Arya Sukahet
| atau yang juga disebut I Gusti Sukahet, yang ketika masih berada di
Jawa disebut Ksatrya dan leluhurnya adalah Raja Lasem. Setelah berada di
Bali sesuai dengan jabatan yang diberikan bergelar Arya atau I Gusti
(Arya Sukahet / I Gusti Sukahet).
Ketika Raja Majapahit Tribuwana Tunggadewi memerintahkan pasukannya menyerang Raja Bali Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten atau
Sri Tapa Hulung yang dalam serangan tersebut Patih
Gajah Mada dan
Arya Damar memimpin pasukan para Kesatrya dan Arya Majapahit, yaitu Arya Sura Wang Bang Lasem,
Arya Kuta Waringin, Arya Belog dan lain-lain. Untuk menyingkat cerita akhirnya Raja Bali dapat ditaklukkan (pada tahun 1343 M);
Selanjutnya Patih Gajah Mada mengatur para Kesatrya dan Arya yang
patut mengayomi Pulau Bali untuk mengamankan wilayah masing-masing,
yaitu Kesatrya Lasem (Arya Sura Wang Bang Lasem di Sukahet), Arya Kuta
Waringin di Gelgel, Arya Belog di Kaba-Kaba, Arya Kenceng di Tabanan dan
lain-lain.
Karena sudah lama Bali tidak ada pemimpin tetap, Bali sangat sepi dan
menjadi tidak stabil. Kemudian Raja Majapahit dan Patih Gajah Mada
menobatkan
Dalem Kresna Kepakisan
menjadi Adipati Bali pada tahun saka 1274 (tahun 1352 M), dengan patih
Agung Arya Kepakisan, dan para Menteri yaitu Arya Sura Wang Bang Lasem,
Arya Wang Bang keturunan Kediri, Arya Wang Bang Mataram, Arya Sentong
dan lain-lain.
Selanjutnya situasi di Bali cukup aman dan
stabil, rakyat Bali tunduk dengan Baginda Raja. Entah sudah berapa lama
Arya Sura Wang Bang Lasem mengabdi pada Baginda Raja, akhirnya
menurunkan putra 3 orang, pertama Arya Sukahet, yang kedua Arya Pering
dan yang ketiga Arya Cagahan, ketiga-tiganya diberikan kedudukan sebagai
menteri. Selanjut-nya Arya Sukahet kawin dengan putrinya I Gusti Ler (I
Gusti Kaler Prandawa) berputra 3 orang, 2 orang diantaranya pria, yang
sulung I Gusti Ngurah Sukahet, yang kedua I Gusti Ngurah Pering Cemeng
dan 1 orang putri bernama I Gusti Ayu Peling yang diambil rabi oleh
Dalem Dimade (masih bersepupu).
Dari istri yang lain Arya Sukahet (I Gusti Sukahet) menurunkan 1
orang putri bernama I Gusti Ayu Raras, keambil rabi oleh Dalem Ketut
Kresna Kepakisan. (sumber dari : Jro Mangku Gde Ketut Soebandi).
I Gusti Ngurah Sukahet berputra 3 orang, yang pertama I Gusti Ngurah
Sukahet Jugig, kedua I Gusti Ayu Ratih (I Gusti Ayu Belong) dan yang
ketiga I Gusti Ayu Sukahet. Kemudian I Gusti Ayu Sukahet diambil rabi
oleh I Dewa Sumretta yang melahirkan Kesatrya Sukahet yang menyungsung
Merajan Sukahet di Klungkung.
