Pages

Subscribe:

Senin, 02 Maret 2015

SRI JAYANEGARA


Sepeninggal Kertarajasa pada tahun 1309, putranya Jayanagara dinobatkan menjadi raja dengan bergelar Sri Sundarapandyadewadhiswara nama rajabhiseka Wikramottunggadewa. Pada waktu ayahnya masih memerintah, yakni pada tahun 1296, sebagai seorang putra mahkota Jayanagera telah berkedudukan sebagai kumararaja (raja muda) di Daha.


Kertarajasa memiliki tujuh orang dharmaputera (pangalasan wineh suka = pejabat-pejabat yang diberi anugerah raja) yaitu Semi, Kuti, Pangsa, Wedeng, Yuyu, Tanca dan Banyak. Mereka tidak puas dengan penobatan Jayanagara sebagai raja Majapahit, maka mereka mengadakan komplotan untuk menggulingkan Sang Prabhu. Namun menurut adat peraturan, mereka tidak mempunyai wewenang untuk mewaris tahta kerajaan.

Sehabis penyerbuan benteng Pajarakan pada tahun 1316 yang mengakibatkan Nambi dengan segenap keluarganya dibunuh (karena ulah Mahapati), menyusullah pemberontakan Semi pada tahun 1318, yang disusul dengan pemberontakan Kuti pada tahun 1319. Semi dan Kuti adalah dua dari tujuh orang dharmaputera di kerajaan Majapahit, mereka itu juga binasa akibat fitnah Mahapati. Setelah terjadinya dua pemberontakan ini, rupa-rupanya raja baru sadar akan kekeliruannya untuk mempercayai Mahapati, maka atas perintahnya Mahapati ditangkap dan dibunuh.

Dalam peristiwa pemberontakan Kuti, muncullah seorang tokoh yang kemudian akan memegang peranan penting dalam sejarah Majapahit, yaitu Gajah Mada. Pada waktu itu ia berkedudukan sebagai seorang anggota pasukan pengawal raja (bekel bhayangkari). Berkat siasat Gajah Mada dalam peristiwa di Bedander, raja dapat diselamatkan dan Kuti dapat dibunuh. Setelah amukti palapa selama dua bulan, sebagai anugerah raja, Gajah Mada diangkat menjadi patih di Kahuripan, kemudian dinaikkan pangkatnya menjadi patih di Daha.
Pada masa pemerintahanan Jayanagara hubungan dengan Cina rupa-rupanya telah pulih kembali, utusan dari Cina datang setiap tahun mulai tahun 1325 sampai dengan 1328. Utusan yang datang pada tahun 1325 dipimpin oleh Seng-chia-liyeh, mungkin dapat diidentifikasikan sebagai Seng-ch'ia-lieh-yu-lan. Raja Jawa pada waktu itu disebutkan dengan nama Cha-ya-na-ko-nai, yang merupakan transliterasi Cina dari Jayanagara.

Dalam tahun 1321 Odorico di Pordenone mengunjungi Jawa, ia menceritakan bahwa raja Jawa mempunyai tujuh orang raja takluk, istananya penuh dengan perhiasan emas, perak dan permata. Khan yang agung dari Cathay sering bermusuhan dengan raja Jawa, tetapi selalu dapat dikalahkan oleh raja Jawa. Pulau Jawa amat padat penduduknya dan menghasilkan rempah-rempah.

Dari masa pemerintahan raja Jayanagara hanya dikenal tiga buah prasasti yang dikeluarkan olehnya, yaitu prasasti Tuhanaru, prasasti Balambangan dan prasasti Balitar I. Prasasti Tuhanaru yang berangka tahun 1245 Saka (13 Desember 1323) berisi penetapan kembali desa Tuhanaru dan Kusambyan sebagai daerah swatantra atas permohonan Dyah Makaradhwaja. Permohonan itu dikabulkan oleh raja karena Dyah Makaradhwaja telah menunjukkan kesetiaan dan kebaktiannya kepada raja, mempertaruhkan jiwanya demi teguhnya kedudukan raja di atas singhasana memerintah seluruh mandala pulau Jawa. Karena kesetiaannya itu Dyah Makaradhwaja dianggap sebagai anak oleh raja.

Prasasti Balambangan yang hanya tinggal satu lempeng, memperingati penetapan daerah Balambangan sebagai daerah pendidikan, karena para rama daerah Balambangan telah menunjukkan kebaktiannya kepada raja dan membantu tegaknya kedudukan raja di atas singgasana, menghancurkan kejahatan di dunia, dan menghapuskan jaman kaliyuga. Prasasti ini dikeluarkan sehubungan dengan selesainya penumpasan pemberontakan Nambi.

Prasasti Balitar I dipahatkan pada sebuah batu, dan ditemukan di daerah Blitar, prasasti ini sudah sangat usang sehingga sulit dibaca, angka tahunnya ialah 1246 Saka (5 Agustus 1324) dan menyebutkan gelar abhiseka Jayanagara sebagai Sri Sundarapandyadewa nama maharajabhiseka Sri Wisnuwangsa ....

Pada tahun 1328 raja Jayanagara meninggal karena dibunuh oleh Tanca, seorang dharmaputera yang bertindak sebagai tabib, peristiwa pembunuhan ini dalam kitab Pararaton disebut dengan patanca. Tanca seketika itu juga dibunuh oleh Gajah Mada.

Raja Jayanagara dicandikan di dalam Pura, di Sila Petak dan Bubat, ketiganya dengan arca Wisnu, dan di Sukhalila dengan Amoghasiddhi.

Penerima Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera dan Bintang Jasa dalam rangka HUT Kemerdekaan RI ke-69

PDF Cetak

PENERIMA TANDA KEHORMATAN BINTANG MAHAPUTERA
DAN BINTANG JASA DALAM RANGKA HUT KEMERDEKAAN RI KE-69 TAHUN 2014
 
 
1. Hj. Herawati Boediono
Isteri Wakil Presiden RI
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
2. Mayjen Pol (Purn) Drs. Sidarto Danusubroto, S.H.
Ketua MPR RI Periode 8 Juli 2013-2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
3. Hj. Melani Leimena Suharli
Wakil Ketua MPR RI Periode 2009-2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
4. Drs. Hajriyanto Y. Thohari, M.A.
Wakil Ketua MPR RI Periode 2009-2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
5. Drs. Lukman Hakim Saifuddin

Wakil Ketua MPR RI Periode 2009-2014
Menteri Agama KIB II Periode 9 Juni 2014 s.d. 19 Oktober 2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
6. Dr. Ahmad Farhan Hamid, M.S.

Wakil Ketua MPR RI Periode 2009-2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
7. Dr. H. Marzuki Alie, S.E., M.M.

Ketua DPR RI Periode 2009-2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
8. Drs. H. Priyo Budi Santoso
Wakil Ketua DPR RI Periode 2009-2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
9. Dr. Ir. H. Pramono Anung Wibowo, M.M.
Wakil Ketua DPR RI Periode 2009-2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
10. Dr. Muhammad Sohibul Iman, Ph.D.
Wakil Ketua DPR RI Periode 2009-2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
11. Ir. Taufik Kurniawan, M.M.

Wakil Ketua DPR RI Periode2 Maret 2010-2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
12. Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA
Menteri Pendidikan Periode 21 Okober 2004-22 Oktober 2009
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
13. Dr. (H.C.) Muhammad Maftuh Basyuni, S.H.
Menteri Agama Periode 21 Okober 2004-22 Oktober 2009
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
14. Dr. Sofyan A. Djalil, S.H., M.A., MALD
Menneg BUMN Periode 7 Mei 2007 - Oktober 2009
Menteri Komunikasi dan Informatika Periode 21 Oktober 2004 - Mei 2007
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
15. Dr. Kusmayanto Kadiman
Menneg Riset dan Teknologi/Kepala BPPT Periode 21 Oktober 2004 - 22 Oktober 2009
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
16. Adihyaksa Dault, S.H., M.Si.
Menneg Pemuda dan Olahraga Periode 21 Oktober 2004 - 22 Oktober 2009
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
17. Dr. Mohammad Yusuf Asy'ari, Ak., M.Si.
Menneg Perumahan Rakyat Periode 21 Oktober 2004 - 22 Oktober 2009
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
18. Chairul Tanjung
Menko Bidang Perekonomian KIB II Periode Mei 2014 - 19 Oktober 2014
Ketua Komite Ekonomi Nasional, Periode 20 Mei 2010 - sekarang
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
19. Dr. R.M. Marty M. Natalegawa
Menteri Luar Negeri KIB II Periode 22 Oktober 2009 - 19 Oktober 2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
20. Agus D.W. Martowardojo
Mentaeri Keuangan KIB II Periode 20 Mei 2010 - 19 April 2013
Gubernur Bank Indonesia Periode 23 Mei 2013 - sekarang
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
21. Mohamad Suleiman Hidayat
Menteri Perindustrian KIB II Periode 22 Oktober 2009 - 19 Oktober 2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
22. Zulkifli Hasan, S.E., M.M.
Menteri Kehutanan KIB II Periode Mei 2014 - 19 Oktober 2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
23. Evert Erenst Mangindaan, S.IP.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Periode 22 Oktober 2009 - 19 Oktober 2011
Menteri Perhubungan KIB II Periode 19 Oktober 2011 - 19 Oktober 2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
24. Dr. H. Salim Segaf Aljufri, M.A.
Menteri Sosial KIB Periode 22 Oktober 2009 - 19 Oktober 2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
25. Ir. H. Tifatul Sembiring
Menteri Komunikasi dan Informatika KIB II Periode 22 Oktober 2009 - 19 Oktober 2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
26. Prof. Dr. Ir. H. Gusti Mohammad Hatta
Menteri Lingkungan Hidup Periode 22 Oktober 2009 - 19 Oktober 2011
MenteriRiset dan Teknologi KIB II Periode 19 Oktober 2011 - 19 Oktober 2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
27. Dr. Sjarifuddin Hasan, M.M., MBA.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah KIB II Periode 22 Oktober 2009 - 19 Oktober 2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
28. Linda Amalia Sari, S.IP.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak KIB II Periode 22 Oktober 2009 - 19 Oktober 2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
29. Ir. H. Azwar Abubakar, M.M.
Wakil Gubernur Aceh Periode 2000-2004
Gubernur Aceh Periode 19 Juli 2004-30 Desember 2015
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara KIB II Periode 19 Oktober 2011 - 19 Oktober 2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
30. Ir. H. Ahmad Helmy Faisal Zaini

Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal KIB II Periode 22 Oktober 2009 - 19 Oktober 2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
31. Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana, S.E., M.A.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas KIB II Periode 22 Oktober 2009 - 19 Oktober 2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
32. Dr. Ir. Mustafa Abubakar, M.Si.

Gubernur Aceh Periode 30 Desember 2005 - 8 Februari 2007
Direktur Utama Perum BULOG Periode 2007 - 2009
Menteri Badan Usaha Milik Negara KIB II Periode 22 Oktober 2009 - 19 Oktober 2011;
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
33. Dr. (H.C) Hendarman Soepandji, S.H., C.N.

Jaksa Agung Periode 9 Mei 2007 - 24 September 2010
Kepala BPN Periode 14 Juni 2012 - sekarang
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
34. Basrief Arief, S.H., M.H.

Jaksa Agung Periode 26 November - sekarang
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
35. Dr. Dipo Alam, M.E.A.

Sekretaris Kabinet Periode 7 Januari 2010 - sekarang
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
36. Jenderal Polisi (Purn) Timur Pradopo

Kapolri Periode 22 Oktober 2010 - 23 Oktober 2013
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
37. Mayjen TNI (Purn) Dr. Syamsul Maarif, S.IP., M.Si.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Periode 22 Oktober 2010 - 23 Oktober 2013
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
38. K.H. Ma'ruf Amin

Anggota Wantimpres Periode 2012 - 2014
Bintang Mahaputera Adipradana
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
39. Ir. H. Alex Nurdin, S.H.

Gubernur Sumatera Selatan
Bintang Mahaputera Utama
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
40. Brigjen TNI (Purn)Abraham Octavianus Atururi

Gubernur Papua Barat Periode 2006 - sekarang
Bintang Mahaputera Utama
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
41. Dr. (H.c.) Sofyan Basir, Ak.,S.E.

Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia Periode 17 Mei 2005 - sekarang
Bintang Mahaputera Utama
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
42. Hasan Bisri, S.E., M.M.

Anggota BPK RI Periode 2004 - 2009 dan 2009 - 2014
Wakil Ketua BPK RI Periode 2011 - 2014
Bintang Mahaputera Nararya
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
43. Drs. Sapto Amal Damandari, Ak.

Anggota II BPK RI Periode 2007 - 2012 dan 2013 - 2017
Bintang Mahaputera Nararya
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
44. Lambock V. Nahattands, S.H., M.H.

Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Periode 2011 - 2014
Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara tmt 28 April - sekarang
Bintang Mahaputera Nararya
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
45. Prof. Dr. Lukman Hakim, M.Sc., Ph.D., Apt.

Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Periode 2010 - sekarang
Bintang Mahaputera Nararya
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
46. Sri Rejeki Chasanah Soedarsono

Aktivis Bidang Kesejahteraan Sosial, Pendidikan, Kesehatan dan Kemanusiaan
Bintang Mahaputera Nararya
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
47. Dr. H. Awang Faroek Ishak, M.Si.

Gubernur Kalimantan Timur Periode 2008 - 2013 dan 2013 - 2018
Bintang Jasa Utama
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
48. Prof. Dr. H. Mardiasmo, MBA, Ak., CA., QIA, CfrA

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Periode 2010 - sekarang
Bintang Jasa Utama
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
49. Drs. Eko Sutrisno, M.Si

Kepala Badan Kepegawaian Negara Periode 2012 - sekarang
Bintang Jasa Nararya
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
50. Kolonel (Purn) Surachman, S.IP

Atlet Ultra Marathon
Bintang Jasa Nararya
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
51. Pdt. Lipiyus Biniluk, S.Th.

Tokoh Masyarakat Papua aktif dalam memperjuangkan kerukunan umat beragama di wilayah Papua
Bintang Jasa Nararya
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
52. Nicholas Jouwe

Tokoh Masyarakat Papua aktif dalam membantu diplomasi Papua di Fora Internasional
Bintang Jasa Nararya
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
53. Nicholas Simion Messet

Tokoh Masyarakat Papua aktif dalam membantu diplomasi Papua di Fora Internasional
Bintang Jasa Nararya
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
54. Frans Albert Yoku

Tokoh Masyarakat Papua aktif dalam membantu diplomasi Papua di Fora Internasional
Bintang Jasa Nararya
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014
55. Drh. Constant Karma

Tokoh Masyarakat Papua aktif memajukan bidang kesehatan di wilayah Papua khususnya penanggulangan HIV / AIDS
Bintang Jasa Nararya
Keppres No.65/TK/Tahun 2014, Tanggal 11 Agustus 2014

PEMBERONTAKAN ANGKATAN PERANG RATU ADIL (APRA)


Share on :



