Selasa, 28 Februari 2017
Sabtu, 11 Februari 2017
menyiapkan media budidaya belut
Pencampuran atau penyusunan media di
dalam wadah budi daya umumnya diterapkan oleh pembudi daya belut diberbagai
daerah. Cara ini mempunyai kelebihan, yaitu lebih praktis, terutama pada
penggunaan wadah ukuran besar dan skala usaha yang besar, serta tidak
memerlukan wadah yang banyak. Namun kelemahannya tingkat kematangan media tidak
seragam.
air 5 cm
Lumpur 10 cm
Pupuk kandang 20 cm
cacahan pelpah pisang 10 cm
jerami 15 cm
Tahapan-tahapan pencampuran/penyusunan media di dalam wadah budi daya belut adalah sebagai berikut :
air 5 cm
Lumpur 10 cm
Pupuk kandang 20 cm
cacahan pelpah pisang 10 cm
jerami 15 cm
Tahapan-tahapan pencampuran/penyusunan media di dalam wadah budi daya belut adalah sebagai berikut :
- Siapkan semua media budi daya, lalu masukkan kedalam wadah budi daya. lalu masukkan ke dalam wadah budi daya. Media yang digunakan harus merupakan media yang matang.
- Media yang dimasukkan berlapis-lapis, misalnya dimulai dari jerami 15 cm, gedebog/pelepah pisang 10 cm, pupuk kandang 10 cm, lumpur 10 cm, dan air 5 cm.
- Selanjutnya , media dialiri air setinggi 5-10 cm dan diamkan 3-4 minggu. Apabila media mengering segera masukkan air.
- Untuk mengetahui media sudah matang atau belum, tancapkan sepotong bambu/kayu kedalam wadah sampai kedasar dan angkat pelan-pelan. Bila ada gelembung yang tidak berbau dan bening, berarti media sudah matang. Apabila media belum matang, maka proses pendiaman dilanjutkan agar fermentasi terjadi dengan sempurna.
- Setelah media matang, air dialirkan kemedia selama 3-4 hari untuk menghilangkan busa, gas, dan bahan-bahan kimia.
- Selanjutnya, ketinggian air di dalam wadah dipertahankan pada kedalaman 5-10 cm diatas permukaan media dan benih belut siap ditebar.
Alternatif Media Budi daya
Belut
Media untuk budi daya belut dibuat dari bahan-bahan berupa jerami, pelepah/gedebog pisang, lumpur/tanah humus, pupuk kandang, dan air. Belakangan digunakan pula kompos, bekatul maupun media bekas budi daya jamur atau baglog jamur Sedangkan ketinggian media, mulai dari 40 cm hingga 80 cm, kecuali untuk pendederan benih yang hanya membutuhkan media setinggi 10-15 cm. Namun, ada juga media budi daya yang ketinggiannya mencapai 100 cm.
Komposisi media budi daya belut yang digunakan oleh pembudidaya cukup bervariasi walaupun media yang digunakan tetap sama. Perbedaan ini terjadi karena faktor kondisi lokasi, kemampuan pembudi daya, wadah yang digunakan, bahan media yang tersedia, dan tentu saja pengalaman. Berikut disajikan beberapa alternatif media budi daya belut.
Alternatif 1 (paling umum dan sederhana)
Tinggi media 40-50 cm (susunan dalam wadah budi daya dari bawah keatas)
Media untuk budi daya belut dibuat dari bahan-bahan berupa jerami, pelepah/gedebog pisang, lumpur/tanah humus, pupuk kandang, dan air. Belakangan digunakan pula kompos, bekatul maupun media bekas budi daya jamur atau baglog jamur Sedangkan ketinggian media, mulai dari 40 cm hingga 80 cm, kecuali untuk pendederan benih yang hanya membutuhkan media setinggi 10-15 cm. Namun, ada juga media budi daya yang ketinggiannya mencapai 100 cm.
Komposisi media budi daya belut yang digunakan oleh pembudidaya cukup bervariasi walaupun media yang digunakan tetap sama. Perbedaan ini terjadi karena faktor kondisi lokasi, kemampuan pembudi daya, wadah yang digunakan, bahan media yang tersedia, dan tentu saja pengalaman. Berikut disajikan beberapa alternatif media budi daya belut.
Alternatif 1 (paling umum dan sederhana)
Tinggi media 40-50 cm (susunan dalam wadah budi daya dari bawah keatas)
- Tanah sawah/lumpur/tanah humus 10 cm
- Jerami 10 cm
- Cincangan pelepah/gedebog pisang 10 cm
- Pupuk kandang 10 cm
- Lumpur 5 cm
- Air 5 cm
Alternatif 2
Tinggi media 90-100 cm.
Tinggi media 90-100 cm.