Selanjutnya diceritakan I Gusti
Ngurah Pering Cemeng mempunyai putra I Gusti Ngurah Putih, I Gusti
Ngurah Putih mempunyai 3 orang putra, yang pertama bernama I Gusti
Tohjiwa, kedua bernama I Gusti Kemoning yang ketiga bernama I Gusti
Nataran. Kemudian I Gusti Ngurah Putih kawin lagi dengan I Gusti Ayu
Belong atau I Gusti Ayu Ratih. Pada suatu hari I Gusti Ngurah Sukahet
diminta datang oleh I Gusti Ngurah Sidemen, menanyakan keberadaan
putrinya yang akan dipinang sebagai calon istri, untuk itu I Gusti
Ngurah Sukahet memberikan informasi bahwa putrinya bernama I Gusti Ayu
Belong. Setelah dipertimbangkan dan dengan mendengar dari namanya
dipikir I Gusti Ayu Belong pasti tidak cantik maka, diambillah keputusan
oleh I Gusti Ngurah Sidemen tidak jadi meminangnya dan akhirnya dikirim
utusan untuk membatalkan peminangan tersebut.
Oleh karena I
Gusti Ngurah Sidemen tidak jadi meminang, akhirnya I Gusti Ngurah
Sukahet mengawinkan anaknya dengan I Gusti Ngurah Putih, masih saudara
sepupu.
Entah berapa lama pernikahannya I Gusti Ngurah Putih dengan I Gusti
Ayu Belong berlalu, pada suatu saat ketika I Gusti Ngurah Sidemen
menghadap dengan Dalem di Istana Gelgel dengan sejumlah pengiring
melewati desa Sukahet, banyak orang menonton iring-iringan tersebut,
kebetulan I Gusti Ayu Belong menonton, maka dilihatnya ada orang yang
sangat cantik sampai kaget dan menanyakan siapa nama orang itu,
dikatakan itulah yang bernama I Gusti Ayu Belong, yang tidak jadi
dipinang.
Akhirnya seketika I Gusti Ngurah Sidemen tidak sadarkan diri, hingga
rombongan balik lagi ke Sidemen. Setelah sadar lalu ia memanggil orang
kepercayaannya untuk memperdaya, dan mencari kesalahan-kesalahan I Gusti
Ngurah Putih. Diceritakan setelah I Gusti Ngurah Putih diketahui
menikah dengan I Gusti Ayu Belong, maka diupayakan strategi jitu serta
dengan kesalahan yang dibuat-buat, lalu I Gusti Ngurah Putih diasingkan
di Bukit Buluh Wangsean. Perlakuan atas dirinya sebenarnya I Gusti
Ngurah Putih sudah menyadari lantaran mengawini I Gusti Ayu Belong, tapi
dia tidak bisa mengelak karena I Gusti Ngurah Sidemen memegang
kekuasaan.
Entah sudah berapa lama I Gusti Ngurah Putih hidup di
pengasingan, diceritakan Beliau mempunyai 2 orang putra laki-laki yang
pertama bernama Wayan Wresaba, dan adiknya bernama Made Leheng, dari
perkawinannya yang tanpa proses Widhi Widana. Kemudian ada utusan (duta)
datang, lalu I Gusti Ngurah Putih menyadari ajalnya telah tiba, dia
sempat mengutuk duta tersebut yang bernama I Gst. Pt. Mencur diutus oleh
I Gusti Ngurah Sidemen. Tanpa perlawanan tanpa ada yang membela
akhirnya I Gusti Ngurah Putih dapat dibunuh.
Kemudian setelah I
Gusti Ngurah Sukahet beserta seluruh warganya mendengar bahwa I Gusti
Ngurah Putih meninggal karena dibunuh, maka segera di perintahkan bala
yuda untuk melacak orang yang berbuat jahat terhadap menantunya, namun
tidak diketemukan jejaknya. Maka seluruh warga, sanak keluarga beserta
istrinya I Gusti Ngurah Putih sangat sedih dan berduka atas musibah yang
menimpanya. Selanjutnya pada hari (dewasa) yang baik dilaksanakanlah
upacara Pelebon, sesuai dengan tata-cara adat dan agama, yang dipuput
oleh Ida Pedanda Siwa dan Budha.