Kepercayaan rakyat Indonesia akan datangnya Ratu Adil dimanfaatkan Westerling untuk meraih massa guna mewujudkan keinginannya. Kepercayaan tersebut memperlihatkan bahwa sebagian rakyat Indonesia yang telah lama menderita karena penjajahan, baik oleh Belanda atau Jepang, mendambakan datangnya suatu masa kemakmuran seperti yang terdapat dalam ramalan Jayabaya.
A.    Peran Westerling dalam Pembentukan APRA
Raymond Pierre Paul Westerling lahir di Istanbul, 31 Agustus 1919 dan meninggal di Belanda, 26 November 1987 pada usia 68 tahun. Westerling lahir sebagai anak kedua dari Paul Westerling dan Sophia Moutzou. Dia komandan pasukan Belanda yang terkenal karena memimpin Pembantaian Westerling pada tahun 1946 sampai 1947 di Sulawesi Selatan dan percobaan kudeta APRA di Bandung, Jawa Barat.
Westerling yang dijuluki si Turki karena lahir di Istanbul, mendapat pelatihan khusus di Skotlandia. Dia masuk dinas militer pada 26 Agustus 1941 di Kanada. Pada 27 Desember 1941 dia tiba di Inggris dan bertugas di Brigade Prinses Irene di Wolverhampton, dekat Birmingham.
Westerling termasuk 48 orang Belanda sebagai angkatan pertama yang memperoleh latihan khusus di Commando Basic Training Centre di Achnacarry, di Pantai Skotlandia yang tandus, dingin dan tak berpenghuni. Melalui pelatihan yang sangat keras dan berat, mereka dipersiapkan untuk menjadi komandan pasukan Belanda di Indonesia. Seorang instruktur Inggris sendiri mengatakan pelatihan ini sebagai neraka di dunia. Pelatihan dan pelajaran yang mereka peroleh antara lain perkelahian tangan kosong, penembakan tersembunyi, berkelahi dan membunuh tanpa senjata api, membunuh pengawal dan sebagainya. Setelah bertugas di Eastbourne sejak 31 Mei 1943, maka bersama 55 orang sukarelawan Belanda lainnya pada 15 Desember 1943, Sersan Westerling berangkat ke India untuk betugas di bawah Laksamana Madya Mountbatten Panglima Komando Asia Tenggara. Mereka tiba di India pada 15 Januari 1944 dan ditempatkan di Kedgaon, 60 km di utara kota Poona.
Pada 20 Juli 1946, Westerling diangkat menjadi komandan Depot Speciale Troepen (DST) atau Depot Pasukan Khusus. Awalnya, penunjukkan Westerling memimpin DST ini hanya untuk sementara sampai diperoleh komandan yang lebih tepat dan pangkatnya pun tidak dinaikkan, tetap Letnan II (Cadangan). Namun dia berhasil meningkatkan mutu pasukan menjelang penugasan ke Sulawesi Selatan dan setelah berhasil menumpas perlawanan rakyat pendukung Republik di Sulawesi Selatan, dia dianggap sebagai pahlawan namanya membumbung tinggi.
B.     Latar Belakang Terjadinya Pemberontaka APRA
APRA merupakan pemberontakan yang paling awal terjadi setelah Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda. Hasil Konferensi Meja Bundar yang menghasilkan suatu bentuk negara Federal untuk Indonesia dengan nama RIS (Republik Indonesia Serikat). Suatu bentuk negara ini merupakan suatu proses untuk kembali ke NKRI, karena memang hampir semua masyarakat dan perangkat-perangkat pemerintahan di Indonesai tidak setuju dengan bentuk negara federal. Tapi juga tidak sedikit yang tetap menginginkan Indonesia dengan bentuk negara federal, hal ini menimbulkan banyak pemberontakan-pemberontakan atau kekacauan-kekacauan yang terjadi pada saat itu. Pemberontakan- pemberontakan ini dilakukan oleh golongan- golongan tertentu yang mendapatkan dukungan dari Belanda karena merasa takut jika Belanda meninggalkan Indonesia maka hak-haknya atas Indonesia akan hilang.
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dibawah pimpinan Kapten Raymond Westerling merupakan gerakan yang didalangi oleh golongan kolonialis Belanda. Salah satu landasan bagi gerakan APRA ini adalah kepercayaan rakyat Indonesia akan datangnya Ratu Adil. Westerling memahami bahwa sebagian rakyat Indonesia yang telah lama menderita karena penjajahan, baik oleh Belanda atau Jepang, mendambakan datangnya suatu masa kemakmuran seperti yang terdapat dalam ramalan Jayabaya. Menurut ramalan itu akan datang seorang pemimpin yang disebut Ratu Adil, yang akan memerintah rakyat dengan adil dan bijaksana, sehingga keadaan akan aman dan damai dan rakyat akan makmur dan sejahtera. Tidak hanya rakyat-rakyat biasa yang dihimpun Westerling untuk menjadi tentaranya tetapi mantan tentara KNIL yang pro terhadap Belanda juga ikut menjadi bagian dari tentara APRA. Ada satu hal yang menarik bahwa kendaraan-kendaraan yang digunakan oleh KNIL maupun KL dalam melancarkan aksinya diberi tanda segitiga orange sebagai lambang negara Belanda
Sebenarnya organisasi ini sudah dibentuk sebelum Konferensi Meja Bundar itu disahkan. Pada bulan November 1949, dinas rahasia militer Belanda menerima laporan, bahwa Westerling telah mendirikan organisasi rahasia yang mempunyai pengikut sekitar 500.000 orang. Laporan yang diterima Inspektur Polisi Belanda J.M. Verburgh pada 8 Desember 1949 menyebutkan bahwa nama organisasi bentukan Westerling adalah "Ratu Adil Persatuan Indonesia" (RAPI) dan memiliki satuan bersenjata yang dinamakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Pengikutnya kebanyakan adalah mantan anggota KNIL dan yang melakukan desersi dari pasukan khusus KST/RST. Dia juga mendapat bantuan dari temannya orang Tionghoa, Chia Piet Kay, yang dikenalnya sejak berada di kota Medan.
Tujuan Westerling membentuk APRA ini adalah mengganggu prosesi pengakuan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 27 Desember 1949. Upaya itu dihalangi oleh Letnan Jenderal Buurman van Vreeden, Panglima Tertinggi Tentara Belanda. Tujuan lainnya adalah untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia dan adanya tentara tersendiri pada negara-negara bagian RIS .
C.    Jalannya Pemberontakan APRA
Pemberontakan yang dilakukan oleh Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh mantan Kapten KNIL Raymond Westerling bukanlah pemberontakan yang dilancarkan secara spontan. Pemberontakan ini telah direncanakan sejak beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling dan bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda.
Pada 25 Desember 1949 malam, sekitar pukul 20.00 Westerling menghubungi Letnan Jenderal Buurman van Vreeden, Panglima Tertinggi Tentara Belanda untuk menanyakan bagaimana pendapat van Vreeden mengenai rencananya untuk melakukan kudeta terhadap Soekarno setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda terhadap Indonesia. Van Vreeden memang telah mendengar berbagai rumor, antara lain ada sekelompok militer yang akan mengganggu jalannya penyerahan kedaulatan, tidak terkecuali rumor mengenai pasukan yang dipimpin oleh Westerling. Jenderal van Vreeden, sebagai yang harus bertanggung-jawab atas kelancaran penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949 tersebut memperingatkan Westerling agar tidak melakukan tindakan seperti apa yang diungkapkan padanya.
Pada hari Kamis tanggal 5 Januari 1950, Westerling mengirim surat kepada pemerintah RIS yang isinya adalah sebuah ultimatum. Westerling menuntut agar Pemerintah RIS menghargai negara-negara bagian, terutama Negara Pasundan serta Pemerintah RIS harus mengakui APRA sebagai tentara Pasundan. Pemerintah RIS harus memberikan jawaban positif terkait ultimatum tersebut dalm waktu 7 hari dan apabila ditolak, maka akan timbul perang besar. Ultimatum Westerling ini tentu menimbulkan kegelisahan tidak saja di kalangan RIS, namun juga di pihak Belanda dan dr. H.M. Hirschfeld, Nederlandse Hoge Commissaris (Komisaris Tinggi Belanda) yang baru tiba di Indonesia. Kabinet RIS menghujani Hirschfeld dengan berbagai pertanyaan yang membuatnya menjadi sangat tidak nyaman. Menteri Dalam Negeri Belanda, Stikker menginstruksikan kepada Hirschfeld untuk menindak semua pejabat sipil dan militer Belanda yang bekerjasama dengan Westerling.
Pada 10 Januari 1950 Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa pihak Indonesia telah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Westerling. Sebelumnya, ketika Lovink masih menjabat sebagai Wakil Tinggi Mahkota (WTM), dia telah menyarankan Hatta untuk mengenakan pasal exorbitante rechten terhadap Westerling. Sementara itu, Westerling mengunjung Sultan Hamid II di Jakarta. Sebelumnya, mereka pernah bertemu bulan Desember 1949. Westerling menerangkan tujuannya, dan meminta Hamid menjadi pemimpin gerakan mereka. Hamid ingin mengetahui secara rinci mengenai organisasi Westerling tersebut, namun dia tidak memperoleh jawaban yang memuaskan dari Westerling. Pertemuan hari itu tidak membuahkan hasil apapun.
Pertengahan Januari 1950, Menteri UNI dan Urusan Provinsi Seberang Lautan, Mr.J.H. van Maarseven berkunjung ke Indonesia untuk mempersiapkan pertemuan Uni Indonesia-Belanda yang akan diselenggarakan pada bulan Maret 1950. Hatta menyampaikan kepada Maarseven, bahwa dia telah memerintahkan kepolisian untuk menangkap Westerling. Ketika berkunjung ke Belanda, Menteri Perekonomian RIS Juanda pada 20 Januari 1950 menyampaikan kepada Menteri Götzen, agar pasukan elit RST yang dipandang sebagai faktor risiko, secepatnya dievakuasi dari Indonesia. Sebelum itu, satu unit pasukan RST telah dievakuasi ke Ambon dan tiba di Ambon tanggal 17 Januari 1950. Pada 21 Januari Hirschfeld menyampaikan kepada Götzen bahwa Jenderal Buurman van Vreeden dan Menteri Pertahanan Belanda Schokking telah menggodok rencana untuk evakuasi pasukan RST.
Namun upaya mengevakuasi Reciment Speciaale Troepen, gabungan baret merah dan baret hijau terlambat dilakukan. Westerling mendengar mengenai rencana tersebut dari beberapa bekas anak buahnya, sebelum deportasi pasukan RST ke Belanda dimulai, pada 23 Januari 1950 Westerling melancarkan "kudetanya." Subuh pukul 4.30 hari itu, Letnan Kolonel KNIL T. Cassa menelepon Jenderal Engles dan melaporkan: "Satu pasukan kuat APRA bergerak melalui Jalan Pos Besar menuju Bandung." Namun laporan Letkol Cassa tidak mengejutkan Engles, karena sebelumnya, pada 22 Januari pukul 21.00 dia telah menerima laporan, bahwa sejumlah anggota pasukan RST dengan persenjataan berat telah melakukan desersi dan meninggalkan tangsi militer di Batujajar. Mayor KNIL G.H. Christian dan Kapten KNIL J.H.W. Nix melaporkan, bahwa "compagnie Erik" yang berada di Kampemenstraat juga akan melakukan desersi pada malam itu dan bergabung dengan APRA untuk ikutserta dalam kudeta, namun dapat digagalkan oleh komandannya sendiri, Kapten G.H.O. de Witt. Engles segera membunyikan alarm besar dan segera menghubungi Letnan Kolonel TNI Sadikin, Panglima Divisi Siliwangi. Engles juga melaporkan kejadian ini kepada Jenderal Buurman van Vreeden di Jakarta.