- Tanah sawah atau lumpur 20 cm
- Pupuk kandang 5 cm
- Tanah sawah atau lumpur 10 cm
- Kompos 5 cm
- Tanah sawah atau lumpur 10 cm
- Jerami 15 cm
- Tanah sawah atau lupur 20 cm
- Cincangan gedebog pisang ditaburi sampai menutupi permukaan wadah
- Mikrostater 1/2 liter dicampur dengan 20 liter air
Alternatif 3
Tinggi media 60 cm
Tinggi media 60 cm
- Jerami 30%
- Cincangan gedebog pisang 10%
- Pupuk kandang 40%
- Tanah sawah atau lumpur 20%
- Air setinggi 5 cm
- Larutan mikrostater 1/2 dicampur dengan 20 liter air
Alternatif 4
Tinggi media 70 cm
Tinggi media 70 cm
- Tanah sawah atau lumpur 50 cm
- Pupuk kandang 20 cm
- Air setinggi 5 cm
Alternatif 5
Tinggi media 60-70 cm
Tinggi media 60-70 cm
- Tanah sawah atau lumpur 14,3%
- Jerami 28,6%
- Cincangan gedebog pisang 14,3%
- Pupuk kandang 14,3%
- Kompos 28,6%
Enochian: Bahasa Malaikat Yang Hilang
Pada tahun 1581, okultis yang bernama
John Dee dan Edward Kelley mengkalim telah menerima komunikasi dari para malaikat
yang memberikan pada mereka dasar-dasar dari sebuah bahasa yang dapat digunakan
untuk berkomunikasi dengan dunia lainnya. Bahasa malaikat ini memiliki
alphabet, grammar dan penulisan sendiri, hal ini mereka tulis pada beberapa
jurnal. Bahasa baru ini dikenal sebagai Enochian dan datang dari klaim John Dee
bahwa Enoch (salah satu orang yang dihormati di Alkitab, leluhur dari Nuh)
merupakan manusia terakhir yang menguasai bahasa ini.
Dr. John Dee, 1527-1609 adalah seorang
okultis, ahli matematika, astronomer, dan astrologer yang hidup ini Mork Lake,
London Barat selama hidupnya. Dia adalah seorang yang terpelajar yang belajar
di St. John’s College di Cambridge, yang secara kebetulan diteria kedalam
lingkaran kekuasaan para elit yang berpengaruh dan berperan sebagai ilmuwan
penasehat bagi Ratu Elizabeth I. Dia juga merupakan orang yang berhubungan
dengan penyebutan istilah ‘British Empire’. Selama periode awal dari hidupnya,
Dee memiliki sedikit keterkaitan terhadap hal-hal supranatural. Belakangan dia
terobsesi dengan sains dan memulai berbagai ekspreimen yang terkait okultisme.
Dee mencari cara untuk menemukan pengetahuan tentang hal-hal spiritual yang
hilang dan mengembalikan ilmu yang dia percayai tersembunyi di buku-buka jaman
kuno. Diantara salah satu buku tersebut adalah Book of Enoch yang dia
terima sebagai buku yang menggambarkan sistem magis yang digunakan oleh para
tokoh di alkitab.
Potret dari John Dee
yang digambar di abad keenambelas, diambil dari National Maritime Museum di
Greenwich. 1609 (https://commons.wikimedia.org)
Istilah Enochian datang dari tokoh
alkitab Enoch yang dipercaya memiliki pengetahuan tersembunyi tentang hal-hal
mistis dan dibawanya ke surge. Dari 1581 hingga 1585, Dee memulai melakukan
serangkaian panjang kejadian mistis. Di tahun 1581, di usia 54 tahun, Dee
menulis di jurnal pribadinya bahwa Tuhan mengirimkan “Malaikat” untuk
berkomunikasi secara langsung dengan umat manusia. Di 1582, dia bekerjasama
dengan okultasi lainnya beserta Edward Kelley (1555–1597) untuk berkomunikasi
dengan malaikat ini. Ratusan pembicaraan roh telah direkam, termasuk apa yang
mereka klaim sebagai bahasa malaikan dengan disebut Enochian yang terdiri dari
huruf-huruf non-bahasa inggris. Alphabet Enochian ditemukan oleh Dr. John Dee
dan Edward Kelley selama “scrying sessions” (meramal masa depan dengan
bola atau permukaan kaca), ketika berbagai teks dan tabel diterima dari
malaikat.
John Dee sedang
melakukan eksperimen di depan Ratu Elizabeth I. Lukisan oleh Henry Gillard
Glindoni. 1913 (https://commons.wikimedia.org)
Berdasarkan dokumentasi, Dee dan Kelly
menggunakan objek tertentu seperi cermin obsidian hitam dan bola Kristal untuk
mendapatkan pengelihatan mereka. Dee berperan sebagai orator, mengarahkan para
pengalun doa kepada Tuhan dan Malaikan sekitar 15 menit hingga satu jam.