Sesuai dengan pyagam anugrah dari Dalem, berdasarkan Ketriwangsaan Treh
Arya Wang Bang patut (wenang) memakai Badhe, megunung Tajak, Mekapas
Mewarna, Mekarang Bucu, lengkap saha upacara Bade. Mepetulangan
Merupa Lembu Putih (yang masih manggeh) yang sudah surud wangsa/rered
memakai Petulangan Singa wenang Mebale Selunglung serta Surat Kajang
dan meukur patut memakai Tirtha Pemanah. Daksinenya Nista, Madya,
Utama, Geng Artha (besar uang) 16 tali (16.000) Utama, kutus tali
(8.000) Madya, petang tali (4.000) Nista, Nistaning Nista sepaha satus
(1.700).
Tirta Pebersihan, muah tirtha pengentas, Daksinanya sama dengan di atas.
Hendaknya jangan sampai melupakan apa yang tertera di atas terkait dengan besar daksina (uang daksina) yang menyebabkan Sang Pitara
tidak menemukan Swarga (kebahagiaan di akherat/Amanggih Ngkon),
kepanasan Sang Pitara Atma. Demikian Penugrahan Dalem terhadap I Gusti
Ngurah Sukahet treh Wang Bang sejak dahulu.
Diceritakan setelah I Gusti Ngurah Putih meninggal dan proses upacara
Pitra Yadanya juga telah selesai, pada suatu saat datanglah I Gusti
Ngurah Sidemen menghadap I Gusti Ngurah Sukahet untuk meminang I Gusti
Ayu Belong. Namun I Gusti Ngurah Sukahet tidak sepakat, dengan alasan
merasa bersalah mengawinkan anaknya yang sudah menjanda. Karena itu I
Gusti Ngurah Sidemen sangat marah, akhirnya dia terpaksa memakai jalan
kekerasan, lalu I Gusti Ayu Belong diambilnya, sehingga timbullah yuda
besar. I Gusti Ngurah Sidemen memerintahkan bala yudanya dalam jumlah
besar untuk menyerang purinya I Gusti Ngurah Sukahet, pertempuranpun
terjadi dengan sengit, hingga tidak sedikit korban berjatuhan.
Entah berapa lama perang berlangsung, akhirnya banyak pasukan
kedua-belah pihak yang gugur, dan warga I Gusti Ngurah Sukahet sempat
meloloskan diri. Diceritakan sanak keluarga I Gusti Ngurah Putih, banyak
meninggalkan puri, I Gusti Ngurah Jiwa dan I Gusti Ngurah Kemoning,
beserta pengiring (rakyat) sambil membawa seperangkat alat-alat upacara
Merajan antara lain: Gong, gambang dll menuju daerah Mengwi, karena di
sana ada Brahmana asal dari Griya Manara Sidemen, lama kelamaan akhirnya
tinggal di desa Munggu (Badung).
Kemudian I Gusti Ngurah Nataran pergi bersama sanak keluarga menuju
Poh Tegeh, Abang, Karangasem. I Gusti Ngurah Sukahet Jugig menghindari
gempuran musuh bersembunyi di tengah hutan bernama alas Pakel
(Wangsean).
Diceritakan bahwa Dalem di istana Sweca Lingarsa Pura bertanya-tanya
bahwasannya I Gusti Ngurah Sukahet Jugig sudah cukup lama tidak pernah
menghadap ke istana, demikian Beliau bersabda kemudian ada berita di
dengar oleh Dalem bahwa I Gusti Ngurah Sukahet Jugig habis diserbu oleh
bala tentara I Gusti Ngurah Sidemen Gunung Agung menyebabkan hancurnya
Puri Sukahet, semua warga kocar-kacir pergi menyelamatkan diri.
Keberadaan Puri I Gusti Ngurah Sukahet dihancurkan.
Begitu cerita rakyat kepada Dalem, lalu dalem bersabda ah sangat durhaka
Kiyayi Sidemen tidak ingat dengan tata-tertib kepatihan. Kemudian
dengan cara rahasia Dalem merencanakan melenyapkan jiwa I Gusti Ngurah
Sidemen, sebagai balas budi terhadap leluhur I Gusti Ngurah Sukahet
yakni Sri Arya Wang Bang.
