SEJARAH ISLAM DI BURMA(MYANMAR)
SEJARAH KEDATANGAN ISLAM DI MYANMAR(BURMA)
Generasi Muslim Pertama di Burma
Generasi awal Muslim yang datang ke delta Sungai Ayeyarwady Burma,
yang terletak di pantai Tanintharyi dan di Rakhine bermula pada abad ke
9, sebelum pendirian imperium pertama Burma pada tahun 1055 AD oleh Raja
Anawrahta dari Bagan. Keberadaan orang-orang Islam dan da’wah Islam
pertama ini didokumentasikan oleh para petualang Arab, Persia, Eropa,
dan Cina abad ke 9. Orang-orang Islam Burma merupakan keturunan dari
orang-orang Islam yang menetap dan kemudian menikahi orang-orang dari
etnis Burma setempat. Orang-orang Islam yang tiba di Burma umumnya
sebagai pedagang yang kemudian menetap, anggota militer, tawanan perang,
pengungsi, dan korban perbudakan. Bagaimanapun juga , ada diantara
mereka yang mendapat posisi terhormat sebagai penasehat raja, pegawai
kerajaan, penguasa pelabuhan, kepala daerah, dan ahli pengobatan
tradisional.
Muslim Persia tiba di utara Burma yang berbatasan dengan wilayah Cina
Yunnan sebagaimana tercatat pada Chronicles of China pada tahun 860 AD.
Orang-orang Islam Burma kadang-kadang di sebut Pathi, sebuah nama yang
dipercayai berasal dari Persia. Banyak perkampungan di utara Burma dekat
dengan Thailand tercatat sebagai penduduk Muslim, dengan jumlah
orang-orang Islam yang sering melebihi penduduk lokal Burma. Dalam
sebuah catatan, Pathein dikatakan mendiami Pathis, dan pernah dipimpin
oleh Raja India Muslim pada abad ke 13. Para pedagang Arab juga tiba di
Martaban, Margue, dan ada pula perkampungan Arab di kepulauan Meik.
Selama pemerintahan Raja Bagan Narathihapate (1255-1286), pada masa
perang pertama orang Cina dan Burma, Muslim Tartar Kublai Khan menyerang
Kerajaan Kafir dan menduduki wilayah hingga ke Nga Saung Chan. Pada
tahun 1283, Kolonel Nasruddin dari Turki menduduki wilayah hingga ke
Barnaw (Kaungsin). Orang Turki (Tarek) disebut Mongol, Manchuria,
Mahamaden atau Panthays.
Pelaut dan Pedagang Muslim
Bermula dari abad ke 7, para pedagang Arab datang dari Madagaskar
melakukan perjalanan ke Cina melalui kepulauan India Timur, berhenti di
Thaton dan Martaban. Orang laut Bago, mungkin menjadi Muslim, juga
tercatat oleh para sejarawan Arab abad ke 10. Mengikuti perjalanan ini,
pelaut dan tentara Muslim Burma dilaporkan telah melakukan perjalanan ke
Melaka selama pemerintahan Sultan Parameswara pada abad ke 15. Dari
abad ke 15 hingga 17, ada beberapa catatan dari para pelaut, pedagang,
dan penduduk Muslim Burma tentang seluruh pesisir Burma : pantai Arakan,
(Rakhine), delta Ayeyarwady dan pantai dan kepulauan Tanintharyi. Pada
abad ke 17, Muslim menguasai perdagangan dan menjadi kuat. Mereka
diangkat menjadi Gubernur Mergui, Raja Muda Propinsi Tenasserim,
Penguasa Pelabuhan, Gubernur Pelabuhan dan Shahbandar (para pegawai
pelabuhan senior)
Para Tawanan Perang Muslim
Burma memiliki sejarah panjang tentang pendudukan oleh para tawanan
perang Muslim. Pada tahun 1613, Raja Anaukpetlun menangkap Thanlyin atau
Syriam. Para prajurit upahan Muslim India di tangkap dan kemudian
menetap di Myedu, Sagaing, Yamethin dan Kyaukse, wilayah utara Shwebo.