Mulanya penduduk kota Bandung tidak terlalu curiga karena adalah hal yang biasa tentara hilir mudik keluar masuk kota Bandung pada masa itu, walau Perang kemerdekaan dianggap sudah berakhir.  Tentara APRA pada saat itu  menggunakan truk,  jeep, motorfiets, serta ada yang berjalan kaki dengan seragam dan bersenjata lengkap dan jumlahnya ditaksir antara 500-800  personel.
Namun ketika mereka mengadakan steling di gang-gang di sepanjang jalan Cimahi-Bandung sambil melepas tembakan ke udara.  Bahkan  ada di antara mereka yang mengarahkan tembakan  kebeberapa rumah penduduk. Barulah setelah mendengar suara tembakan tersebut,  warga seketika menjadi was-was. Sejumlah polisi yang menjaga pos-pos sepanjang  jalan raya Cimindi-Cibereum dilucuti senjatanya. Sesampainya di kota kepanikan rakyat semakin menjadi-jadi, banyak toko dan rumah ditutup dan jalanan pun menjadi sepi.
Di jalan perapatan Banceuy, seorang TNI yang mengendarai jip dan tidak bersenjata diberhentikan. Tentara itu diperintahkan untuk turun dan mengangkat tangan lalu dengan keji ditembak mati.  Pasukan APRA bergerak di Jalan Braga, di muka Apotheek Rathkam sebuah mobil sedan juga diberhentikan.  Tiga penumpangnya juga diperintahkan untuk turun, di antaranya seorang perwira TNI. Tanda pangkat perwira itu diambil dan kemudian dia dibunuh.  Dua orang sipil yang bersama tentara tadi kemudian diangkut  dengan truk.
Tentara APRA juga mengadakan aksi di depan Hotel Preanger. Mereka menyerang sebuah truk berisi tiga orang TNI. Perlawanan dari TNI baru terjadi di Jalan Merdeka, sekalipun tidak seimbang. Setelah tembak-menembak sekitar 15 menit, 10 orang TNI gugur. Tentara APRA juga menyerang truk yang dikendarai 7 orang serdadu TNI di perempatan Suniaraja-Braga. Truk itu ditembaki dari depan dan belakang.
Perlawanan yang  cukup hebat terjadi di Kantor Kwartir Divisi Siliwangi Oude Hospitaalweg.  Satu regu stafdekking TNI terdiri dari 15 orang dipimpin Letkol (Overste ) Sutoko  dikepung tentara APRA yang jumlahnya lebih banyak.  Benar-benar pertempuran sampai peluru terakhir. Letkol Sutoko,  Letkol Abimanyu dan seorang opsir lainnya dapat menyelamatkan diri.  Lainnya tewas. Markas itu diduduki dan tentara APRA merampok brandkas sebesar F150.000.
Pertempuran juga terjadi di kantor stafkwartier Divisi Siliwangi Jalan Lembang. Satu rgu stafdekking TNI terdiri dari 15 orang dipimpin Overste Sutoko dengan tiba2 dikerubungi oleh ratusan APRA. Pertempuran berlangsung kurang lebih setengah jam. Pertempuran dilakukan hingga peluru terakhir. Everste Sutoko, Abimanyu, dan seorang opsir lainnya dapat menyelamatkan diri, lainnya tewas. APRA kemudian berhasil menduduki stafkwartier dan membongkar brandkast yang isinya Rp. 150.000, jumlah yang cukup besar untuk saat itu. Selain itu, mayat-mayat dari TNI dan sipil pun bergelimpangan antara jalan Braga hingga jalan Jawa. Di antara orang-orang sipil yang tewas, kabarnya menjadi korban karena mereka berani menjawab “Jogja”, ketika ditanyakan “Pilih Pasundan atau Jogja?” oleh pasukan APRA.
Perwira TNI lainnya yang gugur ialah Letkol Lembong dan ajudannya Leo Kailola.  Mereka dihujani peluru ketika hendak masuk Markas Divisi Siliwangi yang ternyata sudah diduki oleh gerombolan APRA.  Keseluruhan 79 orang menajdi korban  keganasan gerombolan ini.  Mereka adalah 61 serdadu TNI  dan 18 orang lainnya yang tidak diketahui namanya karena tidak mempunyai tanda-tanda  atau surat dalam  pakaiannya.
Sementara Westerling memimpin penyerangan di Bandung, sejumlah anggota pasukan RST dipimpin oleh Sersan Meijer menuju Jakarta dengan maksud menangkap Presiden Sukarno dan menduduki gedung-gedung pemerintahan. Namun dukungan dari pasukan KNIL lain dan TII (Tentara Islam Indonesia) yang diharapkan Westerling tidak muncul, sehingga "serangan" ke Jakarta gagal total. Demikian juga secara keseluruhan, pelaksanaan "kudeta" tidak seperti yang diharapkan oleh Westerling dan anak buahnya.
Setelah puas melakukan pembantaian di Bandung, seluruh pasukan RST dan satuan-satuan yang mendukungnya kembali ke tangsi masing-masing. Westerling sendiri berangkat ke Jakarta, di mana dia pada 24 Januari 1950 bertemu lagi dengan Sultan Hamid II di Hotel Des Indes. Hamid yang didampingi oleh sekretarisnya, dr. J. Kiers, melancarkan kritik pedas terhadap Westerling atas kegagalannya dan menyalahkan Westerling telah membuat kesalahan besar di Bandung. Tak ada perdebatan, dan sesaat kemudian Westerling pergi meninggalkan hotel.
Setelah itu terdengar berita bahwa Westerling merencanakan untuk mengulang tindakannya. Pada 25 Januari Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa Westerling, didukung oleh RST dan Darul Islam, akan menyerbu Jakarta. Engles juga menerima laporan, bahwa Westerling melakukan konsolidasi para pengikutnya di Garut, salah satu basis Darul Islam waktu itu.
Aksi militer yang dilancarkan oleh Westerling bersama APRA yang antara lain terdiri dari pasukan elit tentara Belanda, tentu menjadi berita utama media massa di seluruh dunia. Hugh Laming, koresponden Kantor Berita Reuters yang pertama melansir pada 23 Januari 1950 dengan berita yang sensasional. Osmar White, jurnalis Australia dari Melbourne Sun memberitakan di halaman muka: "Suatu krisis dengan skala internasional telah melanda Asia Tenggara." Untuk dunia internasional, Belanda sekali lagi duduk di kursi terdakwa. Duta Besar Belanda di AS, van Kleffens melaporkan bahwa di mata orang Amerika, Belanda secara licik sekali lagi telah mengelabui Indonesia, dan serangan di Bandung dilakukan oleh "de zwarte hand van Nederland" (tangan hitam dari Belanda).
D.    Penumpasan APRA
Ketika terjadi pemberontakan APRA tidak dilakukan perlawanan yang berarti, hal ini disebabkan karena beberapa faktor. Pertama, karena serangan dilakukan dengan sangat tiba-tia, pembalasan tembakan pun tidak dilakukan karena orang-orang APRA bercampur dengan orang KNIL dan KL. Sedangkan mengenai latar belakang aksinya, diduga keras bahwa APRA ingin mendukung berdirinya negara Pasundan, supaya negara ini bisa berdiri tanpa gangguan TNI dan menggunakan APRA sebagai angkatan perangnya.
Secara umum boleh pasukan Divisi Siliwangi TNI tidak siap karena baru saja memasuki Kota Bandung setelah perjanjian KMB. Panglima Siliwangi Kolonel Sadikin dan Gubernur Jawa Barat Sewaka  pada saat kejadian  sedang mengadakan peninjauan ke Kota Subang.  Sementara di  Jakarta  pada pukul 11.00 bertempat di kantor Perdana Mentri RIS diadakan perundingan antara Perdana Mentri RIS dan Komisaris Tinggi Kerajaan Belanda di Indonesia.  Terungkap adanya keterlibatan  tentara Belanda (diperkirakan sekitar 300 tentara Belanda berada di antara pasukan APRA)  dalam peristiwa di Bandung itu, maka diputuskan tindakan bersama.
Jendral Engels akhirnya memerintahkan pasukan APRA untuk kembali ke Batujajar, baik karena diperintah atasannya, maupun ancaman dari Divisi Siliwangi yang tidak menjamin keselamatan warga Belanda yang berjumlah ribuan di kota Bandung.  Pada hari itu juga pasukan APRA meninggalkan Kota Bandung.  Operasi penumpasan dan pengejaran terhadap gerombolan APRA yang sedang melakukan gerakan mundur segera dilakukan oleh TNI.  Sisa pasukan Wasterling di bawah pimpinan Van der Meulen yang bukan anggota KNIL Batujajar dan polisi yang menuju Jakarta,  pada  24 Januari 1950 dihancurkan Pasukan Siliwangi dalam pertempuran daerah Cipeuyeum dan sekitar Hutan Bakong dan dapat disita  beberapa truk dan pick up, tiga pucuk bren, 4 pucuk senjata ukuran 12,7 dan berpuluh karaben.
Pada 24 Januari 1950 tengah malam terjadi tembak-menembak di Kramatalaan No.29 Jakarta antara pauskan TNI dengan geromboan yang diduga adalah deseteurs (anggota tentara yang melarikan diri dari dinasi tentara).  Tembak-menembak tersebut berlangsung sampai 25 januari 1950 pagi.  Dalam penggerebekan pasukan kita berhasil merampas 30 pucuk owens-guns.
Di kota Bandung juga diadakan pembersihan dan penahanan terhadap mereka yang terlibat, termasuk beberapa orang tokoh Negara Pasundan.  Bagaimana dengan Wasterling? Setelah melarikan diri dari Bandung, Westerling masih melanjutkan petualangannya di Jakarta. la merencanakan suatu gerakan untuk menangkap semua Menteri RIS yang sedang menghadiri sidang kabinet, dan membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel T.B. Simatupang.
Gerakan tersebut dapat digagalkan dan kemudian diketahui bahwa otaknya adalah Sultan Hamid II, yang juga menjadi anggota Kabinet RIS sebagai Menteri tanpa portofolio. Sultan Hamid II dapat segera ditangkap, sedangkan Westerling sempat melarikan diri ke luar negeri pada 22 Februari 1950 dengan menumpang pesawat Catalina milik Angkatan Laut Belanda. Dengan kaburnya Wasterling, maka gerakannya pun jadi bubar.
E.     Dampak Pemberontakan APRA
Bila dilihat dari latar belakang pemberontakan yang dilakukan oleh APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) yang diketuai oleh Raymond Pierre Westerling ini bertujuan untuk mendapat pengakuan dari pemerintah RIS yang ingin diakui sebagai tentara Pasundan. Selain itu, pemberontakan ini juga bertujuan untuk tetap mempertahankan pemerintahan Reupblik Federal dan tidak menginginkan adanya penyerahan kedaulatan serta adanya tentara tersendiri di negara-negara bagian RIS. Sehingga terjadilah pemberontakan APRA ini yang terjadi di Bandung.
Dalam pemberontakan ini, APRA berhasil menduduki markas dari Kodam Divisi Siliwangi berhasil diduduki pada tanggal 23 Januari 1950 dan juga membunuh para tentara Indonesia yang bermaksud untuk melawan. Salah satu tentara yang terbunuh ialah Letnan Kolonel Lembong tewas pada peristiwa ini. Bandung pun dapat dikuasai sementara oleh pasukan APRA untuk beberapa jam. Dalam peristiwa ini juga menyebabkan 79 orang APRIS tewas dan juga beberapa masyarakat sekitar juga mnejadi korban kekejaman pemberontakan ini. Dengan terjadinya peristiwa ini di Bandung membuat pemerintah mengirimkan pasukan APRI ke Bandung untuk menumpas gerakan pemberontakan APRA. Pada akhirnya gerakan pemberontakan APRA berhasil ditumpas oleh APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia).
Perisitiwa merupakan suatu konspirasi diantara Raymond Pierre Westerling dan Sultan Hamid II dari Pontianak. Ketika pemberontakan yang di Bandung itu berakhir, Jakarta menjadi target berikutnya. Dalam misi kali ini APRA ingin menyerang Jakarta serta ingin membunuh menteri-menteri RIS seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr. Ali Budiarjo dan Kolonel TB Simatupang pada tanggal 26 Januari 1950.
Namun aksi dari APRA untuk menyerang Jakarta sudah diketahui sebelumnya oleh jajaran petinggi pemerintahan sehingga aksi tersebut dapat digagalkan dan konspirasi diantara Westerling dan Sultan Hamid II ini terbongkar dan ketika akan ditangkap, Westerling kabur ke Singapura dan Sultan Hamid II berhasil ditangkap. Maka berakhir pemberontakan APRA ini.

