Kenikmatan
dunia tidak sebanding nikmatnya menghadap sang Khalik dalam keaaan
syahid. Begitulah prinsip yang dipegang oleh salah seorang sahabat
Rosulullah saw, Hanzhalah Bin Abu Amir
Ia pemuda sedehana.
Namun berkat ajaran suci Rosulullah saw, juga latar belakangnya yang
bersahaja, ia pun tumbuh menjadi sosok yang tidak pernah minder, dn
gampang putus asa. Ia tek pernah merasa gentar kala harus membela
kebenaran risalah suci yang dibawa Nabi saw.
Pribadinya juga
istimewa, karena Hanzhalah adalah Abu Amir Bin Syafy, yang biasa
dipanggil Abu Amir. Abu Amir merupakan salah satu tokoh pemuka suku Aus
pasa masa jahiliyah. Ketika ajaran islam mulai menerangi Madinah,
t4empat ia tinggal, ia berada di garis terdepan barisan kaum penentang.
Tak heran, Rosulullah saw menyebut Abu Amir dengan panggilan “Si Fasik”.
Abu
Amir kemudian memilih meninggalkan Madinah agar bias menghindari seruan
islam yang dibawa Rosulullah saw, sekaligus mencari teman yang bias
diajak menumpahkan dendam. Ia pun bergabung dengan kaum kafir Quraisy
pimpinan Abu Shufyan. Di tengah-tengah kaum Quraisy Makkah ini Abu Amir
gencar melancarkan propaganda tentang perlunya membendung
tumbuh-kembangnya islam, serta memusuhi Rosulullah saw
Sementara
itu de Madinah dalam keadan siaga penuh. Kaum muslimin sudah mengetahui
rencana penyerangan pasukan Abu Shufyan. Madinah genting.
Dalam
situasi seperti itu, Hanzhalah dengan tenang hati melangsungkan
pernikahan. Sungguh tindakannya utu merupakan gambaransosok yang
senantiassa tenang menghadapi berbagai macam keadaan.
Sebagaimana layaknya pengantin baru, malam pertama Hanzhalah pun dilewati dengan penuh kebahagiaan. Penuh cinta, kasih sayang juga kemesraan. Semua itu seakan menjadi bumbu penyedap di setiap degup jantung di malam indah yang tidak mengharapkan pagi segera datang. Memng, saat seperti itu, hal-hal yang sebelumnya diharamkan bagi seorang laki-laki dan perempuan, berubah menjadi halal. Bahkan berpahala besar. Sebanding sengan membunuh 70 Yahudi!
Sebagaimana layaknya pengantin baru, malam pertama Hanzhalah pun dilewati dengan penuh kebahagiaan. Penuh cinta, kasih sayang juga kemesraan. Semua itu seakan menjadi bumbu penyedap di setiap degup jantung di malam indah yang tidak mengharapkan pagi segera datang. Memng, saat seperti itu, hal-hal yang sebelumnya diharamkan bagi seorang laki-laki dan perempuan, berubah menjadi halal. Bahkan berpahala besar. Sebanding sengan membunuh 70 Yahudi!
Ketika kedua insane itu tengah
asyik bercengkrama memadu kasih, tiba-tiba dari kejahuan terdengar
seruan. Suara itu lama-lama terdengar makin keras. “Hayya’alal jihad,
hayya’alal jihad…,” kian semangat.
Suara itu terdengar sangat
tajam menusuk telinga Hanzhalah dan terasa menghunjam dalam di dadanya.
Suara itu seolah-olah irama surgawi yang ia nanti-nanti. Hanzhalah pun
segera melepaskan pelukan diri dari sang istri, kemudian bergegas
mengambil peralatan perang yang memang telah lama dipersiapkan. Sejurus
kemudian ia lari menuju medan perang.
Di daerah Uhud kaum
muslimin mempertaruhkan nyaqwa menghadapi pasukan Abu Shufyan. Di gurun
pasir yang kering dan tandus itu Hanzalah mencabut pedangnya lalu
berkelebat mencari mangsa. Dengan gagah berani ia terobos pasukan musuh,
yang jumlah mereka lebih banyak dari pasukan kaum muslimin. Satu
persatu tubuh orang Quraisy terluka bersimbah darah dan juga tewas
berkalang tanah terkena sabetan pedang Hanzhalah.
Kemahirannya
bertempur benar-benar terbukti di perang Uhud ini. Hanzhalah bahkan
berhasil menerobos brikade pasukan pengawal Abu Shufyan. Ia pun
berhadap-hadapan langsung dengan tokoh Quraisy yang satu itu.
Menurut
kesaksian bebrapa orang, Hanzhalah bertarung sengit melawa Abu Shufyan.
Bahkan ia tampak lebih unggul dan hamper meraih kemenangan. Sejengkal
lagi pedangnya yang tajam hendak menebas tubuh Abu Shufyan, pada saat
itu juga, Syadad bin al-Aswad, seorang tokoh Quraisy lainnya, tiba-tiba
menikam Hanzhalah dari belakang. Sengguh tindakan seorang pengecut. Cara
bertarung yang tidak jantan. Namun semua sudah ditakdirkan Allah SWT,
sang pengantin baru itu pun gugur sebagai syuhada.Hanzhalah meninggal
dengan senyum penuh kemenangan.
Perang Uhud memang
mengakibatkan kerugian besar bagi umat islam. Salah satunya adalah
gugurnya Hamzah bin Abu Mutholib, pelindung Nabi saw dan pembela islam
yang gigih. Termasuk Hanzhalah dan para sahabat yang lainnya.
Saat
Rosulullah saw dan para sahabat lainnya melakukan pengecekan jenazah,
beliau menemukan jasad Hanzhalah. Betapa beliau terkejut, atas ijin
Allah SWT, beliau melihat jasad Hanzhalah tengah dimandikan para
malaikat. Sebuah peristiwa yang belum pernah beliau saksikan sebelumnya.
Peristiwa
luar biasa itu pun beliau kabarakan kepeda para sahabat. Membuat Abu
Sa’ad as-Saidi penasaran dan mendekati jasad Hanzhalah, hendak mencari
tahu banyak. Kedua matanya pun terbelalak. Ia melihat ada bekas tetesan
air di kepala jenazah Hanzhalah yang menyunggingkan senyum itu.
Apa
yang terjadi pada jenazah Hanzhalah itu memebuat para sahabat
bertanya-tanya. Di rumah Hanzhalah, seorang sahabat menceritakan
peristiwa tersebut kepada istri Hanzhalah. Perempuan shalihah yang
cantik dan anggun itu pun menjawab, “Dia pergi ke medan perang ketika
mendengar seruan jihad. Padahal pada waktu itu dia masih dalam keadaan
junub.”
Rosulullah pun menjelaskan, “Sebab itulah ia dimandikan para malaikat.”
Hanzhalah bin Abu Amir kemudian dikenal dengan sebutan “Ghoisulmalaikat” (orang yang dimandikan para malaikat)
0 comments:
Posting Komentar