Kemudian batu peramal diletakan di atas meja, dan para malaikat dipanggil untuk
memperlihatkan diri mereka. Dee dan Kelly akan melihat batu tersebut dan
mencatat apa yang mereka lihat dan dengar. Mereka juga diberitahu malaikan
bahwa kekuatan magis dapat membuat manusia memiliki kekuatan super termasuk
merubah struktur politik di Eropa dan meramal kiamat berikutnya. Dee percata
bahwa yang dia lakukan bermanfaat bagi khalayak ramai dan mendokumentasujan
informasi ini ke dalam serangkaian manuskrip dan buku kerja. Dia tidak pernah
mendeskrepsikan bahasa yang digunakan selama ritual sebagai “Enochian: namun
cenderung menyebutnya sebagai “bahasa malaikat”, “bahasa langit”, dan terkadang
“bahasa Adam” karena dia berpikir bahwa bahasa ini juga digunakan oleh Adam di
Taman Eden untuk menamai semua ciptaan Tuhan.
John Dee kaca
obsidian digunakan untuk meramal (sumber: wwww.britishmuseum.org)
John Dee’s Seal of
God (https://commons.wikimedia.org)
Terdapat dua perbedaan versi dari
alphabet Enochian dengan satu skrip memiliki sedikit perbedaan disbanding yang
lain. Versi pertama ditemukan di Manuskrip milik Dee, lima buku pertama dari
seri of the Mysteries, dan kedua adalah versi yang lebih dapat diterima
oleh khalayak umum. Skrip ini dibaca dari kanan ke kiri, dan mungkin termasuk
beberapa logat khusus. Huruf-huruf Enochian memiliki persamaan dengan huruf
dalam bahasa Inggris dengan beberapa hurus diucapkan sebagaimana dalam Bahasa
Inggris, namun banyak juga yang diucapkan dengan berbeda. Alphabet ini umum
digunakan dalam Ritual Magis Enochian yang diterima melalui Edward Kelley di
1584 di Krakow, Polandia. Pada tahun tersebut di menulis ke dalam catatan
pribadinya serangkaian sembilan belas catatan magis yang disebut Kunci Malaikat
atau Lunci Enochian. Kunci ini terdiri dari 48 baris puisi dan berhubungan
dengan berbagai fungsi dalam sistem Magis Enochian yang ditulis dalam bahasa
asli Enochian serta translasinya dalam Bahasa Inggris sebagaimana berdasarkan
versi John Dee.
Huruf-huruf Enochian
yang dibaca dari kiri ke kanan, huruf-huruf tersebut dapat membentuk kata yang
memiliki arti yang sama dalam Bahasa Inggris.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Enochian)
Dikarenakan hilangnya beberapa bagian
dari manuskrip asli John Dee, berbagai interpretasi muncul terkait arti,
validitas dan keaslian dibalik bahasa Enochian. Beberapa orang percaya bahwa
bahasa ini merupakan bahasa paling kuno di dunia, jauh lebih dulu dari bahasa manusia
lainnya. Beberapa golongan mengkategorikannya sebagai bahasa yang memiliki
kekuatan magis yang kental dan merupakan salah satu cara untuk berhubungan
dengan dimensi yang lain. Salah satu ahli bahasa menyebutkan bahwa Enochian
memiliki struktur yang mirip dengan Bahasa Inggris, bahasa ibu Dee dan Kelley.
Beberapa persamaan seperti kata “luciftias” yang berarti terang memiliki
keterkaitan dengan “Lucifer” yang berarti cahaya terang. “Londoh” kata dalam
Enochian yang berarti kerajaan mungkin merepresentasikan keterkaitan dengan
pemimpin kerajaan Inggris. Analisis computer juga menunjukkan bahwa Enochian
secara gramatikal memiliki keterkaitana dengan bahasa Inggris.
Necromancy: seni
membangkitkan orang mati dan berkomunikasi dengan mereka, gambar diatas adalah
John Dee dan Edward Kelley. dari Astrology (1806) oleh Ebenezer Sibly.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Ebenezer_Sibly)
Okultis di waktu modern juga menghadapi
kesulitan dalam merekonstruksi bahasa ini, walau kemajuan telah didapatkan
melalui penelitian terhadap manuskrip asli yang ditemukan di koleksi Sir Hans
Sloane. Bahasa ini juga sangat terkenal diantara para okultis modern seperti
the Hermetic Order of the Golden Dawn, Aleister Crowley, Israel Regardie dan
Anton LaVey, pendiri dari church of Satan. Bahasa ini juga dipelajari oleh ahli
roket Amerika Jock Parson di OTO. Di 1994, huruf Enochian digunakan sebagai
“glyphs” untuk mengoperasikan arc angle di film “Stargate”. Banyak dari
barang-barang yang digunakan oleh Dee dan Kelley dapat ditemukan di the British
Museum di London, Inggris.