Raja Sane (Say Nay Min Gyi) membawa beberapa ribu tawanan perang Muslim
dari Sandoway dan menetap di Myedu pada tahun 1707 AD. Tiga ribuan
Muslim dari Arakan menjadi pengungsi dibawah Raja Sane pada tahun
1698-1714. Mereka terbagi dan bertempat tinggal di Taungoo, Yamethin,
Nyaung Yan, Yin Taw, Meiktila, Pin Tale, Tabet Swe, Bawdi, Syi Tha, Syi
Puttra, Myae Du dan Depayin. Dekrit Raja ini telah disalin dari
Perpustakaan kerajaan di Amarapura pada tahun 1801 oleh Kyauk Ta Lone
Bo. Pada pertengahan abad 18, Raja Alaungpaya menyerang Assam dan
Manipur India, kemudian membawa banyak orang Islam untuk menetap di
Burma. Orang-orang Islam inilah yang kemudian berasimilasi untuk
membentuk cikal bakal Muslim Burma. Selama kekuasaan raja Bagyidaw
(1819-1837), Maha Bandula menyerang Assam dan membawa kembali 40.000
tawanan perang, kebanyakan dari mereka adalah kaum Muslimin.
Keadaan umat islam di Myanmar
Penduduk Islam di Myanmar merupakan kumpulan minoritas Muslim yang
terbesar di Asia Tenggara. Mereka adalah penduduk yang memiliki nasib
sama dengan penduduk Muslim di Thailand dan Filipina. Pemerintah Myanmar
memperlakukan Muslim secara kejam, Muslim diusir dari negerinya, harta
dirampas dan pemerintah juga menafikan hak kewarganegaraan mereka.
a. Proses Islamisasi
Islam masuk ke Myanmar khususnya wilayah Arakan adalah pada abad ke-1
H/7 M yang dibawa oleh para pedagang Arab yang datang ke Akyab, ibu
kota Arakan. Namun Muslim di Arakan dalam proses islamisasi memakan
waktu yang lama untuk mewujudkan suatu kekuasaan, mereka baru dapat
mendirikan Negara Islam Arakan pada abad ke-8 H/14 M. Proses penyebaran
Muslim dari pantai Arakan kemudian lanjut ke selatan dan masuknya Islam
ke Myanmar tidak hanya dibawa oleh para pedagang Arab, Muslim Malaysia
dan India juga mempunyai peranan yang penting dalam penyebaran Muslim di
Myanmar.
Muslim Burma terdiri dari dua kelompok etnik, yaitu yang berasal dari
Indo Pakistan mereka hidup terutama di kota-kota besar mempunyai
hubungan yang kuat dengan anak benua India dan yang lainnya berasal dari
orang Burma (penduduk asli). Kemudian hukum keluarga Muslim berlaku dan
sekitar 5.000 Muslim pergi melaksanakan ibadah haji setiap tahunnya. Di
kota-kota besar, ada beberapa mesjid dan al-Qur’an diterjemahkan ke
dalam bahasa Burma oleh suatu tim Muslim yang benar-benar menguasai
materi tentang itu.
Kekuasaan Islam di Arakan berjalan lebih kurang selama 350 tahun
dengan 48 orang sultan yang memerintah silih berganti, sehingga dijajah
oleh Burma pada tahun 1784 dan penjajahan ini berlanjut dengan diambil
alih oleh British pada tahun 1822. Pada tahun 1880-an orang-orang Islam
di India berbondong-bondong hijrah ke Myanmar, sehingga jumlah Muslim
semakin meningkat di Myanmar.
Pada tahun 1948 British memberikan kemerdekaan kepada Myanmar, dengan
demikian Arakan daerah kekuasaan Islam menjadi daerah kekuasaan
Myanmar. Hal ini membuat Muslim tidak senang, karena mereka diperlakukan
secara kejam oleh pemerintah bahkan kewarganegaraan mereka dinafikan.