kisah nabi nuh

Kisah Nabi Nuh A.s.
Nabi Nuh beliau ini adalah keturunan kesembilan dari Nabi Adam A.s. Nabi Nuh menerima Wahyu kenabian dalam masa kekosongan antara dua rasul. Dalam masa kekosongan itu manusia secara berangsur-angsur melupakan ajaran agama Allah. Mereka kembali menjadi musyrik, meninggalkan kebajikan, melakukan kemungkaran dan kemaksiatan.

Kisah Nabi Nuh

Kisah Nabi Nuh A.s.
Nabi Nuh diutus ke tengah-tengah masyarakat yang sedang menyembah berhala. Berhala itu sebenarnya adalah patung-patung buatan mereka sendiri. Menurut mereka berhala itu mepunyai kekuatan gaib di atas manusia. Dan rnereka rnenamakannya sesuai dengan selera mereka sendiri. Kadang-kadang mereka namakan Wadd dan Suwa kadang Yaguts dan kadang Ya'uq dan Nasr.

Nabi Nuh adalah orang yang cerdas dan sabar. Beliua mengajak kaumnya untuk berpikir dan mengajak kaumnya melihat alam semesta ciptaan Allah SWT. Langit dengan bulan, bintang dan mataharinya. Bumi dengan kekayaan yang ada di atas dan di bawahnya, berupa hewan tumbuhan dan air yang rnengalir. Pergantian siang dan malam. Semua itu menjadi bukti dan tanda kekuasaan dan keEsaan dari Allah SWT.

Nabi Nuh juga memberikan kabar akan adanya ganjaran berupa surga dan kenikmatannya bagi mereka yang beramal shaleh, dan balasan siksa neraka bagi mereka yang membangkang atas perintah Allah, yaitu mereka yang mungkar dan bergelimang dalam dosa dan kemaksiatan. Dakwah Nabi Nuh dilakukan dengan giat siang dan malam. Baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Beliau termasuk orang yang cerdas, fasih berbicara, tajam pemikirannya, pandai berdiskusi, bersifat sabar dan tenang.

Nabi Nuh diangkat menjadi Rasul ketika beliau berusia 450 tahun dan wafat pada usia 950 tahun, dengan demikian Nabi Nuh berdakwah kepada umatnya selama lima abad atau 500 tahun. Meski demikian pengikut Nabi Nuh yang beriman hanya sedikit yaitu kurang dari seratus orang,. Ummat Nabi Nuh banyak yang ingkar. Jika Nabi Nuh rnengajak beribadah kepada Allah dan menegakkan Tauhid ummatnya selalu menentang dan mengejeknya.

Para pengikut Nabi Nuh kebanyakan hanya para fakir miskin, atau golongan ekonomi yang lemah. Para bangwasan, orang-orang kaya dan terpandang di masyarakat malah banyak yang memusuhinya. Pada suatu ketika, orang-orang kafir hendak menipu Nabi Nuh. Mereka mengatakan bersedia mengikuti Nabi Nuh A.s asalkan Nabi Nuh mau mengusir para pengikutnya yang terdiri dari orang-orang miskin. Namun Nabi Nuh dengan tegas menolak permintaan dari orang-orang kaya tersebut.

Kecerdasan dan kefasihan Nabi Nuh mengalahkan segala hujah orang-orang kafir. Akhirnya orang-orang kafir itu jengkel dan menantang Nabi Nuh. Mereka berkata "Hai Nuh ! Sesungguhnya kamu telah membantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang, bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami adzab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar.''

Nabi Nuh menjawab! "Hanya Allah yang akan mendatangkan adzab itu kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali kali tidak akan dapat melepaskan diri. Tidaklah berrnanfaat nasihatku kepadamu jika Allah ternyata hendak menyesalkanmu. Dia adalah Tuhanmu, Dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan".

Demikian keterlaluannya kaum Nabi Nuh itu rnengingkari ajaran Tuhan. Mereka bahkan mengejek dan menghina Nabi Nuh sebagai orang bodoh dan gila,  namun Nabi Nuh sebagai utusan Allah tetap melaksanakan tugasnya. Dan orang-orang kafir makin keras menentangnya. Mereka bahkan mengancam Nabi Nuh. "Sungguh jika kamu tidak mau berhenti berdakwah, maka kami akan merajammu beramai-ramai."

Nabi Nuh A.s Berputus Asa Dari Kaumnya
Setelah dakwah yang disampaikan menemui jalan buntu. Dan pengikutnya tidak bertambah maka Nabi Nuh mengadukan kaumnya itu kepada Tuhan. Berdo'a Nabi Nuh "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas permukaan bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya rnereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan, selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir."
Allah mengabulkan do'a Nabi Nuh. Allah memberi petunjuk agar Nabi Nuh membuat kapal yang sangat besar. Dengan perahu itu Nabi Nuh dan kaumnya yang beriman akan selamat. Sedang kaumnya yang ingkar akan ditenggelamkan dengan banjir yang sangat besar, sehingga tak seorang pun dari mereka ada yang selamat. Semua akan binasa.

Selagi Nabi Nuh dan pengikutnya membuat kapal di atas bukit kaumnya yang ingkar mengolok-olok dan mengejeknya. "Lihat! Nuh semakin gila saja, masak kemarau panas begini membuat perahu. Di atas bukit lagi. Sungguh dia sudah miring otaknya." Di antara mereka bahkan ada yang berani buang kotoran di dalam kapal yang belurn selesai dibuat itu. Tentu hal itu mereka lakukan ketika Nabi Nuh dan pengikutnya sedang tidak ada di tempat pembuatan kapal. Namun akibatnya perut mereka yang buang kotoran itu menjadi sakit. Tak seorangpun bisa menyembuhkannya. Dengan merengek-rengek mereka minta Nabi Nuh untuk mengobatinya. Nabi Nuh hanya menyuruh mereka membersihkan kapal yang mereka kotori. Sesudah itu mereka pun sembuh dari sakit perutnya.

Banjir Besar Yang Memusnahkan Orang-Orang Kafir
Sesuai dengan wahyu Allah. Nabi Nuh mengajak kaumnya memasuki kapal yang telah selesai dibuat. Nabi Nuh juga rnembawa berbagai pasang binatang dalam kapalnya itu. Tidak berapa lama sesudah Nabi Nuh dan pengikutnya yang beriman memasuki kapal maka langit yang tadinya cerah berubah menjadi hitam. Mendung tampak tebal sekali diiringi angin kencang yang mulai berhembusan. Bersamaan dengan turunnya hujan lebat, air dari dalam bumi memancar pula ke permukaan. Hujan pun turun dengan lebatnya.

