Selasa, 24 Februari 2015
Senin, 23 Februari 2015
Charles Francis Jenkins - Perintis Awal Bioskop & Salah Satu Penemu Televisi
Charles Francis Jenkins
Lahir: 22 Agustus 1867 Dayton, Ohio
Meninggal: 6 Juni 1934 (umur 66) Washington, DC
Kebangsaan: Amerika
Pendidikan: tidak satupun, Rekayasa karir
Proyek penting: Lebih dari 400 paten yang berhubungan dengan berbagai penemuan
Kemajuan yang signifikan: proyektor Film dan televisi
Penghargaan: Elliott Cresson Medal (1897) ; John Scott Medal (1913)
Jumat, 20 Februari 2015
Kamis, 19 Februari 2015
Biografi Ludwig Wittgenstein - filsafat bahasa, filsafat matematika, dan logika
Ludwig Wittgenstein
Lahir: 26 April 1889 Wina, Austria-Hungaria
Meninggal: 29 April 1951 (umur 62) Cambridge, Inggris
Penyebab kematian: Kanker prostat
Era: Filsafat abad ke-20
Sekolah: Filsafat analitik
Kepentingan utama: Logika, metafisika, Filsafat bahasa, Filsafat matematika, Filsafat pikiran, Epistemologi
Gagasan penting: Teori bahasa gambar, Fungsi Kebenaran,
Senin, 16 Februari 2015
Johanes Nicolaus Bronsted - Peneliti Proses Katalisis Reaksi asam & basa
Johannes Nicolaus Brønsted
Lahir: 22 Februari 1879 Varde, Denmark
Meninggal: 17 Desember 1947 (umur 68) Copenhagen, Denmark
Tempat Tinggal: Copenhagen, Denmark
Kebangsaan: Denmark
Bidang: Kimia fisika
Lembaga: University of Copenhagen
Alma mater: University of Copenhagen
Dikenal untuk: Teori asam-basa Brønsted-Lowry ; Persamaan katalisis Brønsted
Johannes Nicolaus Brønsted adalah
Moritz Schlick - Pendiri Logika Positif
Moritz Schlick
Nama lahir: Friedrich Albert Moritz Schlick
Tempat & Tanggal lahir: Berlin, Kekaisaran Jerman. 14 April, 1882
Meninggal: 22 Juni 1936 (umur 54) Wina , Austria
Era: Filsafat abad ke-20
Daerah: Filsafat Barat
Sekolah: Filsafat ana k, Positivisme logis, Lingkaran Wina
Kepentingan utama: Logika, Filsafat Ilmu, Filsafat Matematika, Etika
Friedrich Albert
Carl Nägeli - Ahli Botani Swiss
Carl Wilhelm von Nägeli
Lahir: 26 atau 27 Maret 1817 Kilchberg, Swiss
Meninggal: 10 Mei 1891 Munich
Kebangsaan: Swis
Bidang: Ahli botani
Dikenal untuk: Kromosom
Carl Wilhelm von Nägeli adalah seorang ahli botani Swiss. Ia belajar pembelahan sel dan penyerbukan tetapi dikenal sebagai Gregor Mendel kecil yang mempelajari ilmu tentang genetika lebih lanjut.
Kelahiran dan
Minggu, 15 Februari 2015
Bertrand Russell - Filsuf dan Ahli Matematika Ternama Britania Raya
Bertrand Arthur William Russell,
Earl Russell ke-3
Lahir: 18 Mei 1872 Trellech, Monmouthshire, Britania Raya
Meninggal: 2 Februari 1970 (umur 97) Penrhyndeudraeth, Wales, Britania Raya
Era: Filsafat abad ke-20
Aliran: Filsafat analitik
Hadiah: Nobel dalam Bidang Sastra 1950
Minat utama: Metafisika, epistemologi, logika, matematika, filsafat bahasa, filsafat ilmu pengetahuan
Ibnu Miskawaih - Cendekiawan Muslim Ahli Sejarah, Teologi, Ilmu Kedokteran, Filsafat Akhlak
Gelar: Ibn Miskawaih
Nama: Ahmad Ibn Muhammad Miskawaih Razi
Lahir: 330 H /932 M Ray, Ziyarid Iran
Wafat: 421 H /1030M Isfahan, Kakuyid Iran
Etnis: Persia
Zaman: Zaman Kejayaan Islam
Wilayah aktif: Iran
Minat utama: Sejarah, Teologi, Ilmu Kedokteran, Filsafat Akhlak
Karya terkenal: Tadhib al-akhlaq, Al-Fawz al-Asghar, Tajarib al-umam
Ibnu Miskawaih adalah salah seorang cendekiawan
Sabtu, 14 Februari 2015
Biografi Alex Komang - Aktor Indonesia