Sumber
"Enochian
Magic." Enochian. November 16, 2009. http://enochian.info/enochian-magic/
"Enochian
Keys." Enochian. November 16, 2009. Accessed May 20, 2015. http://enochian.info/enochian-keys
"Enochian
Alphabet." Enochian. November 21, 2009. http://enochian.info/enochian-alphabet
"John
Dee - Astrologer to the Queen." John Dee - Astrologer to the Queen. http://www.bibliotecapleyades.net/bb/john_dee.htm
"British
Museum - Dr John Dee (1527-c1608)." British Museum - Dr John Dee
(1527-c1608). http://www.britishmuseum.org/explore/highlights/article_index/d/dr_john_dee_1527-c1608.aspx
Jones,
David. "John Dee & the Enochian Apocalypse." New Dawn the World’s
Most Unusual Magazine. September 8, 2012.
"Enochian
Alphabet." Enochian Alphabet. http://www.omniglot.com/writing/enochian.htm
"Enochian."
Enochian. http://self.gutenberg.org/articles/enochian
Minggu, 15 Januari 2017
Kamis, 05 Januari 2017
Abu Ma'shar Astrolog Muslim dari Persia
Nyaris semua karya Abu Ma’shar dalam astronomi telah hilang, dan
hanya karya astrologinya dalam bahasa Arab yang masih tersisa.
Al-Falaki. Gelar itu ditabalkan para ilmuwan di era kejayaan Kekhalifahan Abbasiyah kepada Abu Ma’shar berkat kehebatannya dalam bidang astrologi (ilmu perbintangan). Gerrit Bos dalam tulisannya bertajuk Abu Ma’shar: The Abbreviation of the Introduction to Astrology, Together with the Medieval Latin Translation of Adelard of Bath, menyebut Abu Ma’shar sebagai astrolog hebat di abad ke-9 M.
‘’Karya-karya Abu Ma’shar dalam bidang astrologi begitu populer dan sangat ber pengaru h bagi peradaban masyarakat Eropa Barat di abad pertengahan,’’ ujar Bos. Betapa tidak. Sederet adikarya sang Astrolog Muslim itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Menurut Bos, Abu Ma’shar tak hanya berpengaruh dalam bidang astrologi, ia juga berkontribusi dalam bidang kedokteran.
Penjelasan mengenai soal epidemik, papar Bos, merupakan salah satu pengaruh besar Abu Ma’shar dalam bidang kedokteran di Eropa. Ia menghubungkan masalah kedokteran dengan fenomena luar angkasa lewat teorinya yang disangat popular, yakni Theory of the Great Conjunctions.
‘’Menurut teori ini, hubungan planet tertentu dapat menyebabkan bencana alam dan politik,’’ tutur Bos. Salah satu bencana besar yang dihubung-hubungkan para dokter di abad ke -14 dengan teori yang dicetuskan Abu Ma’shar adalah fenomena Black Death. Hal ini menunjukkan betapa pemikiran Abu Ma’shar begitu berpengaruh terhadap peradaban Barat.
Keiji Yamamoto dalam tulisannya tentang sejarah hidup Abu Ma’shar mengungkapkan, ilmuwan Muslim terkemuka di abad ke-9 M itu terlahir pada 10 Agustus 787 M di Balkh, Persia (sekarang Afganistan). Sejatinya ia memiliki nama lengkap Ja’far ibnu Muhammad Abu Ma’shar al-Balkhi.
Selain dikenal dengan sebutan Abu Ma’shar, atrolog yang satu ini juga biasa disebut dengan panggilan Abulmazar. Abu Ma’shar merupakan seorang ilmuwan serbabisa. Selain dikenal sebagai seorang ahli astrologi (ilmu perbintangan), Abu Ma’shar juga menguasai matematika, astronomi, dan filsafat Islam. Ia menekuni matematika saat berusia 47 tahun, setelah kenal dan berkecimpung dalam dunia astrologi.
Ia merupakan murid dari seorang guru yang sangat legendaris, yakni al-Kindi, ilmuwan Muslim di abad ke-8 M. Seperti sang guru, nama Abu Mas'har begitu populer di dunia Barat. Abu Ma'shar telah berjasa menyatukan pelajaran ilmu perbintangan dari berbagai sumber Islam yang luas.
Menurut Yamamoto, Abu Ma'shar juga merupakan salah satu orang yang berpe -ran sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Sayangnya, tak banyak umat Islam di era modern yang mengetahui kisah hidup Abu Mashar. Para sejarawan sains pun sangat jarang mengupas kisah hidup sang ilmuwan.
Tak heran, jika banyak hal dalam sejarah hidup sang ilmuwan yang masih misterius dan menjadi perdebatan di kalangan sejarawan. Menurut Yamamoto, Abu Ma'shar terkenal dengan karya astrologinya. Yamamoto menuturkan, Abu Ma'shar pernah menulis mengenai ilmu perbintangan, termasuk tabel astronomi. Ada beberapa pertanyaan mengenai tanggal kelahiran dan kematiannya, karena pendahulunya mengetahuinya hanya semata-mata berdasarkan pada kutipan horoskop (zodiak) yang tak dikenal dalam bukunya yang bertajuk The Revolutions of the Years of Nativities, papar Yamamoto.
