Jumat, 05 Agustus 2016
Faqir
Keistimewaan lailatul qadar
Asar yang aneh dan berita yang mengherankan berkaitan dengan malam kemuliaan (Lailatul Qadar) ini. Diriwayatkan oleh Imam Abu Muhammad ibnu Abu Hatim dalam tafsir ayat ini. Untuk itu ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ziyad Al-Qatwani, telah menceritakan kepada kami Sayyar ibnu Hatim, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Sa'id Ar-Rasi, dari Hilal ibnu Abu Jabalah, dari Abu Abdus Salam, dari ayahnya, dari Ka'b. Ka'bul Ahbar mengatakan bahwa sesungguhnya Sidratul Muntaha itu berada di perbatasan langit ketujuh dekat dengan surga, udaranya adalah campuran antara udara dunia dan udara akhirat. Dahan dan ranting-rantingnya berada di bawah Al-Kursi. Padanya terdapat malaikat-malaikat yang bilangannya tiada yang mengetahuinya kecuali hanya Allah Swt. Mereka selalu melakukan ibadah kepada Allah Swt. di semua dahannya dan di setiap tempat bulu pohon itu terdapat seorang malaikat, sedangkan kedudukan Malaikat Jibril berada di tengah-tengahnya. Allah memanggil Jibril untuk turun di setiap malam kemuliaan bersama dengan para malaikat yang menghuni Sidratul Muntaha. Tiada seorang malaikat pun dari mereka melainkan telah dianugerahi rasa lembut dan kasih sayang kepada orang-orang mukmin. Maka turunlah mereka di bawah pimpinan Jibril a.s. di malam kemuliaan di saat matahari terbenam. Maka tiada suatu tempat pun di bumi di malam kemuliaan melainkan telah terisi oleh malaikat; ada yang sedang sujud, ada pula yang sedang berdiri mendoakan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan.Terkecuali jika tempat itu berupa gereja, atau sinagog (tempat peribadatan orang-orang Yahudi), atau tempat pemujaan api, atau tempat pemujaan berhala, atau sebagian tempat kalian yang dipakai oleh kalian membuang kotoran, atau rumah yang di dalamnya terdapat orang mabuk, atau rumah yang ada minuman yang memabukkan, atau rumah yang di dalamnya ada berhala yang terpasang, atau rumah yang di dalamnya ada lonceng yang tergantung atau tempat sampah, atau tempat sapu. Mereka terus-menerus sepanjang malam itu mendoakan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan Jibril tidak sekali-kali mendoakan seseorang dari kaum mukmin melainkan ia menyalaminya. Dan sebagai pertandanya ialah bila seseorang yang sedang melakukan qiyam bulunya merinding (berdiri) dan hatinya lembut serta matanya menangis, maka itu akibat salam Jibril kepadanya (jabat tangan Jibril kepadanya). Ka'bul Ahbar menyebutkan bahwa barang siapa yang di malam kemuliaan membaca kalimah "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah" sebanyak tiga kali, Allah memberikan ampunan baginya dengan salah satunya, dan menyelamatkannya dari neraka dengan satunya lagi, dan dengan yang terakbir Allah memasukkannya ke dalam surga. Maka kami bertanya kepada Ka'bul Ahbar, "Hai Abu Ishaq, benarkah ucapanmu itu?" Ka'bul Ahbar menjawab, "Tiada yang mengucapkan kalimah 'Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah' kecuali hanyalah orang yang benar. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya Lailatul Qadar itu benar-benar terasa berat bagi orang kafir dan orang munafik, sehingga seakan-akan beratnya seperti bukit di punggungnya." Ka'bul Ahbar melanjutkan, bahwa para malaikat itu terus-menerus dalam keadaan demikian hingga fajar terbit. Dan malaikat yang mula-mula naik ke langit adalah Malaikat Jibril; manakala sampai di ufuk yang tinggi di dekat matahari, maka ia membuka lebar-lebar sayapnya. Ia memiliki sepasang sayap yang berwarna hijau, dan dia belum pernah membukanya kecuali hanya di saat itu. Karenanya maka cahaya matahari kelihatan redup. Kemudian Jibril memanggil malaikat demi malaikat, maka naiklah yang dipanggilnya sehingga berkumpullah nur para malaikat dan nur kedua sayap Jibril. Maka matahari di hari itu terus-menerus kelihatan cahayanya pudar. Dan Jibril beserta para malaikat bermukim di antara bumi dan langit di hari itu dalam keadaan berdoa dan memohonkan rahmat serta ampunan bagi orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, dan bagi orang-orang yang puasa Ramadan karena iman dan mengharapkan pahala Allah. Dan Jibril mendoakan orang yang hatinya mengatakan bahwa jika dia hidup sampai Ramadan tahun depan, maka ia akan puasa lagi karena Allah. Bila hari telah petang, mereka memasuki perbatasan langit yang terdekat, lalu mereka duduk dan membentuk lingkaran-lingkaran dan bergabung dengan mereka semua malaikat yang ada di langit terdekat. Maka para malaikat langit yang terdekat menanyakan kepada mereka tentang perihal laki-laki dan perempuan dari penduduk dunia, lalu para malaikat Sidratul Muntaha menceritakan keadaan orang-orang yang ditanyakan mereka kepada mereka. Hingga mereka bertanya, "Apakah yang dikerjakan oleh si Fulan dan bagaimanakah engkau menjumpainya di tahun ini?" Maka para malaikat yang bam datang itu menjawab, "Kami jumpai si Fulan di permulaan malam tahun lalu sedang ibadah, dan kami jumpai dia tahun ini dalam keadaan mengerjakan perbuatan bid'ah. Dan kami telah menjumpai si Fulan di tahun kemarin dalam keadaan berbuat bid'ah, sedangkan di tahun ini kami menjumpainya dalam keadaan beribadah." Maka para malaikat langit yang terdekat tidak lagi mendoakan ampunan bagi orang yang berbuat bid'ah dan memohonkan ampunan bagi orang yang beribadah. Dan mereka memberitahukan bahwa kami jumpai si Fulan dan si Anu dalam keadaan berzikir kepada Allah, dan kami jumpai si Fulan sedang rukuk, dan kami jumpai si Fulan sedang sujud, dan kami jumpai si Anu sedang membaca Kitabullah. Ka'bul Ahbar melanjutkan, bahwa mereka di siang dan malam hari itu tetap dalam keadaan demikian, hingga naiklah mereka ke langit yang kedua. Dan di setiap langit mereka singgah selama sehari semalam, hingga sampailah mereka ke tempat semula di Sidratul Muntaha. Maka Sidratul Muntaha menyambut mereka dan berkata, "Hai para pendudukku, ceritakanlah kepadaku tentang manusia dan sebutkanlah nama-nama mereka kepadaku, karena sesungguhnya aku mempunyai hak atas kalian, dan sesungguhnya aku menyukai orang-orang yang menyukai Allah." Ka'bul Ahbar menceritakan bahwa mereka menyebutkan kepada Sidratul Muntaha apa yang diinginkannya dengan menyebutkan nama tiap laki-laki dan perempuan yang diceritakannya, juga nama orang tua-orang tua mereka. Kemudian surga datang kepada Sidratul Muntaha dan mengatakan, "'Ceritakanlah kepadaku apa yang telah diceritakan oleh malaikat-malaikat yang menghunimu," lalu Sidratul Muntaha menceritakan hal itu kepadanya. Ka'bul Ahbar melanjutkan, bahwa setelah itu surga mengatakan, "Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada si Fulan dan semoga Allah melimpahkan pula rahmat-Nya kepada si Fulanah. Ya Allah, segerakanlah mereka kepadaku." Jibril lebih dahulu sampai di tempatnya sebelum para malaikat yang menyertainya, lalu Allah mengilhamkan kepadanya untuk berbicara, maka Jibril berkata, "Aku telah menjumpai si Fulan sedang sujud, maka ampunilah dia," kemudian Allah memberikan ampunan bagi si Fulan yang bcsangkutan. Suara Jibril terdengar oleh para malaikat pemikul 'Arasy, maka mereka memohon, "Semoga rahmat Allah terlimpahkan kepada si Fulan, dan semoga rahmat Allah terlimpahkan kepada si Fulanah, dan semoga ampunan Allah diberikan kepada si Fulan." Jibril berkata, "Ya Tuhanku, aku menjumpai hamba'-Mu si Fulan yang telah kujumpai di tahun kemarin dalam keadaan menempuh jalan sunnah dan beribadah, sekarang di tahun ini aku menjumpainya telah melakukan suatu perbuatan bid'ah," lalu Jibril menolak untuk memohonkan ampunan dan rahmat bagi orang itu. Maka Allah Swt. berfirman, "Hai Jibril, jika dia bertobat dan kembali ke jalan-Ku tiga jam sebelum dia mati, Aku memberikan ampunan baginya." Maka Jibril berkata, "Bagi-Mu segala puji, ya Tuhanku, Engkau lebih penyayang daripada semua makhluk-Mu, dan Engkau lebih penyayang kepada hamba-hamba-Mu daripada hamba-hamba-Mu terhadap diri mereka sendiri." Ka'bul Ahbar mengatakan bahwa lalu 'Arasy berguncang berikut semua yang ada di sekitarnya dan juga semua hijab (tirai). Semua langit dan para penghuninya mengatakan, "Segala puji bagi Allah Yang Maha Penyayang." Perawi mengatakan bahwa Ka'bul Ahbar telah mengatakan, "Barang siapa yang melakukan puasa Ramadan, sedangkan dalam dirinya ia berbicara bahwa apabila ia berbuka (yakni telah selesai dari puasa Ramadannya) ia bertekad untuk tidak akan berbuat durhaka kepada Allah Swt., niscaya orang itu masuk surga tanpa pertanyaan dan tanpa hisab." Demikianlah akhir tafsir surat Al-Qadar, segala puji bagi Allah atas segala karunia yang telah dilimpahkan-Nya
Minggu, 31 Juli 2016
Majelis ke 1 JANGAN BERPALING DARI ALLAH Pengajian Syeikh Abdul Qadir al-Jilany (Hari Ahad Pagi tanggal 3 Syawal tahun 545 H) Di Pesantrennya.