Kondisi ini telah membuat Muslim menuntut agar mereka diberi otonomi
untuk menjalankan pemerintahan sendiri.
b. Muslim Setelah Kemerdekaan Myanmar
Setelah Myanmar merdeka dari British pada tahun 1948, pemerintah
Myanmar senantiasa waspada terhadap kedudukan Muslim yang penting di ibu
kota Negara. Kemudian Muslim juga banyak yang mempunyai jabatan penting
di pemerintahan disamping keterlibatan mereka dalam urusan perniagaan
yang membuat Muslim memperoleh kemewahan dari hasil perdagangan. Hal ini
telah melahirkan sentimen bagi pemerintah Myanmar dan akhirnya
terjadilah kontroversi antara Muslim dengan orang Myanmar yang berakibat
banyaknya nyawa orang-orang Islam yang menjadi korban.
Rasa sentimen yang begitu mendalam juga menyebabkan munculnya
tindakan keganasan dari pemerintah Myanmar terhadap orang Muslim tanpa
perikemanusiaan. Tahun 1930-an merupakan permulaan era kemelaratan dan
penindasan bagi orang-orang Islam di Myanmar. Beberapa serangan kejam
telah dilakukan terhadap Muslim pada tahun 1931 sampai 1938 dan serangan
yang paling ganas serta kejam telah terjadi di Yangon dan Mandanay. Di
perkirakan dalam peristiwa tersebut sebanyak 200 orang Muslim terbunuh
akibat keganasan tentara Myanmar.
Tanah-tanah Muslim dirampas, pemerintah dengan masyarakat Buddha juga
menindas masyarakat Islam dengan memeras uang dan memaksa mereka
memberi opeti serta memenjarakan mereka dengan sewenang-wenang. Sebagian
umat Islam di usir dan tidak boleh kembali kekampung halamannya.
Menjelang tahun 1971 dan tahun-tahun berikutnya, kekejaman yang
dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap Muslim terus meningkat tajam.
Pada tahun 1977 pemerintah Myanmar melancarkan Operasi Raja Min yang
juga dikenal dengan Operasi Naga Min, yaitu operasi benci untuk
memeriksa semua penduduk dan mengklasifikasikan mereka kepada dua
kategori, yaitu penduduk Burma dan rakyat asing.
Orang-orang Buddha mulai di tempatkan di daerah-daerah Muslim dan
mesjid-mesjid dibakar, gedung-gedung perniagaan milik orang-orang Islam
di kota Akyab juga dibakar. Orang-orang Islam diejek, dipukul dan
dibunuh sewenang-wenang, wanita-wanita diperkosa serta sebagian besar
dipaksa menikah dengan tentara Myanmar yang beragama Buddha. Kondisi
yang lebih parah lagi pada tahun 1964 orang Muslim tidak dibenarkan lagi
melaksanakan ibadah haji, walaupun pada tahun 1980 kebijakan itu
dicabut tetapi perbelanjaannya sangat mahal dan terpaksa melalui
berbagai prosedur yang sangat rumit.
c. Perlawanan Muslim
Perlakuan pemerintah Myanmar yang tidak baik terhadap Muslim telah
membangkitkan semangat Muslim untuk melakukan pemberontakan dan
perlawanan terhadap pemerintah Myanmar. Apalagi keinginan otonomi tidak
mendapat sahutan dari pemerintah yang sangat kejam, semakin membuat
Muslim sadar karena mereka sudah diotak atik oleh pemerintah sesuai
seleranya. Puncak perlawanan Muslim terjadi pada tahun 1948 berlanjut
sampai tahun 1954 yang dikenal dengan Pemberontakan Mujahid yang
dipimpin oleh Kasim. Namun Kasim akhirnya tertangkap, tetapi perjuangan
umat Islam terus berjalan sampai tahun 1961 dalam memperjuangkan
kemerdekaan dari pemerintah.