Sejarah hidup Abu Ma'shar, tutur Yamamoto, ditulis seorang sejarawan pada abad ke-10 M bernama Ibnu al-Nadim (wafat 995/998 M). Salah satu misteri yang belum terungkap secara pasti tentang Abu Ma'shar adalah tahun wafatnya. Yamamoto memperkirakan, Abu Ma'shar wafat di Irak pada tahun 886 M. Sementara itu, al-Biruni (973-1048M) dalam karyanya bertajuk Chronology of the Ancient Nation menuturkan bahwa Abu Ma'shar masih melakukan pengamatan astrologi pada 892 M atau enam tahun sesudah tahun kematian yang disebutkan oleh para sejarawan. Al-Biruni dalam karyanya Book of Religions and Dynasties juga mengambil referensi dari karya Abu Ma'shar mengenai posisi bintang yang ditulis pada 896/897 M.
Karya tersebut ditulis Abu Ma'shar ketika berusia lebih dari 100 tahun. Ibnu al-Nadim dalam karyanya Fihrist mengungkapkan bahwa Abu Ma'shar merupakan ilmuwan dan filsuf yang menentang pandangan Helenistik. Pandangan Abu Ma'shar ini kemudian dimanfaatkan al-Biruni untuk memetahkan pendapat filsuf Islam sebelumnya yakni al-Kindi (801-873 M). Kemasyhuran Abu Ma'shar sebagai ahli astrologi hebat di istana Kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad membuat namanya masuk dalam cerita tentang astrologi.
Bahkan, Ibnu Tawus (1193n1266 M) mengumpulkan beberapa anekdot Abu Ma'shar dalam karyanya berjudul Faraj al-Mahmum (Biografi Para Astrolog). Sayangnya, nyaris semua karya Abu Ma'shar dalam astronomi telah hilang, dan hanya karya astrologinya dalam bahasa Arab yang masih tersisa. Nama Abu Ma'shar tampaknya lebih populer di dunia Barat, ketimbang di dunia Islam modern. Nyaris tak ada pelajaran yang diajarkan di sekolah di Indonesia yang menyebut nama dan kontribusi Abu Ma'shar di era kekhalifahan. Sungguh sangat ironis. Kontribusi Sang Astrolog Siapa yang membaca akan mengetahui. Siapa yang menulis tak akan pernah mati. Peribahasa orang Perancis itu menemukan faktanya. Meski Abu Ma'shar telah tiada belasan abad silam, namun namanya tetap dikenang dan diperbincangkan kalangan ilmuwan, khususnya di dunia Barat.
Salah satu buku yang ditulis Charles Burnett bertajuk Abu Ma'shar: The Abbreviation of the Introduction to Astrology merupakan bukti betapa pemikiran sang ilmuwan masih dianggap penting oleh dunia Barat.
Richard Lemay dalam karyanya berjudul Abu Ma'shar and Latin Aristotelianism in the Twelfth Century, The Recovery of Aristotles Natural Philosophy through Iranian Astrology, masih tertarik dengan pemikiran sang astrolog Muslim.
Dalam bukunya itu Lemay berargumentasi bahwa tulisan Abu Ma'shar sangat mirip dengan salah satu karya terpenting teori Aristoteles tentang alam. Salah satu karya Abu Ma'shar dalam bidang astrologi yang sangat berpengaruh berjudul Kitab al-Mudkhal al-Kabir. Kitab ini terdiri dari 106 bab.
Karyanya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1133 M dan tahun 1140 M. Selain itu, buku yang ditulis Abu Mafshar pun diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Tak heran, jika buah pikir Abu Mafshar telah memiliki pengaruh yang signifikan kepada ahli filsafat Barat, salah satunyai Albert The Great.
Abu Ma'shar juga menulis sebuah versi ringkas dalam mengenalkan karyanya Kitab Mukhtafar alfMudkhal yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Adelard of Bath. Buku lainnya yang ditulis Abu Ma'shar yang terkenal dan diterjemahkan ke dalam bahasa Latin bertajuk Introductorium in Astronmiam.
Buku itu merupakan terjemahan dari kitab berbahasa Arab yakni Kitab al-Mudkhal al-Kabir ila eIlm Ahkam Annujjum, yang ditulis Abu Ma'shar di Baghdad pada 848 M. Kali pertama, kitab itu dialihbahasakan ke dalam bahasa Latin oleh John of Seville pada 1133 M, dan selanjutnya, literatur dibuat lebih sedikit dan ringkas oleh Herman of Carinthia pada 1140 M.