Perencanaan pembunuhan dimulai dengan mengutus tiga orang tahanan
yaitu : I Togog dari Pekandelan, Nang Bunglun dari Bendul, Pan Patut
dari Satria, dengan strategi meminta ayam kurungan kesayangan I Gusti
Ngurah Sidemen. Diawali dari percakapan Nang Bunglun meminta ayam
kesayangannya I Gusti Ngurah Sidemen untuk dipersembahkan kepada Dalem,
lalu I Gusti Ngurah Sidemen marah dan memukulnya dengan palu, kemudian
Nang Bunglun marah juga lalu menghunus keris dan menusuk I Gusti Ngurah
Sidemen yang akhirnya meninggal.
Setelah didengar oleh sanak keluarga dan semua warga I Gusti Ngurah
Sidemen bahwa beliau telah meninggal dibunuh oleh utusan Dalem, maka
para pengawal puri serempak mengepung tiga utusan tersebut. Dengan sigap
pasukan pengawal puri yang bernama Pan Byakta dapat membunuh 2 orang
utusan tersebut dan satu orang lagi dapat lolos sampai di Swecapura,
langsung menghadap Dalem menyam-paikan bahwa tugas telah dilaksanakan
dan I Gusti Ngurah Sidemen dibunuh oleh Nang Bunglun. Sabda Dalem:
“berbahagialah kamu masih hidup dan sudah sepantasnya I Gusti Ngurah
Sidemen meninggal”.
Diceritakan I Gusti Ngurah Sukahet Jugig
dipanggil menghadap Dalem, sabda beliau: “kembalilah kamu ke Sukahet,
menjabat kepatihan seperti dahulu karena musuhmu Kyai Anglurah Sidemen
telah terbunuh, sekarang kuberikan sejumlah artha dan seisi puri serta
keris (curiga) bernama Si Kaparabon, janganlah kamu ragu-ragu.
Banyak pratisentana I Gusti Ngurah Sukahet masih manggeh kewangsaannya
walaupun ada yang rered (surud kewangsaan) mungkin disebabkan nyineb
wangsa dan winasa wangsa”, itulah Swa Dharmaning Ksatria. Jawab I Gusti
Ngurah Sukahet Jugig: “Hamba tidak menolak segala titah Dalem”. Sabda
Dalem: “janganlah bimbang kamu akan kuberikan rakyat.”
Mulai saat itulah I Gusti Ngurah Sukahet Jugig kembali ke Sukahet dengan membawa Pyagam Penughrahan Dalem.
Tiba di desa Sukahet I Gusti Ngurah Sukahet Jugig mendapati Puri Sukahet
dalam keadaan rusak dan sangat sepi. Mulailah I Gusti Ngurah Sukahet
Jugig membuat Puri baru. Pada waktu itu I Gusti Ngurah Sukahet Jugig
kembali menduduki jabatan Anglurah Sukahet, damai tenteramlah wilayah
kekuasaannya.
Kembali sekarang diceritakan I Gusti Ngurah
Sukahet Jugig mempunyai putra yang ber ibu prami, wanita 2 orang yang
paling sulung bernama I Gusti Ayu Wanasara kawin ke Puri Karangasem,
yang nomor dua bernama I Gusti Ayu Wanasari, dan yang ber ibu penawing
adalah laki-laki, antara lain : Pertama bernama I Gusti Aan, kedua
bernama I Gusti Kebon, yang ketiga bernama I Gusti Wesan.
Sesuai tatakrama Kerajaan yang dapat memegang jabatan (madeg Anglurah)
jadi Raja adalah putra yang ber ibu prami, oleh karena putranya yang ber
ibu prami adalah wanita maka diadakan rembug keluarga, lalu disepakati
untuk minta saran kepada penguasa Sidemen karena dia (ngawengkurat)
sebagai penguasa jagat (penguasa daerah). Beliau menyarankan agar I
Gusti Ngurah Sukahet Jugig mencari sentana prami.
Setelah diadakan musyawarah maka I Gusti Ayu Wanasari kawin dengan I
Gusti Dauh, yaitu anak dari I Gusti Dauh Purnamaning Kapat asal dari
Selekak, Sidemen, yang selanjutnya membangun puri di Talibeng oleh I
Gusti Ngurah Sidemen.