Berpaling dari Allah Azza wa Jalla ketika ketentuan TakdirNya turun, berarti pertanda matinya Agama, matinya Tauhid, matinya Tawakkal dan matinya ke-Ikhlasan. Sedangkan qalbu orang-orang mukmin tidak tahu, kenapa dan bagaimana sampai tidak tahu. Bahkan mengatakan, “Ya” (atas tindakan menyimpang itu, pen).
Nafsu itu, secara keseluruhan selalu kontra dan antagonis. Siapa yang ingin membaharui jiwanya, hendaknya ia memerangi nafsunya sehingga aman dari kejahatannya. Karena nafsu itu semuanya adalah buruk dalam keburukan. Bilamana anda telah memerangi, dan anda bisa tenang, maka seluruh jiwa anda akan meraih kebaikan dalam kebaikan. Sehingga anda selaras dalam seluruh kepatruhan kepada Allah dan meninggalkan seluruh kemaksiatan. Disinilah dikatakan dalam al-Qur’an:
“Wahai jiwa yang tenteram kembalilah kepada Tuhanmu dengan jiwa yang ridlo dan diridloi oleh Tuhan.”
Jiwa meraih keteguhan, dank arena itu telah sirna keburukannya. Jiwa tidak lagi bergantung pada makhluk mana pun. Benarlah jika hal ini dikaitkan dengan Nabiyullah Ibrahim as, dimana beliau telah keluar dari nafsunya dan abadi dengan tanpa hawa nafsu, sementara qalbunya tenteram, disaat itu berbagai ragam makhluk mendatanginya, menawarkan diri mereka masing-masing untuk membantunya. Lalu Ibrahim as, menegaskan, “Aku tidak ingin pertolongan kalian, karena KemahatahuanNya atas kondisiku sungguh telah cukup bagiku untuk permintaanku.” Maka ketika kepasrahan dan tawakkalnya benar, lalu, dikatakan pada api, “Jadilah dirimu dingin dan menyelamatkan pada Ibrahim.” Sebagai pertolongan dari Allah ta’ala Azza wa-Jalla bagi mereka yang sabar di dunia tanpa terhingga di dunia. Sedangkan kenikmatan di akhirat pun tanpa terhitung pula. Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang sabar akan ditunaikan pahalanya tanpa terhingga.”
Segala hal tidak akan pernah tersembunyi di Mata Allah, karena itulah hendaknya kalian bersabar bersama Allah sesaat saja, anda akan melihat hasilnya berupa kelembutan dan kenikmatan bertahun-tahun. Dan keberanian adalah sabar sesaat itu sendiri.
Allah bersama orang-orang yang sabar. Dengan pertolongan dan kebaikanNya, maka bersabarlah bersama Allah. Ingatlah selalu padaNya, dan jangan melupakanNya. Jangan sampai sampai anda baru sadar ketika maut sudah tiba, karena sadar pada saat setelah maut adalah tindakan sia-sia. Sadarlah sebelum anda menemuiNya. Sadarlah sebelum anda disadarkan oleh kejutan yang membuat anda menyesal, diwaktu sebuah penyesalan tidak ada artinya lagi. Perbaikilah hatimu, sebab jika hatimu baik seluruh dirimu dan perilakumu akan baik pula. Karena itu Nabi SAW bersabda, “Dalam diri manusia ada segumpal darah, manakala ia baik, akan baik seluruh tubuhnya, dan bila rusak, rusaklah perilaku jasadnya. Ingatlah, (Tidak lain) adalah Qalbu.”
Memperbaiki (mensalehkan) qalbu itu dengan ketaqwaan dan tawakkal pada Allah Ta’ala, mentauhidkanNya, dan ikhlas dalam beramal. Sebaliknya jika hal itu tidak dilakukan justru akan merusak qalbu. Qalbu ibarat burung yang terbang dalam sangkar, seperti mutiara dalam bejana, dan seperti harta dalam perbendaharaan. Ibarat ini memakai metafor burung bukan dengan sangkar, dengan mutiara, bukan dengan bejana, dengan harta, bukan dengan perbendaharaan.
Ya Allah, sibukkanlah tubuhku dalam kepatuhan padaMu, sibukkanlah hatiku dengan ma’rifatMu, dan sibukkanlah sepanjang hayatku dalam malam-malam dan siang. Kumpulkanlah kami dengan orang-orang dahulu yang shaleh, limpahilah kami rizki sebagaimana Engkau limpahi mereka, dan semoga Engkau terhadap kami, seperti Engkau terhadap mereka. Amin.
Wahai kaum sufi! Jadilah kalian hanya untuk Allah, sebagaimana kaum shaleh kepadaNya. Sehingga kalian meraih apa yang telah mereka raih. Bila kalian ingin agar Allah Ta’ala semata bagi kalian, maka sibukkanlah dengan ketaatan dan kesabaran bersamaNya, ridlo atas tindalakanNya, baik bagi diri kalian maupun orang lain. Kaum Sufi senantiasa senantiasa zuhud di dunia, dan mereka meraih bagian mereka dari dunia dengan tangan ketaqwaan dan kewara’an, kemudian meraih akhirat. Mereka beramal dengan amaliyah yang menjaga jiwa mereka dan mereka patuh kepada Tuhannya. Mereka menyadarkan jiwa mereka sendiri baru kemudian menyadarkan jiwa orang lain.
Anakku, nasihatilah dirimu baru nasihati orang lain. Anda harus lebih dulu memperhatikan diri anda, dan jangan keburu memperbaiki orang lain, karena masih banyak bongkahan jiwamu yang masih harus diperbaiki. Celaka, jika anda merasa lebih tahu orang lain, sedangkan anda buta, bagaimana anda menuntun orang lain? Orang yang menuntun orang lain pastilah orang yang melihat hatinya. Bahwa sesungguhnya yang bisa membersihkan jiwa mereka adalah orang yang telah menyelami lautan yang jernih dan terpuji. Orang yang bisa menunjukkan jalan menuju Allah Ta’ala adalah orang yang ma’rifat kepada Allah. Sedangkan orang yang bodoh terhadap Allah, bagaimana mereka bisa menunjukkan kepadaNya?
Tak ada kalam bagi anda dalam melaksanakan perintah Allah, anda mencintaiNya dan beramal kepadaNya, bukan untuk yang lainNya. Anda harus takut padaNya bukan selainNya. Dan semua itu adanya dalam hati, bukan dalam retorika ucapan. Semua itu tersembunyi, tidak dalam publikasi.