Perjuangan yang pada mulanya sempat memudar akhirnya pada dekade
1970-an dan 1980-an kembali aktif. Semenjak itu, perlawanan umat Islam
tidak henti-hentinya terhadap pemerintah yang selalu bertindak zalim
terhadap umat Islam. Kemudian semenjak tahun 1980, Muslim dari daerah
lain dipaksa keluar dari Myanmar dengan penganiayaan yang tidak kalah
pelaknya dan ribuan Muslim lari ke Thailand dan Malaysia.
d. Kondisi Sosial dan Pendidikan Muslim Myanmar
Kondisi Muslim di Myanmar saat ini, menurut muslim mereka sangat
teraniaya dengan perlakuan pemerintah yang sangat kejam, dan mereka
merasa tidak mendapatkan tempat yang sama dalam urusan pekerjaan. Adapun
dalam bidang pendidikan, mereka kalau sekolah di sekolah umum tidak
akan mendapatkan pelajaran agama, sedangkan kalau sekolah di sekolah
agama (Islam) mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk bekerja di
pemerintahan sebagaimana alumni pelajar umum lainnya. Namun hal yang
tidak dilihat oleh muslim adalah bagaimana sebenarnya pemerintah telah
berusaha memfasilitasi muslim dengan baik, baik dalam masalah pendidikan
maupun dalam masalah perlakuan pemerintah.
Fasilitas pendidikan yang didapat oleh muslim adalah pemerintah
mendirikan sekolah dan membantu untuk pembangunan mesjid. Semua ini
dapat disimpulkan bahwa sebenarnya pemerintah sangat memperhatikan
masalah pendidikan warga tanpa membedakan antara pemeluk agama yang satu
dengan lainnya. Kemudian muslim beranggapan bahwa pemindahan penduduk
yang beragama Buddha ke daerah muslim dianggap sebagai program
pemoritasan pemerintah terhadap muslim. Padahal secara kajian statistik
program yang dijalankan oleh pemerintah adalah dalam rangka pemerataan
penduduk dan menghindari kebanyakan/ledakan penduduk pada suatu wilayah
tertentu.
kelompok Islam peduli terhadap nasib Rohingya(myanmar)
Chiang Mai (Mizzima) – organisasi Muslim dari ASEAN telah mendesak
pemerintah daerah untuk menyelesaikan masalah Rohingya di Burma dan
konflik di Thailand selatan dan Filipina sans operasi militer.
Sarawut Sriwanyot, Ketua Dewan Organisasi Muslim Thailand mengatakan
hari Sabtu bahwa pertemuan bekerjasama dengan Komite Nusantara untuk
Keadilan dan Perdamaian, Penang dan LSM berbasis di Jakarta dan 45
organisasi sipil dari Malaysia, Indonesia, Burma, Filipina dan Thailand
fokus pada tiga masalah konflik terhadap etnis minoritas, termasuk di
negara Rohingya Arakan, Burma.
“Kami prihatin tentang nasib orang Rohingya di Burma, yang menolak
kewarganegaraan oleh pemerintah Burma. Mereka menghadapi pelanggaran hak
asasi manusia seperti etnis minoritas lain, yang telah meninggalkan
negeri karena kurangnya kesempatan kerja. Kemudian mereka pergi dengan
kapal untuk negara-negara lain ASEAN, khususnya Indonesia dan Malaysia,
“katanya.
Dia mengatakan pertemuan itu sepakat “untuk memanggil Rohingya
hak-hak sebagai warga negara Burma Mereka harus memiliki hak untuk
berpartisipasi dalam pembangunan demokrasi di negara dengan cara yang
sama dengan mayoritas umat Buddha dan kelompok etnis lainnya.. Kami
berharap bahwa ASEAN akan mengusulkan ini ke rezim Burma, “menurut
sebuah laporan di situs web berita Thailand Prachatai pada hari Senin.
Pertemuan dua hari berjudul “Peoples Call untuk Keadilan dan
Perdamaian”, yang diselenggarakan oleh Dewan Organisasi Muslim Thailand
dan Inisiatif Nusantara untuk Keadilan dan Perdamaian (Nadi), Penang dan
LSM berbasis di Jakarta di Pusat Islam, Bangkok, fokus pada kampanye
militer, dampaknya, dan situasi manusia dari Rohingyas hak di Arakan,
Burma, Muslim di Yala, Narathiwat, Patani dan Satun, Thailand Selatan
dan The Bangsamoro di Mindanao, Filipina.
