyai hak beli paksa (syaf’i), ada obyek syuf’ah (al-masyfu’ alaih), ada orang yang harus menjual (al-masyfu’fih), dan cara melakukan syuf’ah.
Guna lebih memudahkan pemahaman terhadap arti atau meksud dari syuf’ah ini, ada baiknya keterangan diatas diikuti oleh contoh berikut ini. A dan B memiliki sebuah rumah secara bersama. Tanpa sepengetahuan dan seizin A, B menjual haknya kepada C. Dalam keadaan yang seperti itu, A memiliki hak syuf’ah dengan secara paksa mengambil rumah itu dari C melalui cara ganti rugi sebesar penjualan yang dilakukan oleh B kepada C. Jadi, pengambilan harta secara paksa atas harta perkongsian yang telah dijual kepada pihak luar tanpa kerelaan atau persetujuan pihak-pihak yang berserikat dengan cara menebus harga jual, itulah yang dinamakan syuf’ah.
Diantara dalil yang dijadikan argumen yang berkaitan dengan syuf’ah tersebut adalah hadist Nabi Muhammad SAW, yang berbunyi :
قَضَى رَسُوْلُ الَلهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِا لشُفْعَةِ فِى كُلِّ شِرْكَةِ لَمْ تُقْسَمْ رُبْعَةٌ أَوْحَائِطٌ لاَيَحِلُّ لَهُ أَنْ يَبِيْعَ حَتَّى يُؤْ ذِنَ شَرِكُهُ فَإِنْ شَاءَ أَخَذَ وَإِنْ شَاءَ تَرَكَ فَإِذَا بَاعَ وَلَمْ يُؤْذِ نْهُ فَهُوَاَحَقُّ بِهِ
Rasulullah SAW telah menetapkan adanya hak syuf’ah atas tiap perkongsian terhadap rumah atau kebun. Tidaklah dihalalkan seseorang di antara anggota persekutuan itu menjual barang yang mereka miliki sebelum seizin persekutuannya. Jika seorang anggota perkongsian itu ingin (membeli hak-hak yang akan dijual oleh patnernya) maka ia boleh mengambil dan jika ia tidak berminat, ia pun boleh meninggalkannya.
Jika penjualan itu berlangsung tanpa seizin koleganya dalam kepemilikan itu, maka anggota pengongsian itulah yang paling berhak atas bagian yang dijual tersebut. Untuk bisa terwujud suatu syuf’ah ada empat unsur yang mesti ada, yaitu adanya pihak yang mempunyai hak beli paksa (syaf’i), ada obyek syuf’ah (al-masyfu’ alaih), ada orang yang harus menjual (al-masyfu’fih), dan cara melakukan syuf’ah.
0 comments:
Posting Komentar