Setelah I Gusti Ngurah Sukahet Jugig meninggal dunia (wafat), kekuasaan
wilayah Sukahet diserahterimakan kepada I Gusti Dauh (menantunya),
sebagai Anglurah Sukahet atas petunjuk I Gusti Ngurah Sidemen. Sebelum I
Gusti Ngurah Sukahet Jugig wafat Beliau memberi nasihat kepada
menantunya, nanti pada saat memegang kekuasaan agar senantiasa berlaku
baik (rukun-rukun) terhadap keturunan I Gusti Ngurah Sukahet. Seyogyanya
bagi yang nyentana mengikuti garis keturunan I Gusti Ngurah Sukahet
dalam garis dimana dia nyentana.
Lama kelamaan tidak diceritakan
yang menyebabkan I Gusti Ngurah Sukahet membangun empat Merajan, oleh
karena Puri yang dulu sudah rusak.
I Gusti Kebon membangun
Merajan Kawitan di Sukahet banjar Kebon, I Gusti Aan membangun Merajan
Kawitan bernama Merajan Batan Wani di Br. Tengah Sukahet sekarang
dikenal dengan Merajan Arya Sukahet, I Gusti Wesan di Talibeng banjar
Sari.
Kemudian IGusti Ngurah Kebon, I Gusti Aan bersama I Gusti Dauh
(menantunya I Gusti Ngurah Sukahet Jugig) membangun Kahyangan Merajan di
Talibeng bernama Merajan Umadesa. Dulu letak Puri Sukahet itu berada di
sebelah timur Pura Dalem Talibeng sekarang, dan kuburannya terletak di
pinggir Griya Wanasari sekarang, demikian ceritanya.
Dikisahkan kembali keturunan I Gusti Dauh (menantu) yang berkuasa di
Sukahet, makin menjauhkan diri dengan warga I Gusti Ngurah Sukahet. Oleh
sebab itu keturunan I Gusti Dauh mantu berhenti menghaturkan bakti di
Merajan Umadesa.
Diceritakan pada waktu I Gusti Ngurah Sukahet
memegang kekuasaan ada Brahmana Buda dari Swecapura, berencana pergi ke
Budakeling melewati desa Sukahet, Sang Brahmana mampir di Puri Sukahet,
sembari menceritakan kepergiannya dari Swecapura. I Gusti Ngurah Sukahet
berkata menawarkan apakah Sang Brahmana berkenan membangun geriya di
Sukahet.
Ida Brahmana sangat gembira dan mau membangun geriya di Sukahet.
Itulah awal mulanya ada Sang Brahmana antara desa Sukahet dengan desa
Talibeng. Lama kelamaan Sang Brahmana membangun Griya di dekat kuburan, I
Gusti Ngurah Sukahet senang itulah sebabnya ada Griya Wanasari di
sebelah utara desa Sukahet sekarang.
Kemudian diceritakan bahwa I Gusti Ayu Belong mempunyai keturunan
seorang wanita bernama I Gusti Ayu Dijaba, dan setelah dewasa kawin
dengan I Dewa Dangin di Jero Sidemen. Diceritakan kembali setelah I
Gusti Ngurah Sukahet Jugig meninggal, yang diberi kuasa dalam memimpin
daerah Sukahet I Gusti Dauh (menantu), pada awalnya keberadaannya sangat
mantap, keamanan dan kesejahteraan warganya termasuk dengan
saudara-saudaranya yang lain ibu yaitu I Gusti Aan, I Gusti Kebon dan I
Gusti Wesan rukun dan damai. Entah berapa lama sudah berjalan dalam
menjalankan tugas sebagai penguasa daerah Sukahet, dikarenakan jumlah
warga makin berkembang, maka terjadilah pengelompokan dari masing-masing
warga yang membangun tempat pemujaan atau Merajan untuk memuja leluhur,
seperti tersebut di atas.