Itu akan diserahkan kepada pemerintah Thailand dan negara-negara
anggota ASEAN lainnya, mendesak mereka untuk menghindari opsi militer
untuk penyelesaian konflik mendukung strategi damai dan holistik untuk
penyelesaian sengketa, sosial-ekonomi pembangunan dan pemberdayaan
politik.
para pemimpin ASEAN akan berpartisipasi dalam KTT ASEAN berikutnya di
15 provinsi Prachaub Petchburi Kirikhan dan Thailand, dari 21 -25
Oktober 2009, di tengah-tengah keamanan yang ketat oleh pemerintah
Thailand. There is apprehension that anti-government groups would
disrupt the meeting as had happened in April. Ada kekhawatiran bahwa
kelompok-kelompok anti-pemerintah akan mengganggu pertemuan seperti yang
terjadi pada bulan April.
Tuntutan lain termasuk: promosi keterlibatan dan konsultasi antara
Amerika dan orang-orang mereka, kebutuhan untuk hidup sampai tanggung
jawab bersama untuk resolusi konflik dan perselisihan dan menghindari
opsi militer dalam menyelesaikan masalah, menurut pernyataan yang
dikeluarkan hari Sabtu.
Mereka juga meminta resolusi segera penderitaan dari Rohingyas,
kerusuhan Thailand Selatan dan perjuangan Bangsamoro di Filipina melalui
konsultasi bersama dan upaya kolektif antara semua pemerintah ASEAN
berdasarkan keadilan dan hak-hak sah rakyat.
Tentang pengungsi dan pekerja migran yang mereka sebut pada
pemerintah untuk meratifikasi Konvensi 1951 Berkaitan dengan Status
Pengungsi, Protokol 1967 perusahaan, 1954 Konvensi Mengenai Status Orang
Tanpa negara, Konvensi 1961 tentang Pengurangan Kewarganegaraan dan
Konvensi Internasional tahun 1990 Perlindungan Hak Semua Buruh Migran
dan Anggota Keluarganya.
Muslim pertama yang tercatat dalam sejarah Burma
Muslim pertama yang tercatat dalam sejarah Burma (dicatat dalam
Hmannan Yazawin atau
Glass Palace Chronicle ) adalah Byat Wi selama pemerintahan Mon, seorang Raja Thaton, sekitar tahun 1050 AD.
[1] Dia dibunuh bukan karena dia seorang Muslim, tetapi karena raja mengkhawatirkan kekuatannya.
Shwe Byin saudara dieksekusi
Kedua anak kakak Wi Byat Byat Ta, yang dikenal sebagai saudara Byin
Shwe, adalah anak-anak dihukum mati karena mereka menolak untuk mematuhi
perintah kerja paksa raja, mungkin karena kepercayaan agama mereka.
[2] [3]
Tetapi yakin bahwa mereka membunuh bukan karena mereka Muslim atau
karena mereka gagal untuk memberikan kontribusi terhadap pembangunan
pagoda tetapi karena raja atau orang berjalan di koridor kekuasaan di
istana khawatir tentang popularitas dan keterampilan. Ini jelas tercatat
dalam
Istana Kaca Chronicle dari Raja-raja Burma bahwa mereka tidak lagi dipercaya.
Pembunuhan Yaman Kan Nga
Rahman Khan (Nga Yaman Kan) adalah muslim lain dibunuh karena alasan
politik, karena pengkhianatan kepada raja sendiri dan jelas bukan
sebagai penganiayaan agama. Selama waktu perang, pahlawan nasional
terkenal Raja Kyansittha dikirim pemburu sebagai penembak jitu untuk
membunuh dia.
[5] [6]
Pembantaian di Arakan
Lain pembunuhan massal Muslim di Arakan mungkin bukan karena alasan
religius, tapi mungkin karena hanya politik dan keserakahan.