Alex Komang
Nama lahir: Saiful Nuha
Nama lain: Alex Komang
Lahir: 17 September 1961 Jepara, Jawa Tengah, Indonesia
Meninggal: 13 Februari 2015 (umur 53) Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
Pekerjaan: aktor
Tahun aktif: 1985 - 2015
Agama: Islam
Alex Komang adalah seorang aktor senior Indonesia yang telah membintangi beberapa film nasional dan meraih penghargaan aktor
Kamis, 12 Februari 2015
George Edward Moore - Pelopor Filsafat Analitik
George Edward Moore
Lahir: 4 November 1873 London, England
Meninggal: 24 Oktober 1958 (umur 84) Cambridge, England
Era: filsuf abad 19, filsuf abad 20
Aliran: Analytic philosophy
Minat utama: Ethics, Philosophy of Language, Epistemology
Gagasan penting: Naturalistic fallacy, Moore's paradox, paradox of analysis, Here is a hand
Dipengaruhi: Gottlob Frege, John McTaggart, Bertrand
Rabu, 11 Februari 2015
Djuanda Suraatmadja - Penemu Beton Polimer Ramah Lingkungan
Prof. Ir. Djuanda Suraatmadja
Anggota Rektorium ITB 1978-1979
Rektorium/Rektor ITB ke-7
Masa jabatan: 16 Februari 1978 – 30 Mei 1979
Lahir: Djuanda Suraatmadja 3 Januari 1936 (umur 79) Bandung, Hindia Belanda
Kebangsaan: Indonesia
Alma mater:
Ir. - ITB
Purdue University, USA
University California, USA
University of New South Wales, Australia
Prof. Ir. Djuanda Suraatmadja
Gottlob Frege - Pendiri Logika Modern
Gottlob Frege
Lahir: 8 November 1848 Wismar, Mecklenburg-Schwerin, Jerman
Meninggal: 26 Juli 1925 (umur 76) Bad Kleinen, Mecklenburg-Schwerin, Jerman
Karya terkenal: Begriffsschrift (1879), Yayasan aritmatika (1884)
Era: Filsafat abad ke-19, Filsafat abad ke-20
Daerah: Filsafat Barat
Sekolah: Filsafat analitik
Kepentingan utama: Filsafat matematika, logika matematika,
Selasa, 10 Februari 2015
Perlawanan Trunojoyo Terhadap Belanda (VOC)
Setelah Sultan Agung Hanyakrakusuma wafat pada tahun 1645, kedudukannya digantikan oleh putranyayang bergelar Susuhunan Amangkurat I. Raja Mataram yang baru ini kelihatan lemah dan tidak menunjukkan kemampuan seperti Sultan Agung. Gejala ini ditandai dengan tindakannya yang keliru, yaitu membuat perjanjian dengan kompeni yang isinya mengizinkan VOC berdagang di semua bandar wilayah Mataram.
Kebijakan Amangkurat I menimbulkan kegelisahan rakyat karena buruknya
cara ia memerintah hingga akhirnya pada tahun 1674 meletuslah
pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Trunojoyo, putera Bupati Madura.
Trunojoyo mendapat dukungan dari para pengungsi Makasar yang dipimpin
oleh Karaeng Galesong dan Montemarano.
Trunojoyo sempat menyerbu ibu kota Mataram di Yogyakarta dan merusak
keratonnya yang mengakibatkan Amangkurat I terdesak dan melarikan diri
untuk meminta bantuan kepada Belanda. Sebelum upayanya untuk mendapatkan
bantuan kepada Belanda tercapai, Amangkurat I dalam perjalanannya
terlebih dahulu meninggal dunia di Tegalwangi (dekat kota Tegal).
Pada tahun 1677, putera mahkota naik tahta sebagai raja Mataram dengan
gelar Amangkurat II. Sebagai imbalan atas bantuannya, Amangkurat II
menandatangani perjanjian yang berisi tentang pemberian hadiah kepada
Belanda berupa bandar di Semarang, hak perdagangan yang luas, seluruh
daerah Jawa Barat di sebelah selatan Batavia, dan pembayaran semua
ongkos perang dengan jaminan beberapa bandar di pantai utara pulau jawa.