Manakala Tauhid adalah pintu rumah, dan syirik berada di dalam rumah, itulah munafiq yang sesungguhnya. Sungguh sial anda, ucapan anda penuh dengan retorikan ketaqwaan, sednagkan hati anda penuh dengan kecurangan. Ucapan anda berterimakasih kepadaNya, sedangkan hati anda menentangNya. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan mereka tidak diperintah kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan, demi keopatuhan pada agama.”
Tinggalkanlah sekutu anda dengan makhluk, dan manunggalkanlah diri anda dengan Allah Ta’ala. Karena Dialah Pencipta segalanya, semuanya. Dan di TanganNya-lah segala ini berada. Wahai para petualang dunia yang memburu selain DiriNya, apakah anda tidak berfikir, adakah sesuatu yang diluar gengaman perbendaharaan Allah ta’ala? “Dan tak ada sesuatu pun kecuali bagi kami perbendaharaanNya.”
Wahai muridku, jika anda ingin selamat dalam genggaman takdir, hendaknya anda bersandar pada kesabaran, mengikat pada keselarasan aturan Ilahi, ibadah sembari menunggu jalan keluar. Jika demikian anda telah meraih kebenaran dari Sang Kuasa Takdir, melaui Fadlal dan anugerahNya, lebih dari kebajikan yang anda buru dan anda harapkan.
Wahai kaum Sufi. Selaraskanlah diri kalian dengan ketentuan takdir. Dan terimalah dari Abdul Qadir yang terus berjuang dalam berselaras dengan Qadar. Keselarasanku dengan ketentuan Takdir telah melangkahkan diriku kepada Sang Kuasa.
Muridku, kemarilah. Tunduklah kepada Allah Ta’ala, terhadap takdir dan tindakanNya, dan seluruh tubuh kita harus berpijak pada keselarasan takdir, lalu kita meniti jalan dengan kendaraan takdir itu. Karena takdir itu adalah utusan dari Sang Raja, dan kita memuliakannya karena siapa yang mengutusnya. Jika kita bebruat demikian, kita senantiasa bersanding kepada Al-Qadir (Sang Kuasa Takdir).
Anda dipersilakan meminum dari lautan ilmunya, memakan dari sajian keutamaannya, bergembira bersama dengan kemesraan Ilahiyahnya dan berselubung dalam kasih sayangnya. Mereka (para wali itu) adalah tokoh-tokoh Ilahi dari berbagai golongan dan kelompok.
Wahai para murid, hendaknya engkau bertaqwa, berpijak pada aturan syariah, kontra terhadap kepentingan nafsu, hawa nafsu, syetan dan pecundang-pecundang keburukan. Orang mukmin senantiasa perang melawan semua itu, bahkan tegak kepalanya, tidak menyarungkan senjatanya, tidak melepaskan pedal di atas kuda-kudanya. Mereka tidur karena lelap (bukan menikmati tidur), dan mereka makan dari laparnya ucapan mereka. Bahwa mereka berkata, karena kehendak Ilahi untuk berbuat demikian, dan kata-kata mereka menggerakkan dunia, sebagaimana tubuh-tubuh kita berkata esok di hari kiamat, bicara kepada Allah, seakan-akan mereka berkata seperti benda-benda padat ini semua berkata. Manakala Allah menghendaki mereka, Allah menyiapkan mereka untuk tabligh kepada sesama dengan peringatan dan kabar gembira dengan hujah-hujah yang meyakinkan. Maka demikianlah Allah menggerakkan lisan para Nabi dan Rasul, lalu ketika Allah Ta’ala mewafatkan, maka para pewarisnya dari para Ulama yang mengamalkan ilmunya, mewarisi kata-kata itu demi kebajikan makhluk, sekaligus sebagai pewarisnya.
“Para Ulama adalah pewaris para Nabi”.
Wahai kaum Sufi, bersyukurlah kamu kepada Allah Ta’ala atas nikmat-nikmatNya, lihatlah betapa nikmat itu melimpah dari Allah Ta’ala. “Apa yang datang padamu dari nikmat itu sungguh dari Allah.”
Manakah syukur anda itu, wahai orang-orang yang berselingkuh dari nikmatNya? Wahai orang yang memandang nikmatNya tetapi menganggap datang dari selain DiriNya? Terkadang kalian melihat nikmat itu dari Allah, terkadang bukan dari Allah, dan anda menunggu sesuatu yang bukan dari Allah? Terkadang pula anda meminta pertolongan lewat nikmat itu, demi kepentingan hawa kemaksiatan anda?
Wahai muridku, anda sangat membutuhkn kewara’an dalam khalwat anda, yang bisa mencerabutnya dari kemaksiatan anda dan dosa-dosa anda. Anda membutuhkan muroqobah yang mengingatkan anda akan Pandangan Allah Ta’ala kepada anda. Anda sangat membutuhkan semua itu dalam khalwat-khalwat anda, lalu kebutuhan untuk memerangi hawa nafsu anda dan syetan-syetan. Karena runtuhnya kebesaran manusia oleh kesalahannya. Runtuhnya ahli zuhud dengan syahwat- kesenangannya. Runtuhnya para wali Abdal karena pikiran dan bisikan imajinatif dalam khalwatnya. Runtuhnya para Shiddiqin dalam kejapan-kejapan hati (pada selainNya).
Mereka disibukkan memelihara hati mereka, karena mereka tidur di pintu Allah. Mereka tegak berdiri di panggung dakwah, mengajak makhluk untuk ma’rifat kepada Allah Ta’ala. Mereka terus menerus memanggil hati sembari mengumandangkan, “Wahai masyarakat qalbu, wahai para ruh, wahai manusia, wahai Jin, wahai penempuh jalan Ilahi, kemarilah-kemarilah….menuju Pintu Sang Raja. Bergegaslah kepadaNya dengan telapak kaki hatimu, dengan pijakan ketaqwaan dan tauhidmu, dengan ma’rifat dan wara’mu yang luhur, dengan zuhud di dunia dan di akhirat, zuhud dari segala hal selain Allah. Itulah kesibukan sufi, cita-citanya adalah menata kebajiakn makhluk, hasratnya membubung langit dan bumi, dari Arasy sampai bintang Tata surya.
Wahai muridku, tinggalkan nafsumu dan hawanya. Jadilah kalian ini sebagai tanah yang diinjak oleh para Sufi, menjadi debu-debu yang menempel di tangan mereka. Allah berfirman, “Allah mengeluarkan kehidupan dari kematian, dan mengeluarkan kematian dari kehidupan.” Allah mengeluarkan Ibrahim as, dari kedua orangtuanya yang mati dalam kekafiran. Orang mukmin itu hidup, dan orang kafir itu mati. Orang bertauhid itu hidup. Orang musyrik itu mati. Karena itu Allah berfirman dalam hadits Qudsi, “Yang pertama kali mati dari mahlukku adalah Iblis”. Karena Iblis yang pertama maksiat kepadaKu, lalu ia mati dengan maksiat itu.
Inilah akhir zaman. Pasar kemunafikan telah muncul, mall kedustaan telah bertebaran, karena itu janganlah anda bersanding duduk dengan para munafiqin, pendusta, dan Dajjalin. Sungguh celaka anda jika jiwa anda diselubungi kemunafikan, kedustaan, kekafiran, kelacutan dan kemusyrikan. Bagaimana anda bisa bersanding dengan itu semua?
Karena itu jauhilah dan jangan berselaras dengan kendali apalagi bergabung. Penjarakan semua kebusukan itu, sesuai dengan wataknya. Tekanlah semua itu dengan perjuangan jiwa. Sedangkan hawa nafsu, hendaklah kalian setir, jangan sampai engkau lepas. Sedikit engkau lepas engkau akan dikendalikannya.
Anda juga jangan memanjakan seleramu, karena selera alami itu seperti anak kecil yang belum memiliki kepandaian. Bagaimana anda belajar pada anak kecil yang kurang ilmu dan anda menerimanya?