Disamping itu dalam kelompok tertentu juga membangun sejenis Pura
Kahyangan (Panti), yaitu Pura Manik Bingin di Wanasari, Pura Witsari
(kini sudah rusak bahkan sudah dijadikan obyek pariwisata), terletak di
br. Kebon, Sukahet. Ada lagi kelompok yang membangun pura bernama Pura
Gunung Sari, Pura Telaga Sari di desa Sukahet Br. Kebon dan Br. Tengah
dan masih ada beberapa Pura-Pura yang belum disebutkan. Sejalan dengan
perkembangan jaman pada waktu itu makin lama situasi dan kondisi cepat
berubah, masing-masing kelompok tadi makin lama makin larut dengan
kelompoknya sendiri.
Disatu sisi terjadi lagi pengelompokkan baru, bahwa mulanya sentana
(keluarga besar) I Gusti Dauh (menantu) tergabung dalam kelompok Merajan
Umadesa (Talibeng) ikut sembahyang bersama-sama, entah apa sebabnya
kemudian putus hubungan hingga kini tidak pernah lagi sembahyang di
Merajan Umadesa. Diceritakan bahwa sentana I Gusti Dauh (menantu)
membuat tempat pemujaan sendiri yaitu bernama Merajan Arapsari di
Talibeng. Demikianlah perkembangan warga keturunan Arya Sukahet treh
Arya Sura Wang Bang Lasem, untuk memuja Bhetara-Bhetari Leluhur melalui
kelompok Merajan masing-masing.
Ke empat Merajan yaitu; Merajan
Kawitan Arya Sukahet Br. Tengah mencakup kelompok Merajan yang ada di
Gianyar, Merajan Kebon, Merajan Dangin, dan Merajan Dauh adalah sebagai
pengemong Pura Pedharman Arya Sukahet di Besakih.
Dimana upacara piodalannya dilaksanakan pada hari Purnama Kedasa
(April) dan hari Purnama Ketiga (September). Umumnya para pemedek yang
tangkil ngaturang puja bhakti di Pura Pedharman Arya Sukahet, dari semua
pratisentana I Gusti Ngurah Sukahet (Arya Sukahet) treh Arya Wang Bang
Lasem dari seluruh Bali bahkan ada dari luar Bali.
Seiring dengan adanya pengelompokkan warga keturunan Arya Sukahet
sebagai langkah positif untuk mewujudkan rasa bhakti terhadap leluhur,
karena jumlah warga makin lama makin bertambah, maka terjadilah
pemekaran keturunan Arya Sukahet tidak hanya di wilayah Bali, juga
sampai di luar wilayah Bali.
Demikian juga adanya pratisentana I
Gusti Ngurah Sukahet di Kabupaten Gianyar, berawal dari datangnya I
Gusti Lempung, I Gusti Nyoman Tilem di desa Bona, kemudian turun-temurun
dan berkembang membuat kelompok-kelompok selanjutnya mendirikan
Merajan, demikian juga yang di desa Selat, Blahbatuh. Ada lagi keturuna
Arya Sukahet berawal dari datangnya I Gusti Made Sari ke desa Lodtunduh
selanjutnya turun-temurun berkembang membangun sebuah Merajan di Banjar
Tengah Desa Lod Tunduh sampai saat ini.
Khusus pada kelompok
Merajan Kawitan Banjar Tengah Dusun Kebon Desa Adat Sukahet Desa
Lokasari, Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem mencakup
Merajan-Merajan yang ada di Kabupaten Gianyar (Desa Bona, Desa Selat
Blahbatuh dan Desa Lodtunduh) termasuk yang ada di luar Bali (Lombok)
serta beberapa kelompok warga lainnya yang berada dibeberapa tempat di
Bali seperti ; Desa Tohjiwa, Desa Telunwayah/Ds. Lambang, Desa
Yehembang, Desa Angantelu/Antiga, Desa Menira, Desa Nyuhtebel, Nusa
Penida dan lain-lain, adalah prati sentana Arya Sukahet yang setiap puja
wali pedek ke Merajan Kawitan Arya Sukahet, yang diadakan pada setiap
Purnama Sasih Desta. (Sasih Kedasa Di Pura
Pedharman Besakih)