Kisah Pemberontakan PETA (Pembela Tanah Air) di Blitar Tanggal 14 Februari 1945
PETA (singkatan dari "Pembela Tanah Air") adalah bentukan junta militer
pendudukan Kekaisaran Jepang di Indonesia yang didirikan pada bulan
Oktober 1943. Jepang merekrut para pemuda Indonesia untuk dijadikan
sebagai tentara teritorial guna mempertahankan Pulau Jawa, Bali, dan
Sumatera jika pasukan Sekutu (Amerika Serikat, Inggris, Australia,
Belanda, dkk.) tiba. Tentara-tentara PETA mendapatkan pelatihan militer
dari tentara Kekaisaran Jepang, tetapi berbeda dengan tentara-tentara
HEIHO yang ikut bertempur bersama tentara-tentara Jepang di berbagai
medan tempur Asia seperti Myanmar, Thailand, dan Filipina. Tentara PETA
belum pernah mengalami pengalaman tempur.
Shodancho Supriyadi, Shodancho Muradi, dan rekan-rekannya adalah lulusan
angkatan pertama pendidikan komandan peleton PETA di Bogor. Mereka
lantas dikembalikan ke daerah asalnya untuk bertugas di bawah Daidan
(Batalyon) Blitar.
Shodancho Supriyadi dan Bendera PETA |
Nurani para komandan muda itu tersentuh dan tersentak melihat
penderitaan rakyat Indonesia yang diperlakukan bagaikan budak oleh
tentara Jepang. Kondisi Romusha, yakni orang-orang yang dikerahkan untuk
bekerja paksa membangun benteng-benteng di pantai sangat menyedihkan.
Banyak yang tewas akibat kelaparan dan terkena berbagai macam penyakit
tanpa diobati sama sekali. Para prajurit PETA juga geram melihat
kelakuan tentara-tentara Jepang yang suka melecehkan harkat dan martabat
wanita-wanita Indonesia. Para wanita ini pada awalnya dijanjikan akan
mendapatkan pendidikan di Jakarta, namun ternyata malah menjadi pemuas
nafsu seksual para tentara Jepang. Selain itu, ada aturan yang
mewajibkan tentara PETA memberi hormat kepada serdadu Jepang, walaupun
pangkat prajurit Jepang itu lebih rendah daripada anggota PETA. Harga
diri para perwira PETA pun terusik dan terhina.
Dalam buku "Tentara Gemblengan Jepang" yang ditulis oleh Joyce L. Lebra dan diterjemahkan oleh Pustaka Sinar Harapan pada tahun 1988, dibeberkan persiapan-persiapan yang dilakukan oleh Shodancho Supriyadi dan para shodancho lain.
Pertemuan-pertemuan rahasia sudah digelar sejak bulan September 1944.
Shodancho Supriyadi merencanakan aksi itu bukan hanya sebagai
pemberontakan, tetapi juga sebuah revolusi menuju kemerdekaan bangsa
Indonesia. Para pemberontak PETA tersebut menghubungi komandan-komandan
batalyon di berbagai wilayah lain untuk bersama-sama mengangkat senjata
dan menggalang kekuatan rakyat.
Patung Supriyadi Mengangkat Senjata |
Walaupun rencana pemberontakan telah dipersiapkan secara baik, akan
tetapi terjadi hal yang tidak diduga. Tiba-tiba pimpinan tentara
Kekaisaran Jepang memutuskan membatalkan pertemuan besar seluruh anggota
dan komandan PETA di Blitar. Selain itu, Kempetai (polisi rahasia
Jepang) ternyata sudah mencium rencana aksi Shodancho Supriyadi dan
kawan-kawan. Supriyadi pun cemas dan khawatir mereka ditangkap sebelum
aksi dimulai.
Shodancho Supriyadi beserta para komandan dan anggota PETA di Blitar
juga dihadapkan pada posisi sulit. Apabila terus melanjutkan perlawanan,
mereka akan kalah karena jumlah mereka tidak ada apa-apanya
dibandingkan jumlah tentara Kekaisaran Jepang. Namun, jika perlawanan
dibatalkan pun tentara Kekaisaran Jepang sudah mengetahui rencana aksi
mereka, sehingga kemungkinan besar para pemberontak akan ditangkap, lalu
dijatuhi hukuman yang sangat berat, yakni hukuman mati.
Alkisah, ketika Sukarno pulang ke Blitar - kota lokasi rumahnya dan tempat tinggal orangtuanya -, datanglah beberapa perwira PETA menemuinya. "Kami sudah merencakan pemberontakan, tetapi kami ingin tahu pendapat Bung Karno sendiri," ujar Shodancho Supriyadi, Pemimpin Perwira PETA yang menemui Bung Karno. Sukarno begitu lama terdiam, sampai akhirnya Shodancho Supriyadi menegaskan, "Kita akan berhasil!"