Sementara syetan adalah musuhmu dan musuh bapakmu Nabi Adam as. Bagaimana anda bisa tenteram dengan syetan, anda menerimanya, sedangkan antara diri anda dengan syetan ada dendam mendarah daging, dan permusuhan primordial. Karena itu anda tidak bisa main dengan syetan, sebab syetan telah membunuh ayah bundamu. Jika anda tenteram bersama syetan anda akan dibunuh, sebagaimana syetan membunuh keduanya. Karena itu jadikan Taqwa sebagai pedangmu, Tauhidullah Azza wa Jalla, Muraqabah, Khalwat, Shidq, mohon pertolongan Allah, semua sebagai bala tentaramu. Itulah senjata, dan itulah pasukan dimana kamu harus mengusirnya, menyerangnya, memporakporandakan pasukan syetan itu. Bagaimana anda tidak mengusirnya, sedangkan Allah bersama anda?
Jadikan kehidupan dunia dan akhirat dalam satu wadah, lalu bersimpuhlah kepada Tuhanmu dengan ketelanjangan hatimu, tanpa dunia dan tanpa akhirat. Janganlah anda terima di ruang hatimu apa pun selain Allah, jangan pula kamu mengikat hatimu dengan kemakhlukan. Putuskan semua sebab akibat, dan lepaskan semuanya. Jika anda sudah bisa mandiri di sana, maka dunia ini anda jadikan untuk nafsumu, akhirat untuk hatimu, Allah untuk Sirrmu (hakikat rahasia dirimu).
Wahai sahabat. Jangan sampai anda bersama nafsu anda, bersama kesenangan nafsunya, jangan bersama dunia, juga jangan bersama akhirat. Jangan. Janganlah bersama semua, melainkan hanya bersama Allah Azza wa Jalla. Anda jika demikian, benar-benar sampai pada Kemahabendaharaan Ilahi yang abadi, dan pada saat yang sama, hidayah datang dari Allah, dimana tak ada lagi kegelapan setelah itu semua.
Taubatlah anda dari dosa anda, bergegaslah menuju Tuhan anda. Jika kamu taubat, taubatlah dengan lahir dan batin anda. Karena taubat itu adalah jantung kedaulatan.
Lepaskan baju-baju maksiatmu dengan taubat yang murni dan rasa malu kepada Allah secara hakiki. Bukan dengan kesemuan dan kepura-puraan.
Itulah amaliyah qalbu setelah penyucian badan dengan amaliyah syariat. Lahiriyah punya amaliyah, batiniyah juga punya amaliyah. Qalbu, manakala telah keluar dari dari aturan sebab akibat (duniawi) dan lepas dari ikatan dengan makhluk, maka Qalbu akan mengarungi lautan tawakkal, lautan ma’rifat kepada Allah, dam lautan IlmuNya bersamaNya. Qalbu akan meningggalkan sebab akibat duniawi, dan menuju Sang Pencipta sebab akibat. “Dialah yang menciptakan diriku dan memberi hidayah padaku.”
Allah menunjukkan dari satu benua ke benua lain. Dari satu tempat ke tempat lain, sampai berhenti di benua kemandirian yang istiqomah.
Manakala disebut Tuhannya, langsung memancarlah ekspressinya, dan terbukalah tirai-tirai, karena qalbu penempuh hanya menuju kepada Allah Ta’ala, menembus jarak dan meninggalkan semuanya di belakangnya.
Apabila dalam perjalannan ada ketakutan dan kekawatiran akan kehancuran, tiba-tiba muncul imannya, lalu membuatnya jadi berani, lalu reduplah api ketakutan dan kekawatiran. Lalu bergantu dengan cahaya kegembiraan, kebahagiaan dan kesenangan melalui taqarrubnya.
Wahai muridku. Jikalau telah tiba penyakit, maka hadirlah dengan kesabaran, tenanglah, sampai obatnya tiba. Jika obatnya ada di tangan anda, terimalah dengan tangan kesyukuran. Jika anda bisa demikian, anda hidup dalam kehidupan masa depan. Ketakutan itu datangnya dari api yang memotong nurani kaum beriman, membuat raut muka menguning, membuat hati jadi gelisah. Jika terjadi demikian dari kaum beriman, Allah menumpahkan air Kasih sayangNya dan kelembutanNya, lalu Allah membukakan pintu akhirat, sampai mereka melihat tempat tenteramnya.
Manakala mereka tenteram dan tenang, serta riang jiwanya sejenak, Allah membukakan pintu keagunganNya. Kemudian Allah menghadapkan hati dan sirr mereka pada Kebesaran itu, yang membuat mereka sangat ketakutan dibanding yang pertama, tiba-tiba Allah membukakan pintu KemahaindahanNya, lantas mereka tenang, tenteram dan bangkit mendaki derajat-derajat keluhuran, satu demi satu.
Wahai sahabatku. Jangan sampai cita rasamu hanyalah memenuhi hasrat makan dan minum, pakaian dan perkawinan, kesenangan dan apa yang anda kumpulkan. Sebab semua itu hanayalah citarasa nafsu dan watak. Lalu manakah citarasa qalbu dan sirrmu? Citarasanya adalah menuju Allah Tala.
Citarasamu adalah citarasa yang lebih penting dari sekadarnya, yaitu Allah, Tuhanmu dan apa yang ada di sisiNya. Dunia ini hanya sebagai pengganti belaka, yang sesungguhnya adalah kahirat. Makhluk semua adalah kesemuan, yang hakiki adalah Khaliq. Ketika anda meninggalkan kepentingan dunia, maka anda akan meraih gantinya, kenikmatan akhirat. Ukurlah usia anda di dunia ini, untuk sebuah persiapan besar menyongsong akhirat, karena anda akan menerima datangnya Malaikat maut.
Dunia adalah tempat dapur para Sufi. Akhirat adalah pestanya. Jika datang kecemburuan Allah, maka segeralah beralih, menuju maqam akhirat, lalu tidak lagi butuh dunia dan tidak lagi butuh akhirat.
Wahai para pendusta! Anda mencintai Allah ketika mendapatkan nikmat, tetapi ketika mendapatkan bencana, anda telah lari dari Allah, seakan-akan anda putus cinta dengan allah. Seorang hamba diukur dengan ujian, manakala anda tetap teguh bersama Allah dalam musibah bencana, berarti anda memang mencintai Allah. Jika anda berubah, sungguh anda ini dusta.
Seorang laki-laki datang kepada rasulullah SAW, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh aku mencintaimu.” Rasulullah saw, menjawab, “Siapkan dirimu dengan kefakiran sebagai pakaianmu.”
Laki-laki lain datang kepada Nabi SAW, “Aku mencintai Allah Azza wa-Jalla.” Nabi saw, menjawab, “Ambillah bencana sebagai pakaian.”
Mencintai Allah dan mencintai Rasulullah saw, senantiasa disertai dengan kefakiran kepada Allah dan ujian. Karena itu sebagian orang saleh berkata, “Setiap bencana disertai pertanda agar tidak mudah klaim pengakuan. Sebab jika tidak demikian, semua orang bisa mengklaim mencintai Allah Ta’ala. Lalu bencana dan kefakiran sebagai pengokoh atas cinta ini.”
Tuhan, berikanlah kami kebajikan di dunia, dan kebajikan di akhirat. Lindungilah kami dari azab neraka.
Jumat, 15 Juli 2016
Kamis, 14 Juli 2016
Perang khaibar
Khaibar adalah daerah yang ditempati oleh kaum Yahudi setelah diusir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Madinah tatkala mereka melanggar perjanian damai. Di sana mereka menyusun makar untuk melampiaskan dendamnya terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Islam, dan kaum muslimin.
Advertise with Halal.Ad
Dendam Yahudi memang telah menumpuk; mulai terusirnya Bani Qainuqa, Bani Nadhir, terbunuhnya dua tokoh mereka, hingga pembantaian terhadap Bani Quraizhah dan sejumlah tokoh mereka yang dibunuh oleh kaum muslimin.
Telah lewat pembahasan bahwa kaum Yahudi adalah penggerak pasukan Ahzab pada Perang Khandaq. Ini berarti kali yang keempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi umat Yahudi agar kita mengetahui bagaimana sejarah hitam umat Yahudi dan dendam mereka yang sangat mendalam terhadap Islam.