Belum pernah ada hujan turun selebat itu. Bagaikan dicurahkan dari atas langit. Rumah-rumah mulai terendam air, angin kencang dan badai menambah kepanikan semua orang.. Dari kejauhan Nabi Nuh melihat salah seorang putranya yaitu Kan'an sedang berlari-lari menuju puncak gunung. Nabi Nuh memanggil anaknya itu. "Hai anakku, kemarilah. Naiklah ke kapalku maka kau akan selamat."
"Tidak ! Aku akan berlari ke atas bukit sana, aku pasti akan selamat !" "Anakku! Pada hari ini tidak seorang pun dapat menyelamatkan diri dari adzab Allah SWT."  Tapi Kan'an dengan sombongnya terus berlari. Ia tak menghiraukan panggilan dari ayahnya sendiri. Ia mengira banjir itu hanya bencana alam biasa yang akan segera reda, maka ia terus berlari mendaki puncak gunung.

Sejarah tentang Nabi Nuh dan kapalnya tersebut membuat peneliti dari China dan Turki yang tergabung dalam "Noah's Ark Ministries International" ingin membuktikannya sehingga mereka selama bertahun-tahun mencari sisa-sisa perahu legendaris tersebut, setelah bertahun-tahun mencari dan meneliti sisa-sisa kapal Nabi Nuh, tepatnya tanggal 26 April 2010 mereka mengumumkan telah menemukan perahu Nabi Nuh di Turki mereka menemukan sisa-sisa kapal Nabi Nuh di ketinggian 4.000 meter di Gunung Agri atau Gunung Ararat, di Turki Timur.

Bahkan mereka mengklaim telah masuk dan mengambil foto-foto dari sisa-sisa kapal Nabi Nuh. Menurut para peneliti, specimen yang mereka ambil memiliki usia karbon 4.800 tahun, cocok dengan apa yang digambarkan dalam sejarah, yang jelas jika kapal yang mereka temukan adalah kapal Nabi Nuh asli maka mereka telah menemukan kapal paling bersejarah yang ada didunia.

Sebenarnya ada beberapa cerita yang menarik sebelum ditemukannya kapal Nabi Nuh tersebut, pada tahun 2006 citra satelit secara detil menunjukan benda mirip kapal yang diduga kapal Nabi Nuh. Itu adalah gunung yang dilapisi salju, bahkan pilot pesawat tempur Turki dalam sebuah misi pemetaan NATO, mengaku melihat benda besar seperti perahu di Dogubayazit, Turki, semoga saja dengan penemuan arkeologi kapal Nabi Nuh tersebut , kita lebih sadar dan yakin akan kebenaran dan kebesaran kekuasaan Allah SWT.

Memang Kan'an tidak mau mengikuti ajaran Nabi Nuh. Ia lebih suka hidup bersama orang-orang kafir, karena itu ia tak mau menumpang kapal Nabi Nuh. Nabi Nuh merasa trenyuh, sedih dan berduka. Bagaimanapun Kan'an adalah putranya sendiri. Maka ia berdo'a kepada Allah agar Kan'an diselamatkan. Namun Allah menolak permintaan Nabi Nuh. Sebab Kan'an itu walaupun putra Nabi Nuh sendiri, ia adalah anak yang durhaka, tidak mau beriman.

Berdasarkan suatu riwayat Kapal yang membawa Nabi Nuh dan para pengikutnya itu berlayar selama 40 hari, sesudah itu banjir mereda. Kapal Nabi Nuh terdampar di sebuah puncak gunung yang dahulu disebut gunung Jody. Ternyata di zaman sekarang yang dimaksud gunung Jody itu ada di wilayah Turki. Para ilmuwan telah menemukan fosil kapal Nabi Nuh tersebut, dengan demikian agama bukanlah dongeng belaka, agama adalah keyakinan yang benar, cerita tentang para nabi dan rasul adalah benar. Nabi Nuh dan pengikutnya diperintahkan turun dari kapalnya. Demikian pula beraneka pasang binatang yang ada didalam kapal.

Dengan demikian binasalah orang-orang kafir yang menentang Nabi Nuh. Hanya para pengikut Nabi Nuh yang hidup dan menempati bumi sebagai penghuninya. - See more at: http://decocoz.blogspot.com/2013/05/kisah-nabi-nuh-as.html#sthash.pc738Qzd.dpuf

Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta

Serangan Umum 1 Maret 1949 ialah serangan yg dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta secara besar-besaran yg direncanakan & dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi dari Panglima Besar Sudirman, untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI masih ada & cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dlm perundingan yg sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan maksud utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia [TNI] masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. Soeharto pada waktu itu sebagai komandan brigade X/Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta. Kurang lebih satu bulan sesudah Agresi Militer Belanda II yg dilancarkan pada bulan Desember 1948, TNI mulai menyusun strategi guna melakukan pukulan balik terhadap tentara Belanda yg dimulai dengan memutuskan telepon, merusak jalan kereta api, menyerang konvoi Belanda, serta tindakan sabotase lainnya.
Belanda terpaksa memperbanyak pos-pos disepanjang jalan-jalan besar yg menghubungkan kota-kota yg telah diduduki. Hal ini berarti kekuatan pasukan Belanda tersebar pada pos-pos kecil diseluruh daerah republik yg kini merupaken medan gerilya. Dalam keadaaan pasukan Belanda yg sudah terpencar-pencar, mulailah TNI melakukan serangan terhadap Belanda. Sekitar awal Februari 1948 di perbatasan Jawa Timur, Letkol. dr. Wiliater Hutagalung-yg sejak September 1948 diangkat menjadi Perwira Teritorial & ditugaskan untuk membentuk jaringan pesiapan gerilya di wilayah Divisi II & III-bertemu dengan Panglima Besar Sudirman guna melaporkan mengenai resolusi Dewan Keamanan PBB & penolakan Belanda terhadap resolusi tersebut & melancarkan propaganda yg menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tak ada lagi. Melalui Radio Rimba Raya, Panglima Besar Sudirman juga telah mendengar berita tersebut. Panglima Besar Sudirman menginstruksikan untuk memikirkan langkah-langkah yg harus diambil guna meng-counter propaganda Belanda.
Hutagalung yg membentuk jaringan di wilayah Divisi II & III, dapat selalu berhubungan dengan Panglima Besar Sudirman, & menjadi penghubung antara Panglima Besar Sudirman dengan Panglima Divisi II, Kolonel Gatot Subroto & Panglima Divisi III, Kol. Bambang Sugeng. Selain itu, sebagai dokter spesialis paru, setiap ada kesempatan, ia juga ikut merawat Panglima Besar Sudirman yg saat itu menderita penyakit paru-paru. Setelah turun gunung, pada bulan September & Oktober 1949, Hutagalung & keluarga tinggal di Paviliun rumah Panglima Besar Sudirman di [dahulu] Jl. Widoro No. 10, Yogyakarta.
Pemikiran yg dikembangkan oleh Hutagalung adalah, perlu meyakinkan dunia internasional terutama Amerika Serikat & Inggris, bahwa Negara Republik Indonesia masih kuat, ada pemerintahan [Pemerintah Darurat Republik Indonesia -PDRI], ada organisasi TNI & ada tentaranya. Untuk membuktikan hal ini, maka untuk menembus isolasi, harus diadakan serangan spektakuler, yg tak bisa disembunyikan oleh Belanda, & harus diketahui oleh UNCI [United Nations Commission for Indonesia] & wartawan-wartawan asing untuk disebarluaskan ke seluruh dunia. Untuk menyampaikan kepada UNCI & para wartawan asing bahwa Negara Republik Indonesia masih ada, diperlukan pemuda-pemuda berseragam Tentara Nasional Indonesia, yg bisa berbahasa Inggris, Belanda atau Perancis. Panglima Besar Sudirman menyetujui gagasan tersebut & menginstruksikan Hutagalung agar mengkoordinasikan pelaksanaan gagasan tersebut dengan Panglima Divisi II & III.
Letkol. dr. Hutagalung masih tinggal beberapa hari guna membantu merawat Panglima Besar Sudirman, sebelum kembali ke markasnya di Gunung Sumbing. Sesuai tugas yg diberikan oleh Panglima Besar Sudirman, dlm rapat Pimpinan Tertinggi Militer & Sipil di wilayah Gubernur Militer III, yg dilaksanakan pada tanggal 18 Februari 1949 di markas yg terletak di lereng Gunung Sumbing. Selain Gubernur Militer/Panglima Divisi III Kol. Bambang Sugeng, & Letkol Wiliater Hutagalung, juga hadir Komandan Wehrkreis II, Letkol. Sarbini Martodiharjo, & pucuk pimpinan pemerintahan sipil, yaitu Gubernur Sipil, Mr. K. R. M. T. Wongsonegoro, Residen Banyumas R. Budiono, Residen Kedu Salamun, Bupati Banjarnegara R. A. Sumitro Kolopaking & Bupati Sangidi. Letkol Wiliater Hutagalung yg pada waktu itu juga sebagai penasihat Gubernur Militer III menyampaikan gagasan yg telah disetujui oleh Panglima Besar Sudirman, & kemudian dibahas bersama-sama yaitu:
  • Serangan dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Divisi III, yg melibatkan Wehrkreise I, II & III,
  • Mengerahkan seluruh potensi militer & sipil di bawah Gubernur Militer III,
  • Mengadakan serangan spektakuler terhadap satu kota besar di wilayah Divisi III,
  • Harus berkoordinasi dengan Divisi II agar memperoleh efek lebih besar,
  • Serangan tersebut harus diketahui dunia internasional, untuk itu perlu mendapat dukungan dari: Wakil Kepala Staf Angkatan Perang guna koordinasi dengan pemancar radio yg dimiliki oleh AURI & Koordinator Pemerintah Pusat, Unit PEPOLIT [Pendidikan Politik Tentara] Kementerian Pertahanan.
Tujuan utama dari ini rencana ialah bagaimana menunjukkan eksistensi TNI & dengan demikian juga menunjukkan eksistensi Republik Indonesia kepada dunia internasional. Untuk menunjukkan eksistensi TNI, maka anggota UNCI, wartawan-wartawan asing serta para pengamat militer harus melihat perwira-perwira yg berseragam TNI. Setelah dilakukan pembahasan yg mendalam, grand design yg diajukan oleh Hutagalung disetujui, & khusus mengenai “serangan spektakuler” terhadap satu kota besar, Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng bersikukuh, bahwa yg harus diserang secara spektakuler ialah Yogyakarta.
Tiga alasan penting yg dikemukakan Bambang Sugeng untuk memilih Yogyakarta sebagai sasaran utama adalah:
  • Yogyakarta ialah Ibukota RI, sehingga bila dapat direbut walau hanya untuk beberapa jam, akan berpengaruh besar terhadap perjuangan Indonesia melawan Belanda.
  • Keberadaan banyak wartawan asing di Hotel Merdeka Yogyakarta, serta masih adanya anggota delegasi UNCI [KTN] serta pengamat militer dari PBB.
  • Langsung di bawah wilayah Divisi III/GM III sehingga tak perlu persetujuan Panglima/GM lain & semua pasukan memahami & menguasai situasi/daerah operasi.
Selain itu sejak dikeluarkan Perintah Siasat tertanggal 1 Januari 1949 dari Panglima Divisi III/Gubernur Militer III, untuk selalu mengadakan serangan terhadap tentara Belanda, telah dilancarkan beberapa serangan umum di wilayah Divisi III/GM III. Seluruh Divisi III dapat dikatakan telah terlatih dlm menyerang pertahanan tentara Belanda. Selain itu, sejak dimulainya perang gerilya, pimpinan pemerintah sipil dari mulai Gubernur Wongsonegoro serta para Residen & Bupati, selalu diikutsertakan dlm rapat & pengambilan keputusan yg penting & kerjasama selama ini sangat baik. Oleh karena itu, dapat dipastikan dukungan terutama untuk logistik dari seluruh rakyat.
Selanjutnya dibahas, pihak-pihak mana serta siapa saja yg perlu dilibatkan. Untuk skenario seperti disebut di atas, akan dicari beberapa pemuda berbadan tinggi & tegap, yg lancar berbahasa Belanda, Inggris atau Prancis & akan dilengkapi dengan seragam perwira TNI dari mulai sepatu sampai topi. Mereka sudah harus siap di dlm kota, & pada waktu penyerangan telah dimulai, mereka harus masuk ke Hotel Merdeka guna menunjukkan diri kepada anggota-anggota UNCI serta wartawan-wartawan asing yg berada di hotel tersebut. Kolonel Wiyono, Pejabat Kepala Bagian PEPOLIT Kementerian Pertahanan yg juga berada di Gunung Sumbing akan ditugaskan mencari pemuda-pemuda yg sesuai dengan kriteria yg telah ditentukan, terutama yg fasih berbahasa Belanda & Inggris.
Hal penting yg kedua adalah, dunia internasional harus mengetahui adanya Serangan Tentara Nasional Indonesia terhadap tentara Belanda, terutama terhadap Yogyakarta, Ibukota Republik. Dalam menyebarluaskan berita ini ke dunia internasional maka dibantu oleh Kol. T. B. Simatupang yg bermarkas di Pedukuhan Banaran, desa Banjarsari, untuk menghubungi pemancar radio Angkatan Udara RI [AURI] di Playen, dekat Wonosari, agar sesudah serangan dilancarkan berita mengenai penyerangan besar-besaran oleh TNI atas Yogyakarta segera disiarkan.
Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Perang, TB Simatupang lebih kompeten menyampaikan hal ini kepada pihak AURI daripada perwira Angkatan Darat. Diperkirakan apabila Belanda melihat bahwa Yogyakarta diserang secara besar-besaran, dipastikan mereka akan mendatangkan bantuan dari kota-kota lain di Jawa Tengah, dimana terdapat pasukan Belanda yg kuat seperti Magelang, Semarang & Solo. Jarak tempuh [waktu itu] Magelang-Yogya hanya sekitar 3-4 jam saja; Solo-Yogya, sekitar 4-5 jam, & Semarang-Yogya, sekitar 6-7 jam. Magelang & Semarang [bagian Barat] berada di wilayah kewenangan Divisi III GM III, namun Solo, di bawah wewenang Panglima Divisi II/GM II Kolonel Gatot Subroto. Oleh karena itu, serangan di wilayah Divisi II & III harus dikoordinasikan dengan baik sehingga dapat dilakukan operasi militer bersama dlm kurun waktu yg ditentukan, sehingga bantuan Belanda dari Solo dapat dihambat, atau paling tak dapat diperlambat.
Pimpinan pemerintahan sipil, Gubernur Wongsonegoro, Residen Budiono, Residen Salamun, Bupati Sangidi & Bupati Sumitro Kolopaking ditugaskan untuk mengkoordinasi persiapan & pasokan perbekalan di wilayah masing-masing. Pada waktu bergerilya, para pejuang sering harus selalu pindah tempat, sehingga sangat tergantung dari bantuan rakyat dlm penyediaan perbekalan. Selama perang gerilya, bahkan Camat, Lurah serta Kepala Desa sangat berperan dlm menyiapkan & memasok perbekalan [makanan & minuman] bagi para gerilyawan. Ini semua telah diatur & ditetapkan oleh pemerintah militer setempat. Untuk pertolongan & perawatan medis, diserahkan kepada PMI. Peran PMI sendiri juga telah dipersiapkan sejak menyusun konsep Perintah Siasat Panglima Besar. Dalam konsep Pertahanan Rakyat Total-sebagai pelengkap Perintah Siasat No. 1-yg dikeluarkan oleh Staf Operatif [Stop] tanggal 3 Juni 1948, butir 8 menyebutkan: Kesehatan terutama tergantung kepada Kesehatan Rakyat & P. M. I. karena itu evakuasi para dokter & rumah obat mesti menjadi perhatian.
Sutarjo Kartohadikusumo, Ketua DPA yg juga ialah Ketua PMI [Palang Merah Indonesia], mengatur pengiriman obat-obatan bagi gerilyawan di front. Beberapa dokter & staf PMI kemudian banyak yg ditangkap oleh Belanda & ada juga yg mati tertembak sewaktu bertugas. Setelah rapat selesai, Komandan Wehrkreise II & para pejabat sipil pulang ke tempat masing-masing guna mempersiapkan segala sesuatu, sesuai dengan tugas masing-masing. Kurir segera dikirim untuk menyampaikan keputusan rapat di Gunung Sumbing pada 18 Februari 1949 kepada Panglima Besar Sudirman & Komandan Divisi II/Gubernur Militer II Kolonel Gatot Subroto.
Sebagaimana telah digariskan dlm pedoman pengiriman berita & pemberian perintah, perintah yg sangat penting & rahasia, harus disampaikan langsung oleh atasan kepada komandan pasukan yg bersangkutan. Maka rencana penyerangan atas Yogyakarta yg ada di wilayah Wehrkreise I di bawah pimpinan Letkol. Suharto, akan disampaikan langsung oleh Panglima Divisi III Kolonel Bambang Sugeng. Kurir segera dikirim kepada Komandan Wehrkreise III/Brigade 10, Letkol. Suharto, untuk memberitahu kedatangan Panglima Divisi III serta mempersiapkan pertemuan. Diputuskan untuk segera berangkat sore itu juga guna menyampaikan grand design kepada pihak-pihak yg terkait. Ikut dlm rombongan Panglima Divisi selain Letkol. dr. Hutagalung, antara lain juga dr. Kusen [dokter pribadi Bambang Sugeng], Bambang Surono [adik Bambang Sugeng], seorang mantri kesehatan, seorang sopir dari dr. Kusen, Letnan Amron Tanjung [ajudan Letkol Hutagalung] & beberapa anggota staf Gubernur Militer [GM] serta pengawal.
Pertama-tama rombongan singgah di tempat Kol. Wiyono dari PEPOLIT, yg bermarkas tak jauh dari markas Panglima Divisi, & memberikan tugas untuk mencari pemuda berbadan tinggi & tegap serta fasih berbahasa Belanda, Inggris atau Prancis yg akan diberi pakaian perwira TNI. Menjelang sore hari, Panglima Divisi beserta rombongan tiba di Pedukuhan Banaran mengunjungi Wakil Kepala Staf Angkatan Perang Kol. Simatupang. Selain anggota rombongan Bambang Sugeng, dlm pertemuan tersebut hadir juga Mr. M. Ali Budiarjo, yg kemudian menjadi ipar Simatupang.
Simatupang pada saat itu dimohonkan untuk mengkoordinasi pemberitaan ke luar negeri melaui pemancar radio AURI di Playen & di Wiladek, yg ditangani oleh Koordinator Pemerintah Pusat. Setelah Simatupang menyetujui rencana grand design tersebut, Panglima Divisi segera mengeluarkan instruksi rahasia yg ditujukan kepada Komandan Wehrkreise I Kolonel Bachrun, yg akan disampaikan sendiri oleh Kol. Sarbini.
Brigade IX di bawah komando Letkol Achmad Yani, diperintahkan melakukan penghadangan terhadap bantuan Belanda dari Magelang ke Yogyakarta. Tanggal 19 Februari 1949. Panglima Divisi & rombongan meneruskan perjalanan, yg selalu dilakukan pada malam hari & beristirahat pada siang hari, untuk menghindari patroli Belanda. Penunjuk jalan juga selalu berganti di setiap desa. Dari Banaran rombongan menuju wilayah Wehrkreise III melalui pegunungan Menoreh untuk menyampaikan perintah kepada Komandan Wehrkreis III Letkol. Suharto. Bambang Sugeng beserta rombongan mampir di Pengasih, tempat kediaman mertua Bambang Sugeng & masih sempat berenang di telaga yg ada di dekat Pengasih [Keterangan dari Bambang Purnomo, adik kandung alm. Bambang Sugeng, yg kini tinggal di Temanggung]. Pertemuan dengan Letkol. Suharto berlangsung di Brosot, dekat Wates. Semula pertemuan akan dilakukan di dlm satu gedung sekolah, namun karena kuatir telah dibocorkan, maka pertemuan dilakukan di dlm sebuah gubug di tengah sawah. Hadir dlm pertemuan tersebut lima orang, yaitu Panglima Divisi III/Gubernur Militer III Kol. Bambang Sugeng, Perwira Teritorial Letkol. dr. Wiliater Hutagalung beserta ajudan Letnan Amron Tanjung, Komandan Wehrkreise III/Brigade X Letkol. Suharto beserta ajudan. Kepada Suharto diberikan perintah untuk mengadakan penyerangan antara tanggal 25 Februari & 1 Maret 1949. Kepastian tanggal baru dapat ditentukan kemudian, sesudah koordinasi serta kesiapan semua pihak terkait, antara lain dengan Kol. Wiyono dari Pepolit Kementerian Pertahanan.
Setelah semua persiapan matang, baru kemudian diputuskan [keputusan diambil tanggal 24 atau 25 Februari], bahwa serangan tersebut akan dilancarkan tanggal 1 Maret 1949, pukul 06. 00 pagi. Instruksi segera diteruskan ke semua pihak yg terkait.
Puncak serangan dilakukan dengan serangan umum terhadap kota Yogyakarta [ibu kota negara] pada tanggal 1 Maret 1949, dibawah pimpinan Letnan Kolonel Suharto, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise III, sesudah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta.
[sunting] Jalannya serangan Umum
Tanggal 1 Maret 1949, pagi hari, serangan secara besar-besaran yg serentak dilakukan di seluruh wilayah Divisi III/GM III dimulai, dengan fokus serangan ialah Ibukota Republik, Yogyakarta, serta koar-besaran oleh pasukan Brigade X yg diperkuat dengan satu Batalyon dari Brigade IX, sedangkan serangan terhadap pertahanan Belanda di Magelang & penghadangan di jalur [[Magelta-kota di sekitar Yogyakarta, terutama Magelang, sesuai Instruksi Rahasia yg dikeluarkan oleh Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng kepada Komandan Wehrkreis I, Letkol Bahrun & Komandan Wehrkreis II Letkol Sarbini. Pada saat yg bersamaan, serangan juga dilakukan di wilayah Divisi II/GM II, dengan fokus penyerangan ialah kota Solo, guna mengikat tentara Belanda dlm pertempuran agar tak dapat mengirimkan bantuan ke Yogyakarta.
Pos komando ditempatkan di desa Muto. Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan telah merayap mendekati kota & dlm jumlah kecil mulai disusupkan ke dlm kota. Pagi hari sekitar pukul 06. 00, sewaktu sirene dibunyikan serangan segera dilancarkan ke segala penjuru kota. Dalam penyerangan ini Letkol Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro. Sektor Timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan & timur dipimpim Mayor Sardjono, sektor utara oleh Mayor Kusno. Sedangkan untuk sektor kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono & Letnan Masduki sebagai pimpinan. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Tepat pukul 12. 00 siang, sebagaimana yg telah ditentukan semula,seluruh pasukkan TNI mundur
Serangan terhadap kota Solo yg juga dilakukan secara besar-besaran, dapat menahan Belanda di Solo sehingga tak dapat mengirim bantuan dari Solo ke Yogyakarta, yg sedang diserang secara besar-besaran -Yogyakarta yg dilakukan oleh Brigade IX, hanya dapat memperlambat gerak pasukan bantuan Belanda dari Magelang ke Yogyakarta. Tentara Belanda dari Magelang dapat menerobos hadangan gerilyawan Republik, & sampai di Yogyakarta sekitar pukul 11. 00.
Tanggal 1 Maret 1949, pagi hari, serangan secara besar-besaran yg serentak dilakukan di seluruh wilayah Divisi III/GM III dimulai, dengan fokus serangan ialah Ibukota Republik, Yogyakarta, serta koar-besaran oleh pasukan Brigade X yg diperkuat dengan satu Batalyon dari Brigade IX, sedangkan serangan terhadap pertahanan Belanda di Magelang & penghadangan di jalur [[Magelta-kota di sekitar Yogyakarta, terutama Magelang, sesuai Instruksi Rahasia yg dikeluarkan oleh Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng kepada Komandan Wehrkreis I, Letkol Bahrun & Komandan Wehrkreis II Letkol Sarbini. Pada saat yg bersamaan, serangan juga dilakukan di wilayah Divisi II/GM II, dengan fokus penyerangan ialah kota Solo, guna mengikat tentara Belanda dlm pertempuran agar tak dapat mengirimkan bantuan ke Yogyakarta. Pos komando ditempatkan di desa Muto. Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan telah merayap mendekati kota & dlm jumlah kecil mulai disusupkan ke dlm kota. Pagi hari sekitar pukul 06. 00, sewaktu sirene dibunyikan serangan segera dilancarkan ke segala penjuru kota. Dalam penyerangan ini Letkol Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro.
Sektor Timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan & timur dipimpim Mayor Sardjono, sektor utara oleh Mayor Kusno. Sedangkan untuk sektor kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono & Letnan Masduki sebagai pimpinan. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Tepat pukul 12. 00 siang, sebagaimana yg telah ditentukan semula,seluruh pasukkan TNI mundur
Serangan terhadap kota Solo yg juga dilakukan secara besar-besaran, dapat menahan Belanda di Solo sehingga tak dapat mengirim bantuan dari Solo ke Yogyakarta, yg sedang diserang secara besar-besaran -Yogyakarta yg dilakukan oleh Brigade IX, hanya dapat memperlambat gerak pasukan bantuan Belanda dari Magelang ke Yogyakarta. Tentara Belanda dari Magelang dapat menerobos hadangan gerilyawan Republik, & sampai di Yogyakarta sekitar pukul 11. 00.