Sukarno akhirnya mengeluarkan pendapatnya. "Pertimbangkanlah masak-masak. Pertimbangkan untung dan ruginya," ujar Bung Karno. Masih dengan nada suara tertekan karena hati kecilnya tidak setuju langkah Supriyadi dan kawan-kawan, Sukarno melanjutkan, "Saya minta saudara-saudara memikirkan tindakan pemberontakan tidak hanya dari satu segi." Shodancho Supriyadi pun menimpali pendapat Bung Karno dengan penuh semangat, "Saya menjamin. Kita akan berhasil!".
"Saya berpendapat, saudara-saudara terlalu lemah dalam kekuatan militer untuk dapat melancarkan gerakan semacam itu pada waktu sekarang," tegas Bung Karno yang kembali mengutarakan pendapatnya. Usai bertutur kata, Bung Karno kemudian memandangi wajah-wajah para pemuda yang penuh semangat dan berani menyabung nyawa demi Indonesia merdeka. Bung Karno sadar betul bahwa tidak akan ada yang bisa menghalang-halangi tujuan para pemuda tersebut sedikit pun. Oleh karena itu, Bung Karno lantas menyatakan, "Kalau sekiranya saudara-saudara gagal dalam usaha ini, hendaknya sudah siap memikul akibatnya. Jepang akan menembak mati saudara-saudara semua."
"Apakah Bung Karno tidak bisa membela kami?", tanya seorang pemuda. "Tidak. Saudara anggota tentara, bukan orang preman. Dalam hukum militer, hukumannya otomatis," jawab Bung Karno seraya menambahkan bahwa kalau sekiranya mereka tetap bertekad bulat hendak memberontak, Bung Karno tidak lagi melarang. Jika perlu, Bung Karno akan ikut membuat rancangan pemberontakan. Akan tetapi, Bung Karno juga harus tetap menjaga hubungan dengan pemerintahan Jepang di Jakarta, yang sedang intens digarap Sukarno dan para tokoh pergerakan lain seperti Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir dalam rangka menuju kemerdekaan Indonesia pada masa transisi tahun 1945.
Bung Karno dan Supriyadi |
Tanggal 13 Februari 1945 malam hari, Shodancho Supriyadi memutuskan
bahwa pemberontakan tetap harus dilaksanakan. Siap atau tidak siap,
inilah saatnya tentara PETA membalas perlakuan tentara Jepang. Shodancho
Supriyadi juga berharap bahwa pengorbanan darah dan nyawa para
pemberontak PETA akan mengobarkan semangat perjuangan segenap bangsa
Indonesia menuju kemerdekaan, meskipun semua orang sudah tahu mereka
akan kalah menghadapi tentara Kekaisaran Jepang.
Tidak semua anggota Daidan Blitar ikut memberontak. Shodancho Supriyadi
meminta para pemberontak tidak menyakiti sesama anggota PETA walaupun
tak mau memberontak. Akan tetapi, semua orang Jepang wajib dibunuh.
Tepat tanggal 14 Februari 1945 dini hari pukul 03.00 WIB, pasukan PETA
pimpinan Shodancho Supriyadi menembakkan mortir ke Hotel Sakura yang
menjadi kediaman para perwira militer Kekaisaran Jepang. Markas Kempetai
juga ditembaki senapan mesin. Akan tetapi ternyata kedua bangunan
tersebut sudah dikosongkan, karena pihak Jepang telah mencium rencana
aksi pemberontakan PETA. Dalam aksi yang lain, salah seorang bhudancho
(bintara) PETA merobek poster bertuliskan "Indonesia Akan Merdeka" dan
menggantinya dengan tulisan "Indonesia Sudah Merdeka!".
Ilustrasi Aksi Shodancho Supriyadi Memimpin Pemberontakan PETA di Museum PETA Kota Bogor |
Aksi Shodancho Supriyadi Memimpin Pemberontakan PETA dalam Diorama Museum PETA Kota Bogor |
Pemberontakan PETA sendiri akhirnya tidak berjalan sesuai rencana. Shodancho Supriyadi gagal menggerakkan satuan lain untuk memberontak dan rencana pemberontakan ini pun terbukti telah diketahui oleh pihak Jepang. Dalam waktu singkat, Jepang mengirimkan pasukan militer untuk memadamkan pemberontakan PETA. Para pemberontak pun terdesak. Difasilitasi oleh Dinas Propaganda Jepang, Kolonel Katagiri menemui Shodancho Muradi, salah satu pentolan pemberontak, dan meminta seluruh pasukan pemberontak kembali ke markas batalyon.