Shah Shuja adalah putra kedua dari Kaisar Mogul
Shah Jahan
yang membangun Taj Mahal yang terkenal dari India. Shah Shuja
kehilangan kepada saudaranya dan melarikan diri dengan keluarganya dan
tentara ke Arakan. Raja Arakan Sandathudama (1652-1687 M), memungkinkan
dia untuk menetap di sana. Dia ingin membeli kapal untuk pergi ke Mekah
dan bersedia membayar dengan perak dan emas. Tetapi raja Arakan meminta
putrinya dan juga menjadi serakah karena kekayaannyaAkhirnya setelah
upaya gagal diduga pada pemberontakan sultan dan semua pengikutnya
tewas. Orang-orang terlihat memiliki jenggot, simbol Islam, dipenggal
kepalanya, bukan karena mereka Muslim, tetapi karena mereka dengan mudah
diidentifikasi dari orang lain dengan fitur ini. Wanita itu dimasukkan
ke dalam penjara dan membiarkan mereka mati karena kelaparan. Oleh
karena itu, pembantaian ditargetkan pada pengungsi muslim dari India
bukan karena agama mereka, Islam, tetapi untuk alasan ekonomi atau
politik.
Muslim di bawah Bayintnaung
Muslim bertugas di bawah raja Burma Bayintnaung (1550-1589 M).
]Pada tahun 1559 Masehi setelah menaklukkan
Baru (Pegu) ia melarang umat Islam dari memiliki
halal
makan kambing dan ayam dengan tidak memungkinkan mereka untuk membunuh
hewan-hewan ini dalam nama Allah .Dia menunjukkan beberapa intoleransi
agama dan telah memaksa beberapa rakyatnya untuk mendengarkan khotbah
Buddha dan beberapa bahkan kata yang akan dikonversi dengan
kekerasan.Dia juga batasan tersebut Adha Edil, Kurbani pengorbanan sapi.
Muslim di bawah Alaungpaya
Raja
Alaungpaya (1752-1760) muslim dilarang untuk melakukan
halal pada ternak.
Bodawpaya
Raja Bodawpaya (1782-1819) menahan empat terkenal Burma Muslim
Moulvis (Imam) dari Myedu dan membunuh mereka di Ava, ibu kota, setelah
mereka menolak untuk makan daging babi.
[16]
Menurut Muslim Myedu dan Burma versi Islam ada tujuh gelap hari setelah
eksekusi itu dan raja kemudian meminta maaf dan diakui mereka sebagai
orang-orang kudus.
Anti-Islam dan anti-India Kerusuhan di bawah pemerintahan Inggris
Inggris Resmi White Paper
Dia adalah hakim di Rangoon, saksi kerusuhan, yang menulis bukunya berdasarkan
Inggris Resmi White Paper diberikan oleh
Komisi Simon (Royal Resmi Komisi, ditunjuk menurut Hukum Pemerintah India tahun 1919, The Chelmsford Montague-Undang.)
[19]
Anti-India dan sentimen anti-Islam mulai selama pemerintahan Inggris
Sentimen anti-India dimulai setelah Perang Dunia Pertama pada masa pemerintahan Inggris.
[20] Di Burma ada Muslim setengah juta pada tahun 1921 Lebih dari setengah orang India India Muslim.
[21]
Meskipun Burma umat Islam berbeda dari umat Islam India dan Burma umat
Islam India, Burma Budha menempatkannya bersama, bahkan dengan Hindu
India, dan memanggil mereka Kala.
[22]
Akar kebencian ini adalah:
Sebelumnya Muslim penganiayaan umat Buddha dan Hindu selama perang
penaklukan Mughal, di mana banyak Buddha dan Hindu secara paksa
dikonversi.
- Rendahnya standar hidup dari pendatang baru.
- migran Terkini ‘kesediaan untuk melakukan, kotor, pekerjaan sulit dan berbahaya.
- India mengambil alih tanah terutama Chittiers Burma.
- India sudah penuh dan memonopoli jasa pemerintah ketika Burma kemudian siap untuk pekerjaan-pekerjaan.
- Profesional kompetisi.
- Dunia resesi ekonomi tahun 1930 memperparah kompetisi untuk kue ekonomi berkurang.