Pasukan Berangkat
Pada bulan Muharram tahun ketujuh Hijriah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama 1400 sahabat yang ikut di Hudaibiyah berangkat menuju Khaibar. Telah kita ketahui bahwa sepulang mereka dari Hudaibiyah Allah menurunkan ayat sebagai janji kemenangan dari-Nya dan perintah untuk memerangi Yahudi di Khaibar dalam firman-Nya:
“Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan) mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Fath: 20)
Ulama ahli tafsir mengatakan bahwa Allah menjanjikan harta rampasan (ghanimah) yang banyak kepada kaum muslimin, sebagai pendahuluannya adalah harta rampasan yang mereka peroleh pada Perang Khaibar itu. Adapun orang-orang badui atau munafik tatkala mereka mengetahui para sahabat akan menang dan mendapat rampasan perang, maka mereka untuk ikut dalam peperangan tersebut supaya mendapat bagian dari ghanimah maka Allah berfirman,
“Orang-orang Badui yang tinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan, “Biarkan kami, niscaya kami mengikuti kamu.’ Mereka hendak mengubah janji Allah. Katakanlah, ‘Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami; demikian Allah telah menetapkan sebelumnya.’ Mereka mengatakan, ‘Sebenarnya kamu dengki kepada kami.’ Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.” (QS. Al-Fath: 15)
Demikian itu karena Allah telah mengkhususkan rampasan Perang Khaibar sebagai balasan jihad, kesabaran, dan keikhlasan para sahabat yang ikut di Hudaibiyah saja.
Para sahabat berangkat dengan penuh keyakinan dan besar hati terhadap janji Allah, sekalipun mereka mengetahui bahwa Khaibar merupakan perkampungan Yahudi yang paling kokoh dan kuat dengan benteng berlapis dan persenjataan serta kesiapan perang yang mapan. Mereka berjalan sambil bertakbir dan bertahlil dengan mengangkat suara tinggi hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka dan memerintahkan agar merendahkan suara sebab Allah Maha Dekat, bersama kalian, tidak tuli, dan tidak jauh. (Bukhari: 4205)
Sebelum subuh mereka tiba di halaman Khaibar, sedang Yahudi tidak mengetahuinya. Tiba-tiba ketika berangkat ke tempat kerja, mereka (orang-orang Yahudi) dikejutkan dengan keberadaan tentara; maka mereka berkata, “Ini Muhammad bersama pasukan perang.” Mereka kembali masuk ke dalam benteng dalam keadaan takut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allahu Akbar, binasalah Khaibar. Sesungguhnya jika kami datang di tempat musuh maka hancurlah kaum tersebut.” (Bukhari dan Muslim)
Kaum muslimin menyerang dan mengepung benteng-benteng Yahudi, tetapi sebagian sahabat pembawa bendera perang tidak berhasil menguasai dan mengalahkan mereka hinga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Besok akan kuserahkan bendera perang kepada seseorang yang Allah dan Rasul-Nya mencintai dan dia pun mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memenangkan kaum muslimin lewat tangannya.” Maka para sahabat bergembira dengan kabar ini dan semua berharap agar bendera tersebut akan diserahkan kepadanya, hingga Umar radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku tidak pernah menginginkan kebesaran, kecuali pada Perang Khaibar.”
Pada pagi hari itu para sahabat bergegas untuk berkumpul di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Masing-masing berharap akan diserahi bendera komando. Akan tetapi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Dimanakah Ali?” Meraka menjawab, “Dia sedang sakit mata, sekarang berada di perkemahannya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Panggillah dia.” Maka mereka memanggilnya. Ali radhiallahu ‘anhu datang dalam keadaan sakit mata (trahom), lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meludahi matanya dan sembuh seketika, seakan-akan tidak pernah merasakan sakit. Beliau menyerahkan bendera perang dan berwasiat kepadanya, “Ajaklah mereka kepada Islam sebelum engkau memerangi mereka. Sebab, demi Allah, seandainya Allah memberi hidayah seorang di antara mereka lewat tanganmu maka sungguh itu lebih baik bagimu dari pada onta merah (harta bangsa Arab yang paling mewah ketika itu).” (Muslim)
Perang Tanding
Tatkala berlangsung pengepungan benteng-benteng Yahudi, tiba-tiba pahlawan andalan mereka bernama Marhab menantang dan mengajak sahabat untuk perang tanding. Amir bin Akwa radhiallahu ‘anhu melawannya dan beliau terbunuh mati syahid. Lalu Ali radhiallahu ‘anhu melawannya hingga membunuhnya dan menyebabkan runtuhnya mental kaum Yahudi dan sebagai sebab kekalahan mereka.
Benteng Khaibar terdiri dari tiga lapis, dan masing-masing terdiri atas tiga benteng. Kaum muslimin memerangi dan menguasai benteng demi benteng. Setiap kali Yahudi kalah dari pertahanan pada satu benteng, mereka berlindung dan berperang dalam benteng lainnya hingga kemenagan mutlak berada di tangan kaum muslimin.
Korban Perang
Dalam peperangan ini terbunuh dari kaum Yahudi puluhan orang, sedang wanita dan anak-anak ditawan. Termasuk dalam tawanan adalah Shofiyah binti Huyai yang jatuh di tangan Dihyah al-Kalbi lalu dibeli oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam darinya. Beliau mengajaknya masuk Islam lalu menikahinya dengan mahar memerdekakannya. Adapun yang mati syahid dari kaum muslimin sebanyak belasan orang.
Di antara yang mati syahid adalah seorang badui yang datang dan masuk Islam dan memohon kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk hijrah dan tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperoleh rampasan Perang Khaibar maka beliau memberinya bagian, tetapi dia berkata, “Wahai Rasulullah, aku mengikutimu bukan untuk tujuan ini, melainkan agar aku terkena panah di sini (sambil memberi isyarat pada lehernya) sehingga aku masuk surga.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Jika kamu jujur kepada Allah maka pasti Allah buktikan.” Tidak lama kemudian jenazahnya dibawa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan terluka pada tempat yang dia isyaratkan sebelumnya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Orang ini jujur kepada Allah. Oleh karenanya, Allah memenuhi niatnya yang baik.” Lalu beliau mengafaninya dan memakamkannya. (Mushonnaf Abdurrozaq dengan sanad yang baik, 5:276)
Daging Beracun
Kaum Yahudi tidak pernah dan tidak akan berhenti dari makar buruk terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Islam karena tabiat mereka, sebagaimana digambarkan oleh Allah dalam Alquran:
“Mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak.” (QS. Ali Imron: 112)
Tatkala mereka kalah dari Perang Khaibar dan beberapa kali upaya untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam gagal, maka mereka bermaksud untuk membunuh beliau dengan siasat baru. Seorang wanita Yahudi berperan besar dalam makar buruk ini, yaitu memberi hadiah berupa menyuguhkan hidangan daging kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menyisipkan racun yang banyak padanya.
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakan, daging tersebut mengabari beliau bahwa ia beracun. Maka beliau memuntahkannya. Ini merupakan mukjizat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih mulia daripada mukjizat Nabi Sulaiman ‘alaihissalam yang memahami bahasa semut sebab ia makhluk hidup yang bernyawa memiiki mulut untuk berbicara, sedangkan sepotong daging tersebut sebagai makhluk yang mati bahkan telah matang dipanggang dengan api.
Adapun Bisri bin Baru radhiallahu ‘anhu, yang ikut makan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meninggal dunia karena racun tersebut. Sebab itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membunuh wanita ini sebagai qishosh.
Perdamaian
Setelah umat Yahudi kalah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermaksud untuk mengusir mereka dari Khaibar. Akan tetapi mereka memohon kepada beliau agar membiarkan mereka mengurusi pertanian dengan perjanjian bagi hasil, maka Rasulullah menerima permohonan itu dengan syarat kapan saja beliau menghendaki maka beliau berhak untuk mengusir mereka. Hingga akhirnya mereka diusir oleh Umar bin Khaththab di zaman kekhalifahannya setelah beberapa kali mereka berbuat kejahatan terhadap kaum muslimin.
Pembagian Rampasan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi rampasan perang kepada sahabat yang ikut perang yang berjumlah 1400 orang. Namun, seusai perang ini para rombongan Muhajirin berjumlah 53 orang dari Habasyah yang dipimpin oleh Ja’far bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu datang dan bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Khaibar. Beliau sangat gembira dengan kedatangan mereka. Beliau merangkul Ja’far radhiallahu ‘anhu serta menciumnya seraya bersabda, “Aku tidak mengetahui apakah aku bergembira karena menang dari Khaibar ataukah karena kedatangan rombongan Ja’far.” (Shahih Abu Dawud: 5220)
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi mereka bagian dari rampasan perang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberi bagian kepada Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dan beberapa orang dari suku Daus yang baru datang dalam keadaan Islam. Semua ini beliau lakukan dengan izin dan keikhlasan dari sahabat yang ikut Perang Khaibar dan karena mereka ini terhalang oleh udzur, jika tidak maka pasti mereka akan ikut berperang.