Karya lainnya yang ditulis Abu Ma'shar adalah sejarah astrologi yang memperkenalkan tradisi Sasaniah. Ini dibuat pada era kekuasaan Khalifah al-Mansur, khalifah kedua pada dinasti Abbasiyah. Ini merupakan bagian strategi politik al-Mansur untuk memberikan sebuah yayasan untuk lahirnya dinasti baru, dan tentu saja itu digunakan paling efektif antar Dinasti Abbasiyah sebelumnya.
Buku Abu Ma'shar yang monumental dalam kategori sejarah adalah Kitab al-Milal wa-l-Duwal (Kitab tentang agama-agama dan dinasti). Buku itu terdiri dari delapan bagian dalam 63 bab. Karyanya yang satu ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan dibaca oleh Roger Bacon, Pierre dfAilly, dan Pico della Mirandola (1463n1494 M).
Pemikiran Abu Ma'shar ini tentunya juga dibahas dalam karya besar mereka. Karya lain dalam kategori ini meliputi Fi dhikr ma tadullu elayhi al-ashkhas al-fulwiyya, Kitab aldalalat elaalittisalat waqiranat al-kawakib,dan Kitab aluluf (Book of Thousands), yang tidak bertahan lama tapi ringkasannya dipelihara oleh Sijzi (945-1020M).
Karya lainnya dari sang ilmuwan dikategorikan dalam genethlialogi, ilmu pengetahuan mengenai pemilihan kelahiran. Salah satu contoh adalah Kitab Tahawil Sini al-Mawalid (Book of the revolutions of the years of nativities).
Buku ini juga telah dialihbahasakan ke dalam bahasa Yunani. Kitab itu terdiri dari sembilan volume dan terbagi menjadi 96 bab. Yang diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani hanya lima volume dan terdiri dari 57 bab.
Karya lain Abu Ma'shar yang masuk dalam kategori ini adalah Kitab Mawalid al-Rijal wa-al-Nisa atau (Buku Asal Pira dan Wanita). Dalam karyanya Introductorium in Astronomiam and De magnis coniunctionibus, Abu Ma'shar, mengatakan, dunia diciptakan ketika tujuh planet bergabung dengan Aries, dan ramalan itu bisa berakhir ketika fenomena yang sama terjadi pada Pisces.
Terjemahan kedalam bahasa Latin dan dalam bahasa sehari-hari menjadikan karyanya beredar luas di Eropa dan menjadi sumber inspirasi untuk literatur penggambaran astrologi dengan beberapa pengarang minor awal era modern.
Astronomi
Abu Ma'shar mengembangkan model planet yang beberapa penafsiran sebagai sebuah model heliosentrik. Ini menunjukkan pada revolusi orbital planet diberikan sebagai revolusi heliosentrik lebih baik dari pada revolusi geosentrik dan hanya diketahui teori planet di kejadian ini dalam teori heliosentrik.
Karyanya dalam teori planet tidak dapat bertahan, tapi data astronomnya terakhir direkam oleh al-Hashimi dan al-Biruni, jelas Bartel Leendert van der Waerden dalam karyanya The Heliocentric System in Greek, Persian and Hindu Astronomy.she/des
Al-Falaki. Gelar itu ditabalkan para ilmuwan di era kejayaan Kekhalifahan Abbasiyah kepada Abu Ma’shar berkat kehebatannya dalam bidang astrologi (ilmu perbintangan). Gerrit Bos dalam tulisannya bertajuk Abu Ma’shar: The Abbreviation of the Introduction to Astrology, Together with the Medieval Latin Translation of Adelard of Bath, menyebut Abu Ma’shar sebagai astrolog hebat di abad ke-9 M.
‘’Karya-karya Abu Ma’shar dalam bidang astrologi begitu populer dan sangat ber pengaru h bagi peradaban masyarakat Eropa Barat di abad pertengahan,’’ ujar Bos. Betapa tidak. Sederet adikarya sang Astrolog Muslim itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Menurut Bos, Abu Ma’shar tak hanya berpengaruh dalam bidang astrologi, ia juga berkontribusi dalam bidang kedokteran.
Penjelasan mengenai soal epidemik, papar Bos, merupakan salah satu pengaruh besar Abu Ma’shar dalam bidang kedokteran di Eropa. Ia menghubungkan masalah kedokteran dengan fenomena luar angkasa lewat teorinya yang disangat popular, yakni Theory of the Great Conjunctions.
‘’Menurut teori ini, hubungan planet tertentu dapat menyebabkan bencana alam dan politik,’’ tutur Bos. Salah satu bencana besar yang dihubung-hubungkan para dokter di abad ke -14 dengan teori yang dicetuskan Abu Ma’shar adalah fenomena Black Death. Hal ini menunjukkan betapa pemikiran Abu Ma’shar begitu berpengaruh terhadap peradaban Barat.