Shodancho Muradi mengajukan syarat kepada Kolonel Katagiri, yakni:
1. Senjata para pemberontak tidak boleh dilucuti Jepang; dan
2. Para pemberontak tidak boleh diperiksa atau diadili Jepang.
Kolonel Katagiri pun setuju. Dia memberikan pedangnya sebagai jaminan.
Ini adalah isyarat janji seorang samurai yang harus ditepati. Akan
tetapi, janji Katagiri ternyata tidak bisa diterima oleh Komandan
Tentara Jepang XVI. Mereka malah mengirim Kempetai untuk mengusut
pemberontakan PETA. Jepang pun melanggar janjinya.
Sebanyak 78 orang perwira dan prajurit PETA dari Blitar akhirnya
ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara untuk kemudian diadili di
Jakarta. Sebanyak enam orang divonis hukuman mati di Ancol pada tanggal
16 Mei 1945, enam orang dipenjara seumur hidup, dan sisanya dihukum
sesuai dengan tingkat kesalahan.
Persidangan Mahkamah Militer Jepang Terhadap Tentara Anggota Pemberontakan PETA Tahun 1945 |
Akan tetapi, nasib Shodancho Supriyadi tidak diketahui. Shodancho
Supriyadi menghilang secara misterius tanpa ada seorang pun yang
mengetahui kabarnya. Sebagian orang meyakini Shodancho Supriyadi tewas
di tangan tentara Jepang dalam pertempuran. Sebagian orang juga ada yang
meyakini Shodancho Supriyadi tewas diterkam binatang buas di
hutan-hutan sekitar Kota Blitar. Sebagian orang pun ada yang meyakini
Shodancho Supriyadi melakukan ritual dengan cara menceburkan dirinya ke
dalam kawah Gunung Kelud dekat Kota Blitar. Ada pula sebagian orang yang
meyakini bahwa Shodancho Supriyadi sesungguhnya masih hidup hingga saat
ini, hanya saja keberadaannya tidak diketahui atau sering hidup di alam
ghaib. Namun satu hal yang pasti, hilangnya Shodancho Supriyadi adalah
suatu misteri sejarah nasional Indonesia yang belum jelas hingga saat
ini.
Setelah Indonesia merdeka, Shodancho Supriyadi diangkat oleh Presiden
Soekarno sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia yang
pertama. Namun, Supriyadi ternyata tidak pernah muncul lagi untuk
selama-lamanya, hingga saat pelantikan para menteri. Kemudian, saat para
menteri dilantik oleh Presiden Soekarno, tertulis "Menteri Pertahanan
belum diangkat". Akhirnya, karena Supriyadi benar-benar tidak muncul
lagi, Presiden Soekarno pun mengangkat dan melantik Imam Muhammad
Suliyoadikusumo sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik
Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia pun mengakui jasa-jasa Supriyadi dan
akhirnya mengangkatnya sebagai salah satu pelopor kemerdekaan serta
sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia.
Patung Shodancho Supriyadi di Museum PETA Kota Bogor |
Untuk mengenang perjuangan pemberontakan tentara PETA pimpinan Shodancho
Supriyadi, tepat di lokasi perlawanan didirikan Monumen PETA yang
terdiri atas tujuh buah patung tentara PETA dalam posisi siap menyerang,
di mana patung Shodancho Supriyadi diletakkan tepat di tengah monumen
sebagai pemimpin pemberontakan PETA.
Monumen Pemberontakan PETA Pimpinan Shodancho Supriyadi di Kota Blitar |
Asrama militer PETA di Kota Blitar sendiri kini telah menjadi sekolah
SMP dan SMA Negeri. Namun, jika dilihat secara seksama bentuk
bangunannya, pasti langsung terlihat kesan itu merupakan bangunan bekas
asrama militer. Adapun tugu tempat pengibaran bendera merah-putih oleh
Shodancho Parto Hardjono saat terjadinya pemberontakan PETA kini dikenal
sebagai "Monumen Potlot". Monumen Potlot sendiri diresmikan di Kota
Blitar pada tahun 1946 oleh Bapak TNI (Tentara Nasional Indonesia)
Panglima Jenderal Besar Soedirman.
Monumen Potlot di Kota Blitar |
Sumber Referensi:
2. Roso Daras - Bung Karno Terlibat Pemberontakan PETA
3. Review Pemberontakan PETA 14 Februari 1945 by Pecinta Wisata
3. Review Pemberontakan PETA 14 Februari 1945 by Pecinta Wisata
Langganan:
Postingan (Atom)