Bahaya Ghulul
Ghulul adalah mengambil rampasan perang sebelum dibagi. Mid’am, seorang pelayan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meninggal dunia akibat terkena panah. Maka sahabat mengatakan, “Alangkah nikmat, baginya surga.” Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, demi Allah, sesungguhnya pakaian yang diambilnya dari rampasan Khaibar sebelum dibagi menjadi bahan bakar api neraka.” Mendengar ini, ada seseorang yang datang mengaku, “Ini satu atau dua tali sandal aku peroleh sendiri.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itu termasuk neraka.” (Bukhari dan Muslim)
Yahudi Fadak
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengauasai dan mengalahkan Khaibar maka Allah menanamkan rasa takut ke dalam hati orang-orang Yahudi di Fadak –sebelah utara Khaibar-, mereka segera mengirim utusan kepada Rasulullah untuk perjanjian damai dengan menyerahkan separuh bumi Fadak kepadanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima tawaran tersebut dan beliau khususkan untuk dirinya sebab ia termasuk rampasan perang (fa’i) yang diperoleh tanpa perang (pertempuran).
Juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi Yahudi di Wadi Quro hingga mereka menyerah dan kalah. Mengetahui hal ini, Yahudi Taima’ juga segera berdamai dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membayar jizyah (upeti, red.)
Pelajaran
Dalam peperangan Khaibar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharamkan makan daging keledai piaraan.
Tampak mukjizat kenabian seperti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meludahi mata Ali radhiallahu ‘anhu lalu sembuh, daging yang mengabari beliau bahwa ia mengandung racun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meniup tiga kali pada bekas pukulan pedang yang mengenai lutut Salah bin Akwa radhiallahu ‘anhu lalu dia tidak kesakitan setelah itu.
Boleh berdamai dengan Yahudi dalam waktu yang ditentukan dan boleh memerangi orang kafir pada bulan haram. Lihat Sirah Nabawiiyyah karya Dr. Mahdi Rizqulloh Ahmad: 479-492.
Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi 1 Tahun Kesebelas 1432 H
Artikel www.KisahMuslim.com
Rabu, 13 Juli 2016
tafsir Ar-Rahman, ayat 26-30
Allah Swt. menceritakan bahwa semua penduduk bumi ini kelak akan pergi meninggalkannya dan semuanya akan mati, begitu pula semua penduduk langit, terkecuali siapa yang dikehendaki oleh Allah. Dan tiada yang kekal selain dari Zat Allah Yang Mahamulia, karena sesungguhnya Tuhan Yang Mahatinggi lagi Mahasuci tidak mati, bahkan hidup kekal dan selamanya tidak mati. Qatadah mengatakan bahwa dalam hal ini Allah Swt. menceritakan tentang apa yang telah diciptakan-Nya, kemudian Dia memberitahukan bahwa semuanya itu akan binasa dan mati. Di dalam doa yang ma-sur disebutkan seperti berikut:
Asy-Sya'bi mengatakan bahwa apabila Anda membaca firman-Nya:
Maka janganlah Anda diam sebelum membaca firman-Nya:
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Melalui ayat ini Allah Swt. menerangkan sifat Zat-Nya Yang Mahamulia, bahwa Dia adalah Tuhan Yang mempunyai keagungan dan kemuliaan. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa Dia adalah Tuhan yang harus diagungkan dan tidak boleh durhaka terhadap-Nya, dan Tuhan yang harus ditaati tidak boleh ditentang. Semakna pula dengan ayat lainnya yang menyebutkan:
Semakna pula dengan firman-Nya yang menceritakan tentang orang-orang yang selalu berbuat kebajikan:
Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna zuljalali wal ikram ialah Tuhan Yang mempunyai kebesaran dan keagungan.
Setelah Allah Swt. menyebutkan bahwa semua penduduk bumi mati, dan bahwa mereka akan dikembalikan ke negeri akhirat, lalu Allah Yang memiliki kebesaran dan keagungan memutuskan mereka dengan hukumNya yang adil, maka berfirmanlah Dia dalam ayat berikutnya:
Adapun firman Allah Swt.:
Ayat ini menceritakan tentang ketidakperluan Allah dari selain-Nya dan bahwa semua makhluk berhajat kepada-Nya dalam semua waktu, dan bahwa mereka selalu meminta kepada-Nya dengan ungkapan lisan dan perbuatan mereka. Dan bahwa setiap waktu Dia selalu dalam kesibukan.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Mujahid, dari Ubaid ibnu Umair sehubungan dengan makna firman-Nya: Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (Ar-Rahman: 29) Bahwa di antara kesibukan-Nya ialah memperkenankan orang yang berdoa atau memberi orang yang meminta atau membebaskan kesulitan orang yang dalam kesulitan atau menyembuhkan orang yang sakit.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Allah Swt. setiap waktu memperkenankan orang yang berdoa, melenyapkan kesulitan, memperkenankan orang yang dalam keadaan terpaksa (darurat), dan mengampuni dosa.
Qatadah mengatakan bahwa tiada seorang pun dari penduduk langit dan bumi yang tidak berhajat kepada-Nya; Dialah Yang menghidupkan dan Dialah Yang mematikan, Dia menumbuhkan yang kecil dan membebaskan tawanan, Dia adalah tujuan terakhir dari semua keperluan orang-orang yang saleh dan tempat mereka meminta pertolongan dan mengadu.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Us'man, dari Suwaid ibnu Jabalah Al-Fazzari yang mengatakan bahwa sesungguhnya Tuhan kalian setiap waktu berada dalam kesibukan, Dia memerdekakan budak, Dia memberi yang berharap dan menimpakan hukuman.
Ibnu Asakir telah meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Hisyam ibnu Ammar dengan sanad yang sama, kemudian ia mengetengahkannya melalui hadis Abul Walid ibnu Syuja', dari Al-Wazir ibnu Sabih. Ia mengatakan, telah disebutkan di dalam hadis mu'allaq oleh Al-Walid ibnu Muslim, dari Mutarrif, dari Asy-Sya'bi. dari Ummu Darda, dari Abu Darda, dari Nabi Saw., lalu disebutkan hal yang semisal. Dan ia mengatakan bahwa sanad yang sahih adalah yang pertama.
Menurut hemat kami, hadis ini telah diriwayatkan pula secara mauquf seperti yang dikomentari oleh Imam Bukhari dengan teks yang tegas. Imam Bukhari menjadikannya sebagai ucapan Abu Darda; hanya Allahlah yang Maha Mengetahui.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Abu Hamzah As-Samali, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Allah Swt. telah menciptakan Lauh Mahfuz yang tercipta dari permata yang putih, kedua belah sampulnya dari yaqut merah dan qalamnya dari cahaya, dan kitabnya dari cahaya, sedangkan lebarnya sama dengan jarak antara bumi dan langit. Dia melihat kepadanya setiap hari sebanyak tiga ratus enam puluh kali pandangan, dan pada setiap kali pandangan Dia menciptakan makhluk, menghidupkan dan mematikan, dan memenangkan serta menghinakan, dan Dia berbuat menurut apa yang dikehendaki-Nya.
Kronologi Pembunuhan Habil
Kurban Qabil dan Habil
Melihat yang demikian, di mana kurbannya tidak diterima, spontan marahlah Qabil hingga berlanjut mengancam Habil untuk membunuhnya. Walau bagaimanapun, dia tak ingin Habil menikhai saudara perempuannya. Allah Ta’ala berfirman menceritakannya dalam Surat Al-Maidah ayat 27,
Habil melakukan tindakan ini karena Qabil bukanlah orang kafir melainkan pelaku maksiat, dia khawatir jika melawan akan punya keinginan seperti Qabil yakni membunuh lawannya. Ini tentu berakibat fatal, karena nanti kedua-duanya akan masuk neraka.