Keiji Yamamoto dalam tulisannya tentang sejarah hidup Abu Ma’shar mengungkapkan, ilmuwan Muslim terkemuka di abad ke-9 M itu terlahir pada 10 Agustus 787 M di Balkh, Persia (sekarang Afganistan). Sejatinya ia memiliki nama lengkap Ja’far ibnu Muhammad Abu Ma’shar al-Balkhi.
Selain dikenal dengan sebutan Abu Ma’shar, atrolog yang satu ini juga biasa disebut dengan panggilan Abulmazar. Abu Ma’shar merupakan seorang ilmuwan serbabisa. Selain dikenal sebagai seorang ahli astrologi (ilmu perbintangan), Abu Ma’shar juga menguasai matematika, astronomi, dan filsafat Islam. Ia menekuni matematika saat berusia 47 tahun, setelah kenal dan berkecimpung dalam dunia astrologi.
Ia merupakan murid dari seorang guru yang sangat legendaris, yakni al-Kindi, ilmuwan Muslim di abad ke-8 M. Seperti sang guru, nama Abu Mas'har begitu populer di dunia Barat. Abu Ma'shar telah berjasa menyatukan pelajaran ilmu perbintangan dari berbagai sumber Islam yang luas.
Menurut Yamamoto, Abu Ma'shar juga merupakan salah satu orang yang berpe -ran sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Sayangnya, tak banyak umat Islam di era modern yang mengetahui kisah hidup Abu Mashar. Para sejarawan sains pun sangat jarang mengupas kisah hidup sang ilmuwan.
Tak heran, jika banyak hal dalam sejarah hidup sang ilmuwan yang masih misterius dan menjadi perdebatan di kalangan sejarawan. Menurut Yamamoto, Abu Ma'shar terkenal dengan karya astrologinya. Yamamoto menuturkan, Abu Ma'shar pernah menulis mengenai ilmu perbintangan, termasuk tabel astronomi. Ada beberapa pertanyaan mengenai tanggal kelahiran dan kematiannya, karena pendahulunya mengetahuinya hanya semata-mata berdasarkan pada kutipan horoskop (zodiak) yang tak dikenal dalam bukunya yang bertajuk The Revolutions of the Years of Nativities, papar Yamamoto.
Sejarah hidup Abu Ma'shar, tutur Yamamoto, ditulis seorang sejarawan pada abad ke-10 M bernama Ibnu al-Nadim (wafat 995/998 M). Salah satu misteri yang belum terungkap secara pasti tentang Abu Ma'shar adalah tahun wafatnya. Yamamoto memperkirakan, Abu Ma'shar wafat di Irak pada tahun 886 M. Sementara itu, al-Biruni (973-1048M) dalam karyanya bertajuk Chronology of the Ancient Nation menuturkan bahwa Abu Ma'shar masih melakukan pengamatan astrologi pada 892 M atau enam tahun sesudah tahun kematian yang disebutkan oleh para sejarawan. Al-Biruni dalam karyanya Book of Religions and Dynasties juga mengambil referensi dari karya Abu Ma'shar mengenai posisi bintang yang ditulis pada 896/897 M.
Karya tersebut ditulis Abu Ma'shar ketika berusia lebih dari 100 tahun. Ibnu al-Nadim dalam karyanya Fihrist mengungkapkan bahwa Abu Ma'shar merupakan ilmuwan dan filsuf yang menentang pandangan Helenistik. Pandangan Abu Ma'shar ini kemudian dimanfaatkan al-Biruni untuk memetahkan pendapat filsuf Islam sebelumnya yakni al-Kindi (801-873 M). Kemasyhuran Abu Ma'shar sebagai ahli astrologi hebat di istana Kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad membuat namanya masuk dalam cerita tentang astrologi.
Bahkan, Ibnu Tawus (1193n1266 M) mengumpulkan beberapa anekdot Abu Ma'shar dalam karyanya berjudul Faraj al-Mahmum (Biografi Para Astrolog). Sayangnya, nyaris semua karya Abu Ma'shar dalam astronomi telah hilang, dan hanya karya astrologinya dalam bahasa Arab yang masih tersisa. Nama Abu Ma'shar tampaknya lebih populer di dunia Barat, ketimbang di dunia Islam modern. Nyaris tak ada pelajaran yang diajarkan di sekolah di Indonesia yang menyebut nama dan kontribusi Abu Ma'shar di era kekhalifahan. Sungguh sangat ironis. Kontribusi Sang Astrolog Siapa yang membaca akan mengetahui. Siapa yang menulis tak akan pernah mati. Peribahasa orang Perancis itu menemukan faktanya. Meski Abu Ma'shar telah tiada belasan abad silam, namun namanya tetap dikenang dan diperbincangkan kalangan ilmuwan, khususnya di dunia Barat.
Salah satu buku yang ditulis Charles Burnett bertajuk Abu Ma'shar: The Abbreviation of the Introduction to Astrology merupakan bukti betapa pemikiran sang ilmuwan masih dianggap penting oleh dunia Barat.