Muslim di bawah U Nu
AFPFL mengusir Burma Kongres Muslim
BMC, Burma Kongres Muslim didirikan hampir bersamaan dengan
AFPFL,-Fasis Rakyat Anti Partai Kebebasan Jenderal Aung San dan U Nu
sebelum
Perang Dunia Kedua
. Pada tanggal 25 Desember 1945 di Pyin Mana, U Razak terpilih menjadi
Presiden BMC dan memutuskan untuk bergabung AFPFL U Razak terpilih AFPFL
Presiden di distrik Mandalay pada tahun 1946. Kemudian Gubernur
menerimanya sebagai anggota dewan konstitusional. Dia memiliki hubungan
sangat baik dengan Buddha dan bahkan fasih berbahasa Pali (Buddha suci
ini ditulis dalam bahasa kuno dari India). Ia menjadi Menteri Pendidikan
dan Perencanaan di’s (Bogoke Jenderal Aung San) Pemerintah dan kemudian
dibunuh dengan dia.
[35]
Tapi ia mendukung kebijakan utama AFPFL: yang melawan partisi sepanjang
masyarakat atau garis agama.U Razak dan beberapa rekan-nya keberatan
terhadap perjuangan mereka menuntut jaminan konstitusional khusus untuk
kaum minoritas Muslim Burma. Jadi, meskipun U Razak adalah, sangat
populer penting dan pemimpin Muslim terkemuka Burma yang berhasil
diselenggarakan Burma umat Islam untuk bisa mendapatkan catatan resmi
bahwa mereka telah berpartisipasi sejak awal perjuangan menuju
kemerdekaan Burma Nasional.
dia berdiri dari bersatu Burma (Myanmar) bangsa mengorbankan
kepentingan jangka panjang untuk menjamin hak-hak minoritas muslim Burma
puas bukan hanya para pemimpin Buddha Burma dari AFPFL, tapi anehnya
juga Pemerintah Inggris. Mungkin karena itu ia mendapat banyak
penghargaan pribadi. U Raschid dan lebih menonjol U Khin Maung Lat,
berikut kebijakan umum mengorbankan Hak dan Kepentingan Masyarakat
Muslim Burma untuk ‘negara dan partai mereka Tidak heran sebagian besar
Muslim Burma kemudian menolak untuk menganggap atau mengakui ini
‘tertarik’ politisi kawakan diri sebagai wakil sejati atau penyelamat
Menteri. Perdana U Nu, hanya beberapa bulan setelah kemerdekaan Burma,
Burma Muslim meminta Kongres untuk mengundurkan diri yang keanggotaan
dari AFPFL. Menanggapi bahwa U Khin Maung Lat, Presiden baru BMC,
memutuskan untuk menghentikan kegiatan Agama Islam dari BMC dan
bergabung dengan AFPFL. Kemudian ia menjadi Menteri Kehakiman tetapi
tidak lagi mewakili keinginan masyarakat Muslim Burma. Yang baru
terbentuk Burma Liga Muslim meminta departemen pemerintah khusus untuk
urusan Muslim untuk menentukan masa depan mereka sendiri, sama seperti
untuk minoritas lain, yang telah Ministries Yangon dan pemerintah di
negara-negara mereka Nu. U menghilangkan Muslim Burma Kongres dari AFPFL
pada tanggal 30 September 1956. U Nu menetapkan Buddhisme Kemudian
sebagai agama negara Burma melawan kehendak minoritas etnis dan berbagai
organisasi keagamaan termasuk Burma Muslim Nu. U, seorang penganut
Budha yang taat, yang ditekan oleh pedagang Hindi berpengaruh dan kaya
yang memerintahkan larangan dari pemotongan ternak. Meskipun ia santai
bahwa selama Edd Kurbani (Hariraya Haji), umat Islam harus mengajukan
permohonan ijin untuk setiap ternak dan ketat mengikuti prosedur di
bawah pengawasan polisi. Meskipun Jenderal Ne Win dicabut urutan pertama
dan membiarkan pembantaian sapi untuk konsumsi sehari-hari, urutan
kedua dari pembatasan ketat untuk korban tetap sampai dengan saat ini.
sebuah masjid resmi Bahkan yang gagal untuk mematuhi jumlah ternak yang
diizinkan ditangkap dan dihukum. Beberapa Muslim mengeluh bahwa
pemerintah U Nu itu telah membuat kondisi yang lebih sulit dan peraturan
untuk ibadah haji dari peziarah Buddha akan Sri Lanka dan Nepal.