Seorang sahabat bertanya, “Bagaimana pendapat Anda (wahai Rasulullah) jika ada orang (muslim) yang masuk rumah saya lalu menggerakkan tangannya untuk membunuh saya?” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jadilah seperti anak Nabi Adam (ketika dibunuh ia tidak melawan).”
Cara Qabil Membunuh
Diriwayatkan dalam beberapa kitab tafsir, Qabil berkeinginan kuat untuk membunuh saudaranya, Habil, sekalipun sudah diberikan nasihat dan peringatan oleh Habil sendiri.“Tidaklah dibunuh suatu jiwa dengan zalim melainkan dosa pembunuhan itu akan ditanggungpula oleh anak Adam yang pertama (Qabil) karena dialah yang pertama memberi contoh pembunuhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid Kisah Pembunuhan Habil
tafsir surah Al fatihah
Al-Hasan dan Ibnu Sirin mengatakan.”Sesungguhnya Ummul Kitab itu adalah Lauh Mahfuz." Al-Hasan mengatakan bahwa ayat-ayat yang muhkam adalah Ummul Kitab. Karena itu, keduanya pun tidak suka menyebut surat Al-Fatihah dengan istilah Ummul Qur'an.
Di dalam sebuah hadis sahih pada Imam Turmuzi dan dinilai sahih olehnya, disebutkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Surat Al-Fatihah dinamakan pula Alhamdu (الْحَمْدُ) , juga disebut Ash-shalat (الصَّلَاةُ) karena berdasarkan sabda Nabi Saw. dari Tuhannya yang mengatakan:
Surat Al-Fatihah disebut pula Salat, karena ia merupakan syarat di dalam salat.
Surat Al-Fatihah dinamakan pula Syifa (الشِّفَاءُ) , seperti yang disebutkan di dalam riwayat Ad-Darimi melalui Abu Sa'id secara marfu, yaitu:
Surat Al-Fatihah dikenal pula dengan nama Ruqyah (الرُّقْيَةُ), seperti yang disebutkan di dalam hadis Abu Sa'id yang sahih. yaitu di saat dia membacakannya untuk mengobati seorang lelaki sehat (yang tersengat kalajengking). Sesudah itu Rasulullah Saw. bersabda kepada Abu Sa'id (Al-Khudri):
Asy-Sya-bi meriwayatkan sebuah asar melalui Ibnu Abbas, bahwa dia menamakannya (Al-Fatihah) Asasul Qur'an (fondasi Al-Qur'an). Ibnu Abbas mengatakan bahwa fondasi surat ini terletak pada bismillahir rahmanir rahim.
Sufyan ibnu Uyaynah menamakannya Al-Waqiyah, sedangkan Yahya ibnu Kasir menamakannya Al-Kafiyah, karena surat Al-Fatihah sudah mencukupi tanpa selainnya, tetapi surat selainnya tidak dapat mencukupi bila tanpa surat Al-Fatihah, seperti yang disebutkan di dalam salah satu hadis berpredikat mursal di bawah ini:
Surat ini dinamakan pula surat As-Salah dan Al-Kanz. Kedua nama ini disebutkan oleh Az-Zamakhsyari di dalam kitab Kasysyaf.
Menurut Ibnu Abbas, Qatadah. dan Abul Aliyah, surat Al-Fatihah adalah Makkiyyah. Menurut pendapat lain Madaniyyah, seperti yang dikatakan oleh Abu Hurairah, Mujahid, Ata ibnu Yasar, dan Az-Zuhri. Pendapat lainnya lagi mengatakan, surat Al-Fatihah diturunkan sebanyak dua kali, pertama di Mekah, dan kedua di Madinah. Tetapi pendapat pertama lebih dekat kepada kebenaran, karena firman-Nya menyebutkan:
Abu Lais As-Samarqandi meriwayatkan bahwa separo dari surat Al-Fatihah diturunkan di Mekah, sedangkan separo yang lain diturunkan di Madinah. Akan tetapi, pendapat ini sangat aneh, dinukil oleh Al-Qurtubi darinya.
Surat Al-Fatihah terdiri atas tujuh ayat tanpa ada perselisihan, tetapi Amr ibnu Ubaid mengatakannya delapan ayat, dan Husain Al-Jufi mengatakannya enam ayat; kedua pendapat ini syaz (menyendiri).
Mereka berselisih pendapat mengenai basmalah-nya, apakah merupakan ayat tersendiri sebagai permulaan Al-Fatihah seperti yang dikatakan oleh jumhur ulama qurra Kufah dan segolongan orang dari kalangan para sahabat dan para tabi'in serta ulama Khalaf, ataukah merupakan sebagian dari ayat atau tidak terhitung sama sekali sebagai permulaan Al-Fatihah, seperti yang dikatakan oleh ulama penduduk Madinah dari kalangan ahli qurra dan ahli fiqihnya. Kesimpulan pendapat mereka terbagi menjadi tiga pendapat, seperti yang akan disebutkan nanti pada tempatnya insya Allah, dan hanya kepada-Nya kita percayakan.
Para ulama mengatakan bahwa jumlah kalimat dalam surat Al-Fatihah semuanya ada 25 kalimat, sedangkan hurufnya sebanyak 113.
Imam Bukhari dalam permulaan kitab Tafsir mengatakan bahwa surat ini dinamakan Ummul Kitab karena penulisan dalam mushaf dimulai dengannya dan permulaan bacaan dalam salat dimulai pula dengannya. Menurut pendapat lain, sesungguhnya surat ini dinamakan Ummul Kitab karena semua makna yang terkandung di dalam Al-Qur'an merujuk kepada apa yang terkandung di dalamnya. Ibnu Jarir mengatakan, orang Arab menamakan setiap himpunan suatu perkara atau bagian terdepan dari suatu perkara jika mempunyai kelanjutan yang mengikutinya —sebagaimana imam dalam suatu masjid besar— dengan istilah "umm". Untuk itu. Mereka menyebut kulit yang melapisi otak dengan istilah "ummur rasi" (أُمُّ الرَّأْسِ). Mereka menamakan panji atau bendera suatu pasukan yang terhirnpun di bawahnya dengan sebutan "umm" pula. Hal ini dapat dibuktikan melalui perkataan seorang penyair bernama Zur Rummah, yaitu:
Penamaan surat Al-Fatihah dengan sebutan "As-Sab'ul masani" dinilai sah. Mereka mengatakan, dinamakan demikian karena surat ini dibaca berulang-ulang dalam salat, pada tiap-tiap rakaat, sekalipun masani ini mempunyai makna yang lain, seperti yang akan diterangkan nanti pada tempatnya insya Allah.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Ismail ibnu Umar, dari Ibnu Abu Zi'b dengan lafaz yang sama.
Ad-Daruqutni meriwayatkannya melalui Abu Hurairah secara marfu’ dengan lafaz yang sama atau semisal dengannya. Ad-Daruqutni mengatakan bahwa semua rawinya siqah (dipercaya). Imam Baihaqi meriwayatkan sebuah asar dari Ali, Ibnu Abbas, dan Abu Hurairah, bahwa mereka menafsirkan firman Allah Swt, "sab'an minal masani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang)," dengan makna surat Al-Fatihah. dan basmalah termasuk salah satu ayatnya yang tujuh. Hal ini akan dibahas lebih lanjut lagi dalam pembahasan basmalah.
Al-A'masy meriwayatkan dari Ibrahim yang pernah menceritakan bahwa pernah ditanyakan kepada Ibnu Mas'ud, "Mengapa engkau tidak menulis Al-Fatihah dalam mus-haf-mu? Ibnu Mas'ud menjawab, "Seandainya aku menulisnya, niscaya aku akan menulisnya pada permulaan setiap surat." Abu Bakar ibnu Abu Dawud mengatakan, yang dimaksud ialah mengingat surat Al-Fatihah dibaca dalam salat, hingga cukup tidak diperlukan lagi penulisannya, sebab semua kaum muslim telah menghafalnya.
Suatu pendapat mengatakan bahwa surat Al-Fatihah merupakan bagian dari Al-Qur'an yang mula-mula diturunkan, seperti yang telah disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi di dalam kitab Dalailun Nubuwwah, dinukil oleh Al-Baqilani sebagai salah satu dari tiga pendapat. Menurut pendapat lain, yang mula-mula diturunkan adalah firman Allah Swt. berikut ini:
Seperti yang disebutkan di dalam hadis Jabir yang sahih. Menurut pendapat yang lainnya lagi adalah firman-Nya:
Pendapat terakhir inilah yang paling sahih, seperti yang akan diterangkan nanti pada pembahasan tersendiri.