Serangan Besar-Besaran Tentara Nasional Republik Indonesia Terhadap Belanda

Mr. Alexander Andries Maramis, yg berkedudukan di New Delhi menggambarkan betapa gembiranya mereka mendengar siaran radio yg ditangkap dari Burma, mengenai serangan besar-besaran Tentara Nasional Republik Indonesia terhadap Belanda. Berita tersebut menjadi Headlines di berbagai media cetak yg terbit di India.
Hal ini diungkapkan oleh Mr. Maramis kepada dr. W. Hutagalung, ketika bertemu di tahun 50-an di Pulo Mas, Jakarta. Serangan Umum 1 Maret mampu menguatkan posisi tawar dari Republik Indonesia, mempermalukan Belanda yg telah mengklaim bahwa RI sudah lemah. Tak lama sesudah Serangan Umum 1 Maret terjadi Serangan Umum Surakarta yg menjadi salah satu keberhasilan pejuang RI yg paling gemilang karena membuktikan kepada Belanda, bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan penyergapan atau sabotase, tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal ke tengah kota Solo yg dipertahankan dengan pasukan kavelerie, persenjataan berat-artileri, pasukan infantri & komando yg tangguh. Serangan umum Solo inilah yg menyegel nasib Hindia Belanda untuk selamanya.

300 Prajurit Tewas Dan 53 Anggota Polisi Tewas

Dari pihak Belanda, tercatat 6 orang tewas, & diantaranya ialah 3 orang anggota polisi; selain itu 14 orang mendapat luka-luka. Segera sesudah pasukan Belanda melumpuhkan serangan terebut, keadaan di dlm kota menjadi tenteram kembali. Kesibukan lalu-lintas & pasar kembali seperti biasa, malam harinya & hari-hari berikutnya keadaan tetap tenteram. Pada hari Selasa siang pukul 12. 00 Jenderal Meier [Komandan teritorial merangkap komandan pasukan di Jawa Tengah], Dr. Angent [Teritoriaal Bestuurs-Adviseur], Kolonel van Langen [komandan pasukan di Yogya] & Residen Stock [Bestuurs-Adviseur untuk Yogya] telah mengunjungi kraton guna membicarakan keadaan dengan Sri Sultan.
Dalam serangan terhadap Yogya, pihak Indonesia mencatat korban sebagai berikut: 300 prajurit tewas, 53 anggota polisi tewas, rakyat yg tewas tak dapat dihitung dengan pasti. Menurut majalah Belanda De Wappen Broeder terbitan Maret 1949, korban di pihak Belanda selama bulan Maret 1949 tercatat 200 orang tewas & luka-luka.