Richard Lemay dalam karyanya berjudul Abu Ma'shar and Latin Aristotelianism in the Twelfth Century, The Recovery of Aristotles Natural Philosophy through Iranian Astrology, masih tertarik dengan pemikiran sang astrolog Muslim.
Dalam bukunya itu Lemay berargumentasi bahwa tulisan Abu Ma'shar sangat mirip dengan salah satu karya terpenting teori Aristoteles tentang alam. Salah satu karya Abu Ma'shar dalam bidang astrologi yang sangat berpengaruh berjudul Kitab al-Mudkhal al-Kabir. Kitab ini terdiri dari 106 bab.
Karyanya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1133 M dan tahun 1140 M. Selain itu, buku yang ditulis Abu Mafshar pun diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Tak heran, jika buah pikir Abu Mafshar telah memiliki pengaruh yang signifikan kepada ahli filsafat Barat, salah satunyai Albert The Great.
Abu Ma'shar juga menulis sebuah versi ringkas dalam mengenalkan karyanya Kitab Mukhtafar alfMudkhal yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Adelard of Bath. Buku lainnya yang ditulis Abu Ma'shar yang terkenal dan diterjemahkan ke dalam bahasa Latin bertajuk Introductorium in Astronmiam.
Buku itu merupakan terjemahan dari kitab berbahasa Arab yakni Kitab al-Mudkhal al-Kabir ila eIlm Ahkam Annujjum, yang ditulis Abu Ma'shar di Baghdad pada 848 M. Kali pertama, kitab itu dialihbahasakan ke dalam bahasa Latin oleh John of Seville pada 1133 M, dan selanjutnya, literatur dibuat lebih sedikit dan ringkas oleh Herman of Carinthia pada 1140 M.
Karya lainnya yang ditulis Abu Ma'shar adalah sejarah astrologi yang memperkenalkan tradisi Sasaniah. Ini dibuat pada era kekuasaan Khalifah al-Mansur, khalifah kedua pada dinasti Abbasiyah. Ini merupakan bagian strategi politik al-Mansur untuk memberikan sebuah yayasan untuk lahirnya dinasti baru, dan tentu saja itu digunakan paling efektif antar Dinasti Abbasiyah sebelumnya.
Buku Abu Ma'shar yang monumental dalam kategori sejarah adalah Kitab al-Milal wa-l-Duwal (Kitab tentang agama-agama dan dinasti). Buku itu terdiri dari delapan bagian dalam 63 bab. Karyanya yang satu ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan dibaca oleh Roger Bacon, Pierre dfAilly, dan Pico della Mirandola (1463n1494 M).
Pemikiran Abu Ma'shar ini tentunya juga dibahas dalam karya besar mereka. Karya lain dalam kategori ini meliputi Fi dhikr ma tadullu elayhi al-ashkhas al-fulwiyya, Kitab aldalalat elaalittisalat waqiranat al-kawakib,dan Kitab aluluf (Book of Thousands), yang tidak bertahan lama tapi ringkasannya dipelihara oleh Sijzi (945-1020M).
Karya lainnya dari sang ilmuwan dikategorikan dalam genethlialogi, ilmu pengetahuan mengenai pemilihan kelahiran. Salah satu contoh adalah Kitab Tahawil Sini al-Mawalid (Book of the revolutions of the years of nativities).
Buku ini juga telah dialihbahasakan ke dalam bahasa Yunani. Kitab itu terdiri dari sembilan volume dan terbagi menjadi 96 bab. Yang diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani hanya lima volume dan terdiri dari 57 bab.
Karya lain Abu Ma'shar yang masuk dalam kategori ini adalah Kitab Mawalid al-Rijal wa-al-Nisa atau (Buku Asal Pira dan Wanita). Dalam karyanya Introductorium in Astronomiam and De magnis coniunctionibus, Abu Ma'shar, mengatakan, dunia diciptakan ketika tujuh planet bergabung dengan Aries, dan ramalan itu bisa berakhir ketika fenomena yang sama terjadi pada Pisces.
Terjemahan kedalam bahasa Latin dan dalam bahasa sehari-hari menjadikan karyanya beredar luas di Eropa dan menjadi sumber inspirasi untuk literatur penggambaran astrologi dengan beberapa pengarang minor awal era modern.
Astronomi
Abu Ma'shar mengembangkan model planet yang beberapa penafsiran sebagai sebuah model heliosentrik. Ini menunjukkan pada revolusi orbital planet diberikan sebagai revolusi heliosentrik lebih baik dari pada revolusi geosentrik dan hanya diketahui teori planet di kejadian ini dalam teori heliosentrik.
Karyanya dalam teori planet tidak dapat bertahan, tapi data astronomnya terakhir direkam oleh al-Hashimi dan al-Biruni, jelas Bartel Leendert van der Waerden dalam karyanya The Heliocentric System in Greek, Persian and Hindu Astronomy.she/des
Langganan:
Postingan (Atom)