Kisah Talut dan Daud Melawan Jalut (Saul dan David Melawan Goliath dalam Bible)
Kisah Talut dan Jalut bermula ketika Bani Israil mengalami masa suram nan gelap. Pasca Nabi Musa wafat, kondisi agama mereka makin lama makin terkikis. Padahal saat Yusya bin Nun (Yosua), pengikut setia Musa, memimpin mereka, tanah Palestina dapat dengan mudah direbut.
Di tengah kekosongan kepemimpinan, masyarakat Israil mulai melupakan agama. Mereka melakukan banyak dosa bahkan membunuh para nabi yang semestinya diharapkan memimpin mereka. Kondisi mereka berubah menjadi masyarakat kafir, zalim dan durhaka. Allah pun murka sehingga mencabut kekuasaan mereka. Bani Israil diusir, tabut pun dirampas oleh musuh mereka.
Sebuah kaum yang kuat dan kejam bernama Amaliqah atau sebagian menyebut Balthata, terus saja menyerang Bani Israil. Kaum tersebu menahan para pembesar Bani Israel, menculik anak-anak, mengambil alih kawasan taklukan mereka kemudian menarik upeti semena-mena. Saat itu benar-benar menjadi bencana hebat dan sengsara yang amat bagi Bani Israil. Kaum penjajah tersebut dipimpin oleh seorang berperawakan raksasa dari Dinasti Bukhtanashar bernama Jalut (Goliath).
Di tengah penindasan, Bani Israil pun mengharapkan Allah mengutus seorang nabi yang akan menyelamatkan mereka. Padahal sebelumnya mereka selalu membunuh para nabi, hingga tak tersisa keturunan Lawi yang dipercaya Bani Israil sebagai marga yang layak menjadi pemimpin mereka. Satu-satunya keturunan Lawi yang tersisa dan dapat diharapkan hanyalah seorang wanita bernama Hubla.
Bani Israil pun melindunginya agar dapat melahirkan anak calon nabi mereka. Hubla pun terus berdoa disaat kehamilannya agar dapat memiliki seorang putra. Allah pun memenuhi doa sang wanita shalihah tersebut. Lahirlah anak laki-laki yang kemudian oleh ibunya diberi nama Shammil (Samuel) atau Syamwil atau Sham'un, yang artinya Allah telah mendengar permohonan saya.
Singkat cerita, Shammil pun kemudian diutus Allah untuk mengemban risalah para nabi. Kepada Shammil, Bani Israil berharap dapat mengakhiri penindasan kaum Amaliqah. Hingga suatu hari, Bani Israil meminta Shammil mengangkat seorang pemimpin untuk mereka berjihad di jalan Allah melawan penindasan. Mereka berkata kepada Shamil, "Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami dapat berperang di bawah pimpinannya di jalan Allah."
Mendengarnya, Shammil tak lantas percaya. Ia meragukan Bani Israil yang memang gemar membangkang. Ia pun menjawab, "Bisa jadi saat kalian nanti diwajibkan berperang, kalian tidak mau berperang," ujar sang nabi. Namun Bani Israil ngotot dan ingin permintaan mereka terpenuhi, "Bagaimana mungkin kami enggan berperang di jalan Allah, padahal kami telah terusir?!" seru mereka.
Namun saat Shammil mengumumkan Talut akan menjadi pemimpin Bani Israil, serta merta bangsa Yahudi itu menolak. Pasalnya, Talut hanyalah seorang pengembala miskin. Ia bukan keturunan Lawi bin Yakub bukan pula keturunan Yahuza bin Yakub. Lawi dan Yahuza merupakan saudara Nabi Yusuf, putra Nabi Yakub bin Nabi Ishaq bin Nabi Ibrahim. Keturunan tersebut diyakini Bani Israil sebagai rumpun para nabi dan raja yang memimpin kaum mereka, keturunan Lawi sebagai nabi dan keturunan Yehuda sebagai raja. Padahal berdasarkan silsilah, Talut masih keturunan Yakub.
Ia merupakan keturunan Bunyamin bin Yaqub, adik laki-laki Yusuf yang shalih. Namun tetap saja, Bani Israil menolak Talut menjadi pemimpin mereka. "Bagaimana mungkin seorang pengembala miskin menjadi raja kami, bagaimana mungkin kami dipimpin bukan dari keturunan Yehuda. Bagaimana mungkin Talut memerintah kami padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan darinya," desus mereka kesal.
Nabi Shammil pun menjawab ringan, "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Tentu, Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Namun Bani Israil tetap menolak. Hingga akhirnya Shammil pun menjanjikan sebuah bukti bahwa Talut lah yang diperintahkan Allah untuk memimpin Bani Israil. "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan Harun. Sungguh itu menjadi tanda bagimu, jika kamu memang beriman," tutur Shammil.
Tabut merupaka peti kayu berlapis emas tempat menyimpan Taurat. Tabut yang diyakini Bani Israil membawa ketenangan dan kemakmuran tersebut tersebut direbut musuh yang menindas dan menguasai wilayah mereka. Lalu terbuktilah tanda tersebut, malaikat membawa Tabut tersebut dan menjatuhkannya pada Bani Israil. Talut pun kemudian terbukti diutus sebagai raja Bani Israil.
Dengan segera, Talut mengumpulkan keuatan Bani Israil untuk melawan kelompok penindas pimpinan Jalut. Talut pun memilih 80 ribu pemuda sebagai prajuritnya. Mereka berbaris dengan perlatan lengkap dan berangkat untuk memerangi tentara Jalut. Jalanan sahara membuat pasukan begitu lelah dan sangat kehausan. Di tengah perjalanan, Allah menguji pasukan Talut dengan sungai yang mengalir diantara Yordania dan Palestina.
Dengan berat, Talut pun melanjutkan perjalanan hanya dengan 300 prajurit. Paukan lain yang tamak meminum air sebanyak-banyaknya tersebut menjadi pucat dan takut berperang. Dengan jumlah yang minim, mereka maju berperang melawan pasukan Jalut yang bertubuh besar dan perkasa.
Dengan kehendak Allah, mereka pun mendapatkan kemenangan. Pemimpin Amaliqah, Jalut yang begitu hebat pun terbunuh. Namun bukan Talut yang berhasil membunuhnya melainkan Daud. Dikisahkan, Daud muda membunuh Jalut dengan ketapel yang selalu dia bawa sebagai senjata. Tiga buah batu meluncur ke kepala Jalut hingga menewaskannya.
Sebelumnya, Talut pernah berjanji barangsiapa yang berhasil membunuh Jalut maka akan dinikahkan dengan putrinya serta memberinya separuh kepemimpinan kerajaan Bani Israil. Daud pun mendapat bonus hadiah tersebut. Hingga usia Daud mencapai 40 tahun, Talut meregang nyawa. Daud pun menggantikan posisi Talut menjadi raja Bani Israil. Tak hanya itu, Allah pun mengutusnya sebagai nabi dan Rasul serta diturunkan kepadanya kitab suci Zabur.
Serangkaian kisah Shammil (Samuel), Talut (Saul), Jalut (Goliath) dan Daud (Davidh) tersebut dikabarkan dalam Al-Qur'an surah Al Baqarah ayat 246 hingga 251. Kisah tersebut pun terdapat dalam Al-Kitab dengan pemaparan kisah yang teramat panjang. Bible mengisahkannya secara panjang lebar, namun inti kisah tak jauh berbeda seperti yang termaktub dalam Al-Qur'an meski dalam beberapa hal terjadi perbedaan.
Dengan demikian, dapat dipastikan kebenaran kisah Talut dan Jalut tersebut. Bahkan kisah tersebut juga masuk dalam sejarah masyarakat Arab, terlepas kebenaran rincian kisah yang beragam dikalangan Muslimin dan Ahli Kitab. Meski demikian, Allah telah menyatakan dipenghujung kisah ayat tersebut bahwa kisah tersebut adalah nyata terjadi diantara diantara kehidupan para nabi, dan Rasulullah mengisahkannya tanpa mengada-ada dan tanpa mencontek kitab sebelumnya.